Wisata
-265- Tertusuk Di Padang Ilalang, Tenggelam di Lautan Pasir, Bromo
Thursday, November 16, 2017
tenggelam di Lautan Pasir,
Bromo,
kau menawan
sekaligus mengagumkan
Perjalanan saya belum usai, selepas menuruni Kawah Bromo, udara menjadi semakin hangat, saya merasakan mentari yang benar-benar dapat saya syukuri, hangat, sampai ke tulang dan nadi.
Silahkan membaca cerita perjalanan saya sebelumnya di:
Di Sepanjang Perjalanan Menuju Kawah Bromo
Silahkan membaca cerita perjalanan saya sebelumnya di:
Di Sepanjang Perjalanan Menuju Kawah Bromo
Ini perjalanan yang istimewa sekaligus berarti. Sekian alasan yang melatarbelakangi sejatinya cukup saya saja yang menyimpannya, tetapi -lagi-lagi- entah mengapa saya sangat ingin berbagi.
Kepada lelaki -luar biasa- yang telah memberikan ruang untuk saya, sekaligus mengizinkan saya melakukan perjalanan ini, terimakasih saya sungguh tak cukup membalasnya.
Ini akhir dari episode air mata yang saya berikan di pundaknya, diantara pagi-siang-sore-malam yang saya curahkan lepas suka-suka.
Katanya, "pergilah, kamu perlu bersenyawa dengan dirimu sendiri, dan mendefinisikan kembali apa tujuan hidup," sekira itu kalimatnya pada saya.
Saya tertawa mengeja kalimatnya, "TU-JU-AN HI-DUP" alangkah beratnya.
Cerita sebelumnya saat menikmati sunrise boleh dibaca di sini:
Bromo, Sandiwara Pagi dan Panorama Sunrise yang Memikat Hati
Di sini, setelah puas bermandikan matahari pagi, saya menghirup nafas dalam-dalam, mengingat petuah Paman saya, tempo hari, di pematang sawah,
"Nikmati hidupmu Lia, sudah cukup usaha kerasmu."
Saya diam saja, menahan bulir air mata, "kayak tahu saja, sudah seberapa besar Lia berupaya."
"Ya tahulah. Bersenang-senanglah untuk hidupmu. Nikmati dan syukuri."
Kalimat demi kalimat yang terngiang kembali.
Jadi, ini tempatnya?
Saya terbengong tak percaya. Saya fikir saya akan mendatangi tempat lautan pasir yang bisa berbunyi saat ada hembusan angin. Hahah. Saya lugu sekali.
"Ini tempat syuting film Mbak," jelas supir jip kami memberi tahu. Ah ya! ini latar film 'Pasir Berbisik' yang dimainkan Cristine Hakim dan Dian Sastro. Tempat bersejarah.
"Kalau jalan ke tempat ini di waktu yang gelap. Bisa nyasar Mbak, gak kembali-kembali. Putar-putar di situ saja. di mana-mana ketemunya pasir, seperti fatamorfana. Saya pernah tuh begitu."
"Wah.." khusyuk saya mendengarkan.
Sayangnya, energi saya belum pulih benar. Entah karena saya merasa sendu atau karena lelah selepas pendakian di kawah.
Tetapi yang pasti, dalam tapak demi tapak perjalanan yang demikian indah ini, saya merasa mencekam, lebih karena tidak ada lengan seseorang yang biasa menggamit saya, yang biasa ada memenuhi segala keterbatasan yang saya miliki.
Saya tertawa mengeja kalimatnya, "TU-JU-AN HI-DUP" alangkah beratnya.
Cerita sebelumnya saat menikmati sunrise boleh dibaca di sini:
Bromo, Sandiwara Pagi dan Panorama Sunrise yang Memikat Hati
Di sini, setelah puas bermandikan matahari pagi, saya menghirup nafas dalam-dalam, mengingat petuah Paman saya, tempo hari, di pematang sawah,
"Nikmati hidupmu Lia, sudah cukup usaha kerasmu."
Saya diam saja, menahan bulir air mata, "kayak tahu saja, sudah seberapa besar Lia berupaya."
"Ya tahulah. Bersenang-senanglah untuk hidupmu. Nikmati dan syukuri."
Kalimat demi kalimat yang terngiang kembali.
Sepanjang perjalanan. Matahari mulai hangat |
PASIR BERBISIK
Jadi, ini tempatnya?Saya terbengong tak percaya. Saya fikir saya akan mendatangi tempat lautan pasir yang bisa berbunyi saat ada hembusan angin. Hahah. Saya lugu sekali.
"Ini tempat syuting film Mbak," jelas supir jip kami memberi tahu. Ah ya! ini latar film 'Pasir Berbisik' yang dimainkan Cristine Hakim dan Dian Sastro. Tempat bersejarah.
Tempat pemberhentian Pasir Berbisik |
"Wah.." khusyuk saya mendengarkan.
Sayangnya, energi saya belum pulih benar. Entah karena saya merasa sendu atau karena lelah selepas pendakian di kawah.
