Semalam saya pulang jam sebelas malam dari kantor. Fifi yang turut serta sedari siang, entah mengapa menjadi sangat rewel sesampainya di rumah. Campuran antara mengantuk dan -mungkin saja- lelah. Ya Rabb, ini sudah hampir pagi, dan saya masih harus berupaya menenangkan tangisan dan ocehannya yang tidak jelas apa maunya.
Beberapa hari terakhir, saya merasa ada saja ujian yang menimpa. :). Mulai dari laptop yang entah mengapa tiba-tiba saja aplikasinya bermasalah, berlanjut dengan laptop yang tidak bisa digunakan sama sekali dan akhirnya butuh di install ulang. Printer yang biasa saya gunakan yang tiba-tiba mati. Sampai dengan dua hari ini, waktu saya tersita untuk mengerjakan sesuatu hal yang sama tetapi mengalami pengulangan karena mengalami kesalahan. Ya Rabbi, sungguh waktu saya banyak tersita pada hal yang seharusnya bisa segera diselesaikan, tapi bukannya maju, saya malah mundur jauh ke belakang.
Siang ini, saya dikejutkan dengan dering telepon, dari siapa lagi? dari Fifi. :)
"Bunda, kok gak jemput-jemput? Fifi sudah kelamaan tunggunya."
Saya melihat jam dinding, astaghfirullah, saya lupa, sudah sejam yang lalu Fifi menelepon minta dijemput dari sekolah.
"Bunda itu pasti lagi fokus ke pekerjaan Bunda kan? Bunda itu kerja terus yang dipikirkan, Bunda gak mikirin gimana perasaan Fifi ya? Fifi sudah tunggu dari tadi."
Ya Rabb, ampuni hamba. Benar-benar. Entah mengapa, selalu saja ada yang tidak benar. :). Sampai-sampai, saya hanya mampu tertawa. Menertawakan hidup.
Boleh baca: Menertawakan Hidup.
Boleh baca: Menertawakan Hidup.
Kemudian saya jadi mengingat perkataan yang sampai kepada saya,
"masak Mbak gak peka sih?."
Saya tercenung, lama sekali, sampai beberapa hari, saya pikirkan kalimat tersebut secara mendalam. Saya merenungi tiap kejadian demi kejadian. Dan kemudian sampai pada kesimpulan bahwa, saya tidak jujur terhadap satu hal, saya menutupi sesuatu, yakni terhadap sekitar.
Saya tidak jujur saat mengatakan bahwa saya tidak tahu apa-apa. Duhai, saya yang terbiasa bermain-main dengan rasa, bahkan hanya dengan membaca seutas tulisan saja, sangat peka memaknainya, apakah itu terlahir dari ketulusan ataukah hanya sebuah kenyinyiran. Saya tahu, saya merasakan, saya dapat membedakan mana persahabatan yang ditawarkan atas dasar keikhlasan, mana hubungan yang diberikan atas dasar ketulusan dan mana kebaikan yang ditampakkan atas dasar kepura-puraan.
Saya hanya,
.
.
berpura-pura untuk tidak ingin tahu.
.
.
Sebab hati saya tidak bisa lagi terbuka untuk menerima persahabatan tanpa ketulusan dan keikhlasan, apatah lagi jika itu dibangun dari rasa ketidaksukaan, hingga hal yang -saya selalu berlindung darinya- yakni kedengkian.
Dan, di sinilah, barangkali letak permasalahan yang harus saya selesaikan.
Ini bukan tentang siapa-siapa, ini tentang diri saya sendiri. Saya terlalu peka hingga berusaha abai terhadap hal-hal kecil yang sebenarnya mencabik kawah rasa. Saya bahkan bisa merasai maksud dari tingkah laku, ucap, tutur kata, gerak-gerik, mimik muka dan mempelajari semuanya.
Hati saya sudah cukup penuh hingga tak ingin lagi merasai luka. Saya pernah pada kondisi hati yang poranda, pecah sehingga hanya menyisakan perca.
