Haji 2018
-307- Terjebak Hujan di Perpustakaan Masjidil Haram
Saturday, November 24, 2018 24 komentar
Beberapa hari ini setiap jelang Asar, Bandung selalu hujan. 😊 Dua hari lalu, hujannya disertai angin kencang malah. Meskipun membuat kami jadi tidak bisa pergi jalan ke mana-mana di sore hari, atau membuat kami sering sekali pulang dari kampus basah hujan-hujanan, saya senang. 😊
Saya senang hujan, adik perempuan saya juga senang hujan. Waktu kecil, setiap hujan datang, ibu selalu menyuruh kami keluar dan bermain hujan. Sangat menyenangkan! sebab hujan biasanya membuat selokan menjadi penuh, dan tanah menyisakan kubangan-kubangan yang bisa menjadi tempat bermain yang mengasyikkan.
Saya juga biasanya akan menemani Fifi, main hujan di luar! kasihan, daripada sendiran tidak ada teman. 😆 entah mengapa banyak sekali ibu-ibu yang demikian parno dengan hujan. Melarang anak-anaknya keluar, menutup rapat pintu dan tidak membiarkan anak-anaknya merasai guyuran hujan. Hujan membuat sakit? ah, kata siapa? 😊
~~
Kalau kata Mbak Novi, alhamdulillah pekan ini bisa bergabung menulis kembali. :). Menulis kisah perjalanan ini, rasanya tidak bosan-bosan, dan panjang sekali, seakan tidak berkesudahan. 😊 Selalu ada sisi menarik yang ingin kami bagikan.
Kali ini, Mbak Novi akan bercerita apa kira-kira?
Mari kita sambut sama-sama, di sini :)
Saat menginjakkan kaki kembali ke kota Mekah, tiba-tiba saya merindui Kalimantan, dengan hawa sejuk-sejuk panasnya, tentu saja. :D
Saya pikir, Kalimantan itu sudah sepanas-panasnya kota, ternyata masih ada bagian dari bumi ini yang lebih panas lagi! 😊 dan Allah memilih 'tanah panas' itu sebagai tanah mulia, berkah sekali kota ini, berikut penduduk-penduduknya. Dan saya kagum, pada kisah perempuan di sebaliknya, siapa lagi jika bukan, Bunda Hajar.
Saya tidak melihat banyak sumber kerindangan di kota ini, kecuali bebatuan terjal dan sedikit pepohonan. Dan bahkan, taman-taman bermain kota baru ramai digunakan anak-anak bermain saat malam beranjak. Jangan dibayangkan, keluar malam di jalanan Mekah itu sejuk dan menyenangkan. 😄 Hawa malamnya pun menyengat! suhu udaranya persis seperti siang terik saat di Kalimantan. Bagaikan terik mentari pukul 12 siang Kalimantan, begitulah rasanya malam di sini. KECUALI, sedang berada di dalam kamar hotel, di dalam bus salawat atau sedang berada syahdu di dalam Masjidil Haram, sejuk tiada berkesudahan, alhamdulillah. 😊
Karena itu, saat pertama kalinya, pada akhirnya merasakan hujan di kota Mekah, saya kegirangan tak ketulungan. Bersyukur, senang, namun dengan sedikit perasaan khawatir.
Pertama merasai hujan, hanya seperti numpang lalu saja, sangat sebentar. Lalu selang beberapa hari seusainya, hujan kembali turun, kali ini disertai angin sangat kencang. Saya sempat turut merasakan hujan di Arafah, hujan badai, beberapa tenda (katanya) 😃, kata Ibu di Indonesia, heboh sekali beritanya, porak poranda dibuatnya. Alhamdulillah, kami baik-baik saja, waktu itu. Sempat pula, merasakan hujan es batu, sayang waktu itu saya sedang berada di dalam masjid dan tidak keluar.
Diantara hujan-hujan itu, dua kali saya lalui saat hendak pulang seusai Isya. 😃 Suatu waktu dengan tidak sengaja, kami yang sedang mencari jalan keluar termudah, mendapati sebuah petunjuk menuju perpustakaan. Ya, PERPUSTAKAAN, ternyata selama ini, berada di pintu yang sama, King Fahd, tidak jauh dari Pintu 74 yang sempat saya ceritakan sebelumnya. :) Masuklah melalui pintu 79.
