sumber foto: ayolebihbaik.com |
Bismillahirrahmanirrahim.
Tulisan ini sebelumnya saya kirimkan ke koran, dan lebih dari 2 pekan tiada kabar, kemudian saya posting di blog untuk diikutsertakan pada postingan tematik dengan tema "Mewaspadai Berbagai Perilaku Menyimpang" oleh Blogger Muslimah Indonesia. Saya posting pada tanggal 18 Februari 2018.
Pada hari ini saya mendapati tulisan ini telah diterbitkan di Tribun Kaltim edisi Sabtu, 24 Februari 2018. 🙏
Mohon maaf, di lain kesempatan saya akan lebih berhati-hati agar tidak terulangi. Besar harapan saya agar media lokal dapat berbenah dengan memberi kabar tentang status opini pembaca, apakah akan dimuat atau tidak. Apakah ada penolakan atau diminta bersabar dalam penantian. 🙏
.
Tulisan ini sebelumnya saya kirimkan ke koran, dan lebih dari 2 pekan tiada kabar, kemudian saya posting di blog untuk diikutsertakan pada postingan tematik dengan tema "Mewaspadai Berbagai Perilaku Menyimpang" oleh Blogger Muslimah Indonesia. Saya posting pada tanggal 18 Februari 2018.
Pada hari ini saya mendapati tulisan ini telah diterbitkan di Tribun Kaltim edisi Sabtu, 24 Februari 2018. 🙏
Mohon maaf, di lain kesempatan saya akan lebih berhati-hati agar tidak terulangi. Besar harapan saya agar media lokal dapat berbenah dengan memberi kabar tentang status opini pembaca, apakah akan dimuat atau tidak. Apakah ada penolakan atau diminta bersabar dalam penantian. 🙏
.
LGBT DAN KERESAHAN KITA
“Sekarang ini
punya anak perempuan dan laki-laki sama aja khawatirnya, kudu hati-hati,” ucap
salah seorang ibu dengan nada resah.
“Bener banget Bu, sama pelakor juga bukan
hanya perempuan Bu yang kita hati-hatiin, sama laki-laki juga.” Obrolan khas
ibu-ibu di penjaja sayuran cukup menyentak batin saya. LGBT, ini bahasan yang
sedang ramai dalam kurun waktu terakhir. Seperti fenomena gunung es, apa yang
sebenarnya nampak di permukaan, jauh lebih sedikit dibandingkan yang sebenarnya
terjadi.
Lesbian, Gay,
Biseksual dan Transgender (LGBT) bukanlah sesuatu yang baru di Indonesia. Rudi
Agung, seorang jurnalis, pada news online
merangkum dari berbagai literatur bahwa LGBT di Indonesia, setidaknya sudah ada
sejak era 1960-an, kemudian berkembang pada dekade 80-90 an dan meledak pada
era milenium 2.000 hingga sekarang.
Kaum LGBT
sendiri di Indonesia, berkumpul dalam banyak wadah organisasi yang menyebar di
hampir seluruh Provinsi. Diperkirakan, pada tahun 2013 terdapat 119 organisasi
LGBT yang tersebar di 28 Provinsi di Indonesia. Dan pada tahun 2015 jumlahnya
bertambah, sedikitnya menjadi 200 organisasi.
Melalui
organisasi tersebut, kampanye terhadap penerimaan perbedaan orientasi seksual
ini terus disuarakan. Kampanye mereka terorganisir tidak hanya pada ruang
publik tetapi juga merambah secara masif melalui dunia maya (internet). Pada
pertemuan Dialog Nasional di Nusa Bali pada Juni 2013 yang dihadiri oleh wakil
organisasi LGBT dari 15 diantara 34 Provinsi di Indonesia, dalam laporan yang
bertajuk “Laporan LGBT Nasional Indonesia” yang terdapat pada situs www.id.undp.org
berisi rekomendasi agar setiap organisasi LGBT menggunakan media sosial sebagai
sarana kampanye.