Saya tak lagi acuh terhadap hal-hal yang sekiranya tidak lagi penting untuk saya rasai terlalu dalam. Jatah usia saya semakin berkurang, dan bahkan saya tidak tahu lagi, sampai kapan batas waktu saya tersisa.
Ini Sya'ban, dan bagaimana akhir jika ini menjadi Ramadan yang terakhir untuk saya?
Hati saya sudah cukup penuh hingga tak ingin lagi merasai luka. Saya pernah pada kondisi hati yang poranda, pecah sehingga hanya menyisakan perca.
Saya tak lagi acuh terhadap hal-hal yang sekiranya tidak lagi penting untuk saya rasai terlalu dalam. Jatah usia saya semakin berkurang, dan bahkan saya tidak tahu lagi, sampai kapan batas waktu saya tersisa.
Ini Sya'ban, dan bagaimana akhir jika ini menjadi Ramadan yang terakhir untuk saya?
Saya tahu, sebagai seorang insan, saya punya banyak kekurangan, saya punya banyak kelemahan yang layak untuk dikritisi, saya punya banyak sisi yang tak patut untuk ditiru.
Tetapi saya melupakan satu hal rupanya, bahwa manusia diciptakan berbeda, untuk saling bertafahum. Saya tidak bisa terus membuat benteng pada hati dengan tidak lagi menawarkan sebuah persahabatan, yang hangat, yang mendamaikan, yang sejuk, tanpa harus memandang apakah hati lain yang saya tawarkan punya maksud yang sama, ataukah ia datang dengan hati yang telah penuh dengan noktah hitam, pekat dan pesan kebencian yang lain lagi.
Sampai di sini, rasanya saya masih belum bisa.
Hingga saya merasa, saya harus kembali menepi, sejenak, meratapi, mendefinisikan kembali makna dan untuk apa saya melakukan ini semua.
Kembali ke TITIK NOL. (Saya bahkan sudah hampir satu bulan tidak lagi begitu aktif bermain FB, dan saat ini saya sudah meng-uninstal semua akun medsos yang saya punyai. Hidup saya terasa terlalu riuh memang, saya sudah cukup terlalu disibukkan dengan mengurusi urusan orang lain sehingga banyak melalaikan hati. Berselancar di dunia maya dan media sosial mengurangi waktu saya mengaji, dan sungguh, ini semua sudah keterlaluan. Jika ditanya, sampai kapan saya tidak mengaktifkannya? setidaknya saya ingin Ramadan ini bisa benar-benar fokus untuk ibadah. Untuk Allah. Kepada Allah dan karena Allah. ðŸ˜).
Ini Sya'ban. Saya merasa ini waktu yang tepat untuk memperbaiki kembali. Mengembalikan semua niatan pada tempatnya yang benar. Menanggalkan segala keriwehan dunia, mengurangi segala intensitas yang menyibukkan hati. Memaafkan semua hal yang menyakitkan. Menggantinya dengan segala hal baik yang patut untuk dikenang.
Dunia ini hanya tempat senda gurau belaka. Saya ingin disibukkan dengan mengenang segala hal-hal baik saja, memperjuangkan hal-hal baik, berusaha menjadi lebih baik, memperbaiki apa-apa yang belum baik, berbuat yang baik-baik, mendengar yang baik-baik, berbicara yang baik-baik, menulis yang baik-baik dan disibukkan dengan yang baik-baik.
Boleh baca: Manusia Dua Mata Sisi
Ini Sya'ban dan Ramadan akan datang sebentar lagi, akankah saya masih diberi usia panjang? saya begitu khawatir jika ini akan menjadi yang terakhir. ðŸ˜
Mohon lapangkan, maafkan, ikhlaskan semua hal yang kurang berkenan dan menyakitkan dari saya. Kenanglah yang baik-baik, ambil yang baik-baik, dan ingat yang baik-baik.
Tulisan ini diikutsertakan dalam Post Tematik Blogger Muslimah Indonesia bulan Mei dengan tema "Jika Ini Ramadan Terakhirku."