Boleh baca: Ada Apa di Pintu 74 Masjidil Haram?
Karena angin di luar semakin kencang, dan pertanda hujan sudah akan bertandang, kami memutuskan naik dan mencoba masuk ke perpustakaan. Saat itu, pintu menuju tangga atas ditutup petugas, dan setelah suami menjelaskan hendak ke mana kami akan menuju, askar mempersilakan.
Beberapa pasangan layaknya kami, juga ada, saya sempat berbincang dengan salah satunya, yang berasal dari Pakistan. Sayangnya, sampai di depan pintu dan mulai terlihat beberapa askar penjaga perpustakaan, kami dilarang masuk.
Ah, ternyata, PERPUSTAKAAN INI HANYA BOLEH DIMASUKI OLEH LAKI-LAKI pada saat kami datang. 😆 Saat suami masuk ke dalam, saya mencobapengeyelan 😂 membujuk askar, toh di luar hujan sangat deras, tidak banyak pengunjung, sayang, kendala berbahasa menjadi satu masalah di sini. Saya bisa sedikit memahami bahasa arab, tapi tidak lancar membalasnya. Sementara askar, tidak lancar berbahasa inggris tapi bisa mengerti sedikit. 😆 Hasilnya? pendengaran saya menangkap kalimat askar sebagai, "hari Sabtu perpustakaan ini akan dibuka untuk perempuan, seharian." Ok baik, saya bersemangat dan akan menunggu hari itu tiba.
Dan ternyata, Sabtu esoknya saat datang, bukan hari Sabtu, bukan!. Semoga saya tidak salah dengar kembali, seingat saya petugas kembali menegaskan harinya adalah hari Kamis. Atau terbalik ya? 😂 pokoknya antara Kamis-Jumat-Sabtu. Saya sudah tidak konsentrasi lagi. Entah mengapa, setiap kali berkunjung ke Perpustakaan, hujan selalu turun, dengan derasnya, dan dalam waktu yang lama. Dari lantai atas, saya melihat anak-anak yang bersuka ria bermain hujan, sebagian besar jemaah yang lebih khusyu' berdoa dan bukan meneduh, dan petugas kebersihan yang lalu lalang sibuk membersihkan genangan, menjaga agar tidak ada satupun jemaah yang tergelincir karena licin.
Tentu saja, saya tergoda!. 😃 Setiap tetesan hujan adalah berkah, rahmat dan sangat disayangkan bukan, kalau saya tidak turut menikmatinya? 😄
Jadi, suatu malam, saat hujan deras itu datang, kami memutuskan untuk keluar, dan merasakan sejenak hujannya, hujan di Masjidil Haram. Kapan lagi, kesempatan itu bisa datang? 😊
Sampai di hotel. Bu Yanti, teman sekamar saya, yang sudah dua kali berhaji, segera memberondong dengan banyak pertanyaan begitu kami bertemu kembali di kamar. "Tadi kena hujan?....bla...bla...bla..." makin banyak saja obrolan kami. 😃 Sampai Bu Yanti bertanya, "wah, bukan perpustakaan itu yang ku maksud, itu lo yang perpustakaan bekas rumah nabi Muhammad, yang pintunya lewat pintu SAI, yang ada sumur zam-zamnya juga."
Nah, yang manakah itu? :D. Cerita berapi-api Bu Yanti membuat saya penasaran, dan akhirnya, esok-esoknya, dengan selamat sentosa dan didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas :p mengantarkan kami kepada gerbang kemerdekaan Perpustakaan Makkah Al Mukaramah. Benar, kata Bu Yanti, ini perpustakaan yang berbeda dengan yang di dalam. 😃
Perpustakaan Makkah ini terletak di sebelah timur Sai yang dimulai dari bukit Abu Thalib. Gampangnya! lewat saja dari tempat Sa'i dan tanya askar di mana letak maktabah/library.