Tidak heran,
jika melihat perkembangan social media yang membawa isu LGBT
beberapa tahun terakhir, tampak secara jelas bahwa upaya pengarahan opini terus
dilakukan dengan gencar. Masyarakat digiring untuk menerima, bahwa LGBT
bukanlah penyakit sosial yang mesti dijauhi, bahwa LGBT tidak meresahkan, bahwa pelaku LGBT ialah
juga manusia yang mesti diberi ruang gerak dan kebebasan. Masyarakat digiring
untuk memahami konteks LGBT sebagai upaya untuk memanusiakan manusia. Dengan
slogan yang sangat manis memikat hati, “biarkan dirimu menjadi dirimu sendiri”.
Inilah klaim
yang sering didengungkan oleh pelaku LGBT yakni upaya menuntut persamaan Hak
Asasi Manusia (HAM) di masyarakat. Ironisnya, banyak pendukung dari kaum ini
bahkan berani dengan lugas menyitir ayat suci untuk menguatkan pemahaman dan
menyebarluaskan pandangan kepada masyarakat bahwa LGBT itu fitrah suci dari
diri manusia.
Argumen yang
dikemas secara menarik, dan sudut pikir yang dibalut logika ‘cacat’ mengaburkan
esensi sejati dari maraknya LGBT ini yakni; rusaknya tataran norma masyarakat.
LGBT bukan hanya sesuatu hal yang menyimpang, tetapi juga menciptakan banyak
permasalahan sosial. Yang sudah jelas dan pasti adalah, munculnya berbagai
macam kasus pelecehan seksual, sex bebas, dan wabah penyakit berbahaya.
Kasus pencabulan
anak misalnya, pada tahun 2016, seperti yang diungkapkan Menteri Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise tercatat telah mencapai lebih
dari 5.000 kasus. Ironisnya, beberapa kasus diantaranya tercatat sebagai kasus
pencabulan terhadap sesama jenis. Kasus Babeh
yang diduga melakukan praktik sodomi kepada 41 anak laki-laki usia 7-15
tahun di Tangerang adalah satu dari sekian kasus itu.
Kasus HIV/AIDS
di Indonesia juga mengalami peningkatan signifikan dari tahun ke tahun. Data
dari Kementerian Sosial menyebutkan, diperkirakan penderita HIV/AIDS di
Indonesia telah mencapai lebih dari 276.000 di awal tahun ini. Sebagian bahkan
menyebutkan estimasi yang tidak terdata, diperkirakan 10 kali atau 99 kali
lebih banyak dari data yang ada. Sangat mencengangkan!.
LGBT
di Sekitar Kita
Tidak hanya di
daerah perkotaan, LGBT juga sudah merambah masuk di pedesaan, dan mewarnai
seluruh jenjang profesi. Seperti di lansir Radar Tarakan pada 2017 lalu (8/11),
LGBT juga tumbuh subur di Kota Tarakan. Di Kota ini, diperkirakan sebanyak 793
orang teridentifikasi dalam komunitas Gay. Yang lebih menyedihkan, anggota
komunitas ini hampir menyebar di lima Kabupaten/Kota di Kalimantan Utara.
Data dari Radar
Tarakan juga menyebutkan bahwa sebanyak 6,6 persen teridentifikasi sebagai Gay,
10,6 persen lelaki seks lelaki, 3 persen lesbi, 4,4 persen waria, 33 persen
WPSL (Wanita Pekerja Seks Langsung), dan 36 persen sebagai WPSTL (Wanita
Pekerja Seks Tidak Langsung).
Keadaan ini
tentu sangat meresahkan, ditambah lagi data dan fakta yang menyebutkan bahwa
LGBT semakin tumbuh subur dan merambah anak usia sekolah. Kekhawatiran sebagai
seorang perempuan, isteri sekaligus ibu bertambah menjadi-jadi sebab ternyata
LGBT ada di sekitar kita. Penjagaan dan pengawasan terhadap anak-anak dan
keluarga harus sedemikian keras diupayakan. Tidak hanya anak perempuan saja
yang rawan pelecehan dan pemerkosaan, anak laki-laki juga saat ini punya
peluang yang sama-sama mengkhawatirkan.