Tetapi saya melupakan satu hal rupanya, bahwa manusia diciptakan berbeda, untuk saling bertafahum. Saya tidak bisa terus membuat benteng pada hati dengan tidak lagi menawarkan sebuah persahabatan, yang hangat, yang mendamaikan, yang sejuk, tanpa harus memandang apakah hati lain yang saya tawarkan punya maksud yang sama, ataukah ia datang dengan hati yang telah penuh dengan noktah hitam, pekat dan pesan kebencian yang lain lagi.
Sampai di sini, rasanya saya masih belum bisa.
Hingga saya merasa, saya harus kembali menepi, sejenak, meratapi, mendefinisikan kembali makna dan untuk apa saya melakukan ini semua.
Kembali ke TITIK NOL. (Saya bahkan sudah hampir satu bulan tidak lagi begitu aktif bermain FB, dan saat ini saya sudah meng-uninstal semua akun medsos yang saya punyai. Hidup saya terasa terlalu riuh memang, saya sudah cukup terlalu disibukkan dengan mengurusi urusan orang lain sehingga banyak melalaikan hati. Berselancar di dunia maya dan media sosial mengurangi waktu saya mengaji, dan sungguh, ini semua sudah keterlaluan. Jika ditanya, sampai kapan saya tidak mengaktifkannya? setidaknya saya ingin Ramadan ini bisa benar-benar fokus untuk ibadah. Untuk Allah. Kepada Allah dan karena Allah. ðŸ˜).
Ini Sya'ban. Saya merasa ini waktu yang tepat untuk memperbaiki kembali. Mengembalikan semua niatan pada tempatnya yang benar. Menanggalkan segala keriwehan dunia, mengurangi segala intensitas yang menyibukkan hati. Memaafkan semua hal yang menyakitkan. Menggantinya dengan segala hal baik yang patut untuk dikenang.
Dunia ini hanya tempat senda gurau belaka. Saya ingin disibukkan dengan mengenang segala hal-hal baik saja, memperjuangkan hal-hal baik, berusaha menjadi lebih baik, memperbaiki apa-apa yang belum baik, berbuat yang baik-baik, mendengar yang baik-baik, berbicara yang baik-baik, menulis yang baik-baik dan disibukkan dengan yang baik-baik.
Boleh baca: Manusia Dua Mata Sisi
Ini Sya'ban dan Ramadan akan datang sebentar lagi, akankah saya masih diberi usia panjang? saya begitu khawatir jika ini akan menjadi yang terakhir. ðŸ˜
Mohon lapangkan, maafkan, ikhlaskan semua hal yang kurang berkenan dan menyakitkan dari saya. Kenanglah yang baik-baik, ambil yang baik-baik, dan ingat yang baik-baik.
Tulisan ini diikutsertakan dalam Post Tematik Blogger Muslimah Indonesia bulan Mei dengan tema "Jika Ini Ramadan Terakhirku."
Terimakasih telah membaca dan meninggalkan jejak komentar sebagai wujud apresiasi. ^_^ Semoga postingan ini dapat memberi manfaat dan mohon maaf komentar berupa spam atau link hidup akan dihapus. Terima kasih.
38 komentar
Masyaa Allah....
ReplyDeleteAih malu dibaca sama Teteh. :)
DeleteSepakat mbak
ReplyDeleteKenanglah yang baik-baik, ambil yang baik-baik, dan ingat yang baik-baik
..brakallah ya mbak..maaf lahir bathin
Sama-sama Mbak Eva. :)
DeleteSemoga semua berakhir indah ketika waktunya tiba ya Mba.
ReplyDeleteAmin Mbak Denik, semoga.
DeleteMaaf lahir batin ya Nurin....semoga kita mendapatkan banyak keberkahan di bulan suci ini.
ReplyDeleteSama-sama Wida, maafin Nurin juga ya.
Deletesemoga diammpukan untuk selalu melakukan yang terbaik di bulan ramadan :)
ReplyDeleteAmin ya rabbal alamin, terima kasih sudah mampir ke sini Mbak Farida.
DeleteTulisan yang sangat menyentuh dan membuatku benar-benar mengkritisi serta evaluasi diri. Terima kasih remindernya mbak ^^
ReplyDeleteSama-sama Mbak Novarina. :)
DeleteMa sya Allah, salut, Mbaaa... saya masih berat rasanya meninggalkan keriuhan, hiks.