Tetapi yang pasti, dalam tapak demi tapak perjalanan yang demikian indah ini, saya merasa mencekam, lebih karena tidak ada lengan seseorang yang biasa menggamit saya, yang biasa ada memenuhi segala keterbatasan yang saya miliki.
Seharusnya, ia ada, di sini. Tetapi ia hanya tertawa, rancak, seperti biasa, "aku tidak menyukai gunung, aku lebih suka pergi ke pantai. Meskipun kau ajak aku serta, aku belum tentu sedia."
"Yang benar saja! dia pasti sedang bercanda." :)
Di sini, kalian bisa berfoto dengan latar bebukitan, berfoto di atas bebatuan, berikut dengan hamparan pasir luas yang terbentang.
Setelah cukup merasa puas menikmati tempat ini, kami pun beranjak melanjutkan perjalanan.
"Ini destinasi terakhir yang akan kita kunjungi Mbak," jelas supir kami lagi.
"Oh ya? sungguh saya sudah tidak sabar." :)
Suasana cukup riuh, tampaknya ini menjadi tempat pemberhentian rerata jip yang membawa rombongan.
Allah, Sang Maha Agung yang menciptakan Bromo.
Terimakasih hamba haturkan.
"Yang benar saja! dia pasti sedang bercanda." :)
Di sini, kalian bisa berfoto dengan latar bebukitan, berfoto di atas bebatuan, berikut dengan hamparan pasir luas yang terbentang.
Setelah cukup merasa puas menikmati tempat ini, kami pun beranjak melanjutkan perjalanan.
"Ini destinasi terakhir yang akan kita kunjungi Mbak," jelas supir kami lagi.
"Oh ya? sungguh saya sudah tidak sabar." :)
SAVANNA-BUKIT TELETUBBIES
Sampailah kami di Bukit Savanna. Konon, jika datang di saat yang tepat, kalian bisa menikmati Padang Savanna dengan warna cantik dan berwarna. Seribu sayang. Saya dan rombongan berkunjung saat musim kerontang. Padang Savanna jadi tak ubahnya ilalang, kekuningan seperti rerumputan yang lama tak tersirami air hujan.
jalanan yang berdebu |
Beberapa penjaja makanan juga tampak memenuhi di kanan dan kiri. Begitupun penawar jasa kuda dan beberapa penjual oleh-oleh khas.
Suasana di Bukit Teletubbies yang ramai |
Kami cukup banyak mengambil foto di tempat ini. Udara hangat menjelang panas nampaknya menaikkan semangat. 😊
Ini menjadi akhir perjalanan sekaligus penutup yang sangat berkesan.
Saya bahagia sekali, alhamdulillah.
Meski belum juga genap pencarian saya tentang tujuan di hadapan.
Semua masih gelap. Dan saya memilih untuk pasrah berserah.
Bisa jadi, akan ada penanda di dalam perjalanan-perjalanan yang berikutnya.
Terimakasih hamba haturkan.
Terimakasih telah membaca dan meninggalkan jejak komentar sebagai wujud apresiasi. ^_^ Semoga postingan ini dapat memberi manfaat dan mohon maaf komentar berupa spam atau link hidup akan dihapus. Terima kasih.
20 komentar
Mbak nurin aku mupeng berat, ini bagus banget pemandangannya, aku mau ke bromo jugaaa
ReplyDeletepergilah Mbaaak, mumpung masih muda. :)
DeleteSuka puisinya mbak nurin, penuh makna euy..
ReplyDeleteAku dari dulu pengen ke bromo belum kesampean
semoga suatu saat kesampaian ya Mbaak. :)
DeleteWaaah saya belum pernah ke Bromo lho. Dan kalimat dalam puisi pembuka itu bagus bangeeet!
ReplyDeletepergi Uni, semoga suatu saat nanti ya. :)
Deletemasha Allah indaaah..
ReplyDeletemaha suci Allah Mbak yang telah menciptakan Bromo.
DeleteYa ampun aku udah lama banget nggak ke Bromo. Pemandangannya indah banget ya mba. Bromo memang luar biasa ya mba
ReplyDeletepergi lagi Mbak. :)
DeleteSayang banget Bukit Teletubbies-nya sedang kering kerontang. Mataharinya nampak menyengat ya mba.
ReplyDeleteiya Mbak menyengat tapi tetep adem lho, saya masih jaketan hihi :)
DeleteSuka cara penyampaian ceritanya,, :) :) :)
ReplyDeleteDulu kesana pas Januari, sabana nya lagi hijau2nya, cantik hehe..
-Traveler Paruh Waktu
terimakasih. Iya sayang saya datang pas lagi kering-keringnya.
DeletePuisinya keren, mau coba juga nih jalan-jalan ke Bromo
ReplyDeletehayo! :)
DeleteWow.., keren banget tempatnnya ya mbak, sejauh mata memandang dikelilingi pasir, cocok ne sebagai tempat untuk film2 action.
ReplyDeleteiya Mbak, katanya lautan pasirnya sudah beberapa kali dijadikan tempat syuting film. :)
DeleteWoaaa bukit teletubies sekarang ada tulisannya? terkedjoet. Btw suka bgt deh sama template blog nya, so lovely
ReplyDeleteterimakasih, :)
Delete