Perpustakaan ini didirikan oleh Syekh Abbas Qoththan pada tahun 1950 M/1370 H dan saat ini berada di bawah Koordinasi Kementrian Urusan Agama Islam. Memiliki banyak kitab, naskah-naskah kuno dan berbagai benda bersejarah yang tak ternilai. Bangunannya sendiri masih terpelihara dalam bentuk aslinya. Terdiri dari dua tingkat dan jendela-jendela kayu. Berwarna cokelat kehitam-hitaman yang menjadi ciri khas bangunan Mekah sejak dulu. Sebagian ahli sejarah menyebutkan bahwa perpustakaan ini adalah rumah di mana Rasulullah dilahirkan.
Sayangnya, saat kami berkunjung, Perpustakaan belum dibuka. Kami berkunjung sesuai salat Zuhur dan sepertinya petugas sedang beristirahat. 😊 Dan, di sebelah perpustakaan, terdapat sumur zam-zam.
Jadi saat itu, kami hanya berkeliling melihat-lihat dari luar. Cuaca sedang panas-panasnya siang itu, terik-menyengat dan sangat menyilaukan mata. Jika begini, saya kembali merindui hujan. 😊
Sore ini, Bandung tidak mendung.
Tumben ya!.
Kota kalian, apa kabar? apa juga sedang musim hujan? :)
Saya senang hujan, adik perempuan saya juga senang hujan. Waktu kecil, setiap hujan datang, ibu selalu menyuruh kami keluar dan bermain hujan. Sangat menyenangkan! sebab hujan biasanya membuat selokan menjadi penuh, dan tanah menyisakan kubangan-kubangan yang bisa menjadi tempat bermain yang mengasyikkan.
Saya juga biasanya akan menemani Fifi, main hujan di luar! kasihan, daripada sendiran tidak ada teman. 😆 entah mengapa banyak sekali ibu-ibu yang demikian parno dengan hujan. Melarang anak-anaknya keluar, menutup rapat pintu dan tidak membiarkan anak-anaknya merasai guyuran hujan. Hujan membuat sakit? ah, kata siapa? 😊
~~
Kalau kata Mbak Novi, alhamdulillah pekan ini bisa bergabung menulis kembali. :). Menulis kisah perjalanan ini, rasanya tidak bosan-bosan, dan panjang sekali, seakan tidak berkesudahan. 😊 Selalu ada sisi menarik yang ingin kami bagikan.
Kali ini, Mbak Novi akan bercerita apa kira-kira?
Mari kita sambut sama-sama, di sini :)
Cerita Mbak Novi
~~Saat menginjakkan kaki kembali ke kota Mekah, tiba-tiba saya merindui Kalimantan, dengan hawa sejuk-sejuk panasnya, tentu saja. :D
Saya pikir, Kalimantan itu sudah sepanas-panasnya kota, ternyata masih ada bagian dari bumi ini yang lebih panas lagi! 😊 dan Allah memilih 'tanah panas' itu sebagai tanah mulia, berkah sekali kota ini, berikut penduduk-penduduknya. Dan saya kagum, pada kisah perempuan di sebaliknya, siapa lagi jika bukan, Bunda Hajar.
Saya tidak melihat banyak sumber kerindangan di kota ini, kecuali bebatuan terjal dan sedikit pepohonan. Dan bahkan, taman-taman bermain kota baru ramai digunakan anak-anak bermain saat malam beranjak. Jangan dibayangkan, keluar malam di jalanan Mekah itu sejuk dan menyenangkan. 😄 Hawa malamnya pun menyengat! suhu udaranya persis seperti siang terik saat di Kalimantan. Bagaikan terik mentari pukul 12 siang Kalimantan, begitulah rasanya malam di sini. KECUALI, sedang berada di dalam kamar hotel, di dalam bus salawat atau sedang berada syahdu di dalam Masjidil Haram, sejuk tiada berkesudahan, alhamdulillah. 😊
Karena itu, saat pertama kalinya, pada akhirnya merasakan hujan di kota Mekah, saya kegirangan tak ketulungan. Bersyukur, senang, namun dengan sedikit perasaan khawatir.
Pertama merasai hujan, hanya seperti numpang lalu saja, sangat sebentar. Lalu selang beberapa hari seusainya, hujan kembali turun, kali ini disertai angin sangat kencang. Saya sempat turut merasakan hujan di Arafah, hujan badai, beberapa tenda (katanya) 😃, kata Ibu di Indonesia, heboh sekali beritanya, porak poranda dibuatnya. Alhamdulillah, kami baik-baik saja, waktu itu. Sempat pula, merasakan hujan es batu, sayang waktu itu saya sedang berada di dalam masjid dan tidak keluar.