ReplyDeleteAih, sama saja Mbak, saya juga cuma kuat beberapa pekan saja, saya sudah kembali ke dunia riuh itu lagi, :(. Yang pasti, tugas penulis memang ya harus menulis terus. :)
DeleteMasya Allah, tulisannya jadi pengingat diri juga buat memperbaiki diri. aku pernah juga coba ga buka sosmed 3 mingguan lebih, banyak manfaatnya, tapi malah balik lagi :'D
ReplyDeleteIya Mbak, lebih banyak manfaatnya memang, tapi ternyata memang gak bisa lama-lama libur nyosmednya. :(
Deletetulisannnya buat aku baper mbak. semoga dipermudah segala urusannya ya mbak. dan semoga Ramadhan ini penuh berkah bagi kita semua. semangat mbak
ReplyDeleteTema ini memang sukses membuat kita baper berjamaah Mbaaaak, :(
DeleteSalut Mbak Nurin sudah mengambil sikap utk melepas dulu media sosialnya. Kadang saya juga suka merasa kasihan. Sama mereka yg sibuk di medsos, sibuk nonton drama, tapi lupa membaca Al Quran. Sungguh kasihan, waktunya sia2...
ReplyDeleteSemoga kita berada dalam waktu yang baik, ya. Amin...
Mbak Okta Li, itu cuma sebentar, saya balik lagi ke medsos, huhu, tapi insyaallah Ramadan ini mulai belajar diet ketat, :(
DeleteSemoga hatinya kembali membaik ya Mba. Semoga dimudahkan segala urusannya
ReplyDeleteAmin Mbak, semoga, saya ingin memiliki hati yang lapang, hati yang ikhlas, hati yang sabar, :)
DeleteTulisan yg menyentuh. Dan saya selalu suka tulisannya Mbak Nurin. Jadi saya mengenangnya yang baik-baik. Insya Allah.
ReplyDeleteAmin Mbak, tolong ingat yang baik-baik saja dari saya. :(
DeleteSenang baca tulisan Mbak ^-^ terharu
ReplyDeleteSama-sama Mbak Sri, terima kasih telah berkenan mampir. :)
Deleteaamin ya allah. selamat mengisi ramadhan kali ini ya mbaakk
ReplyDeleteAmin, terima kasih Mbak. :)
DeleteAduh saya sering berada di posisi Mbak, laptop tiba-tiba error, printer macet, anak marah-marah sampe keringet dingin dikejar kerjaan. Yang terbaik memang muhasabah diri, mungkin ada yang korslet di diri saya. Semoga kita bisa sama-sama baiki diri terus ya, Mbak😊
ReplyDeleteSaya kalau pas begini, langsung instropeksi Mbak, biasanya pasti ada sesuatu barangkali di kualitas ibadahnya, :(
DeleteKepekaan hati. Saya pernah berada di masa itu dan rasanya hidup seperti terbelenggu. Tulisan yang menyentuh nih, Mbak. Semoga madrasah Ramadan ini bisa benar2 kita lalui dengan baik,ya. Baarakallah :)
ReplyDeleteAmin, makasih Mbak Tatiek, :)
Deletemohon maaf lahir batin juga ya mb Nurin :)
ReplyDeleteSama-sama Novi, :)
DeleteWah nulisnya udah dari bulan Sya'ban... in Ramadhan alhamdulillaah Allaah masih mempertemukan kembali dengan bulan yang penuh kemuliaan ini... yah, smg saja dengan pengandaian tersebut ibadah kita di bulan ini bisa lebih optimal lagi ya mbak, atau paling tidak jika memang ini menjadi Ramadhan terakhir kita maka pastinya kita menginginkan akhir yang terbaik
ReplyDeleteamin ya mujibas sailin, :)
DeleteSalut mbak bisa menjauhi media sosial saat Ramadhan. Semoga bisa membuat fokus ibadah, ibadah, dan ibadah ya mbak. Terimakasih udah diingatkan :)
ReplyDeleteAmin, tapi ini sudah balik ke medsos lagi Mbak. :)
Delete