Salah satu upaya
mendasar yang dapat dilakukan adalah dengan membentengi anggota keluarga
terutama anak-anak. Memberikan pemahaman yang benar dan mendasar kepada mereka
tentang fitrah alamiah penciptaan manusia, yang sejatinya hanya ada dua,
laki-laki dan perempuan. Membekali anak-anak dengan nilai agama dan spiritual
tentang bagaimana perbedaan antara laki-laki dan perempuan, apa yang boleh dan
apa yang tidak boleh. Mengenalkan pendidikan seks, anak-anak harus tahu mana
bagian tubuh yang rawan tindak pelecehan dan bagaimana cara menjaga diri.
Satu hal yang
lebih penting lagi yakni menciptakan hubungan yang positif dan lingkungan yang
baik untuk anak. Mengawasi pergaulan mereka, mencukupkannya dengan limpahan
kasih sayang dan cinta. Dan tidak lupa, banyak berdoa dan berserah kepada Allah
sebagai sebaik-baiknya penjaga.
Ayo! Kawal dan
lindungi anak-anak kita!. *
"Tulisan ini diikutkan dalam postingan tematik Blogger Muslimah Indonesia"
Terimakasih telah membaca dan meninggalkan jejak komentar sebagai wujud apresiasi. ^_^ Semoga postingan ini dapat memberi manfaat dan mohon maaf komentar berupa spam atau link hidup akan dihapus. Terima kasih.
17 komentar
Huff.. Miris ya. Semoga kita mampu membentengi anak2 kita dr bahaya LGBT
ReplyDeleteiya Mbak, harus niat dan kuat membentengi anak-anak. Banyak-banyak berdoa.
DeleteData yang mencengangkan. Saya juga terkejut pernah mendapati FP komunitas mereka di kota kecil saya. Hal yang tidak pernah saya bayangkan, ternyata sangat dekat dengan kita. Semoga kita bisa menjaga anak2 kita.
ReplyDeleteiya Mbak, harus lebih waspada sekarang ya
Delete2013 aja sudah sampai 200 oraganisasi apalagi 2018 yang sudah dilegalkan uud tentang lgbt, Nauzubilahi min zalik
ReplyDeletehuuumm :(
DeleteBetul itu mba, banyak berdoa pada Allah karena DIA lah sebaik-baik pelundung kita dari segala ujian dunia
ReplyDeleteKalau orang statistika yang nulis pasti ada data..keren mba tulisannya :D
ReplyDeletebanyak banget ya mereka yang lgbt, sampe 793 di satu kota itu? :(
ReplyDeletekok aku baru denger istilah WPSTL yak.. *gagal fokus
ReplyDeleteNgeri ya Nurin, harus lebih protektif sama anak-anak.....
ReplyDeleteBener mbak, benteng agama dan kenyamanan di rumah yang harus dijaga sama kita ya
ReplyDeletePada akhirnya memang harus banyak-banyak berdoa ya Mba. Mendoa anak-anak kita khususnya.
ReplyDeleteLihat facebook aja ngeri banget dengan banyaknya member grup-grup yang menyimpang itu.
ReplyDeleterupanya by data real juga terbukti ya Mba,, sedih... :(
saya tak habis pikir, kok bisa sampai segininya ya mbak, LGBT ini mulai menyebar.
ReplyDeleteSuka sama tulisannya. Datanya lengkap. Harus waspada lagi sama LGBT ini :(
ReplyDeleteThese are based mostly on the retro slot machines you’ll find in betting outlets and land-based casinos. In sum, the sounds that accompanied a multiline video slots recreation impacted the arousal of members both psychophysically, and psychologically. The sounds also influenced players’ desire such that the majority all} of players most popular playing in} slots that have been accompanied by profitable 점보카지노 sounds. Importantly, our research means that sound results {may be|could also be} an integral part to the disguise in losses disguised as wins. Players’ tendencies to overestimate the number of occasions they received throughout a slots session was exacerbated by the sounds that accompanied the losses disguised as wins.
ReplyDelete