Diantara hujan-hujan itu, dua kali saya lalui saat hendak pulang seusai Isya. 😃 Suatu waktu dengan tidak sengaja, kami yang sedang mencari jalan keluar termudah, mendapati sebuah petunjuk menuju perpustakaan. Ya, PERPUSTAKAAN, ternyata selama ini, berada di pintu yang sama, King Fahd, tidak jauh dari Pintu 74 yang sempat saya ceritakan sebelumnya. :) Masuklah melalui pintu 79.
Boleh baca: Ada Apa di Pintu 74 Masjidil Haram?
Suasana di dalam perpustakaan |
Karena angin di luar semakin kencang, dan pertanda hujan sudah akan bertandang, kami memutuskan naik dan mencoba masuk ke perpustakaan. Saat itu, pintu menuju tangga atas ditutup petugas, dan setelah suami menjelaskan hendak ke mana kami akan menuju, askar mempersilakan.
Beberapa pasangan layaknya kami, juga ada, saya sempat berbincang dengan salah satunya, yang berasal dari Pakistan. Sayangnya, sampai di depan pintu dan mulai terlihat beberapa askar penjaga perpustakaan, kami dilarang masuk.
Ah, ternyata, PERPUSTAKAAN INI HANYA BOLEH DIMASUKI OLEH LAKI-LAKI pada saat kami datang. 😆 Saat suami masuk ke dalam, saya mencoba
Rak-rak buku |
Dan ternyata, Sabtu esoknya saat datang, bukan hari Sabtu, bukan!. Semoga saya tidak salah dengar kembali, seingat saya petugas kembali menegaskan harinya adalah hari Kamis. Atau terbalik ya? 😂 pokoknya antara Kamis-Jumat-Sabtu. Saya sudah tidak konsentrasi lagi. Entah mengapa, setiap kali berkunjung ke Perpustakaan, hujan selalu turun, dengan derasnya, dan dalam waktu yang lama. Dari lantai atas, saya melihat anak-anak yang bersuka ria bermain hujan, sebagian besar jemaah yang lebih khusyu' berdoa dan bukan meneduh, dan petugas kebersihan yang lalu lalang sibuk membersihkan genangan, menjaga agar tidak ada satupun jemaah yang tergelincir karena licin.
Tentu saja, saya tergoda!. 😃 Setiap tetesan hujan adalah berkah, rahmat dan sangat disayangkan bukan, kalau saya tidak turut menikmatinya? 😄
Jadi, suatu malam, saat hujan deras itu datang, kami memutuskan untuk keluar, dan merasakan sejenak hujannya, hujan di Masjidil Haram. Kapan lagi, kesempatan itu bisa datang? 😊
Beberapa koleksi |
Perpustakaan Masjidil Haram tampak depan. |
Perpustakaan Makkah Al-Mukarramah tampak depan |
Perpustakaan ini didirikan oleh Syekh Abbas Qoththan pada tahun 1950 M/1370 H dan saat ini berada di bawah Koordinasi Kementrian Urusan Agama Islam. Memiliki banyak kitab, naskah-naskah kuno dan berbagai benda bersejarah yang tak ternilai. Bangunannya sendiri masih terpelihara dalam bentuk aslinya. Terdiri dari dua tingkat dan jendela-jendela kayu. Berwarna cokelat kehitam-hitaman yang menjadi ciri khas bangunan Mekah sejak dulu. Sebagian ahli sejarah menyebutkan bahwa perpustakaan ini adalah rumah di mana Rasulullah dilahirkan.
Mengantri pembagian leaflet dan buku |
Sumur zam-zam |
Jadi saat itu, kami hanya berkeliling melihat-lihat dari luar. Cuaca sedang panas-panasnya siang itu, terik-menyengat dan sangat menyilaukan mata. Jika begini, saya kembali merindui hujan. 😊
Sore ini, Bandung tidak mendung.
Tumben ya!.
Kota kalian, apa kabar? apa juga sedang musim hujan? :)