Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillah memasuki tahun baru, Hijriah 1438. Ada semangkuk harapan dan panjatan doa, semoga kita semua dapat menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Amin. :)
Hari ini hujan turun seharian, dingin. Langit mendung, pekat. Angin berhembus, kencang. Saya menatap ke luar jendela, lebih lama, sembari menghabiskan membaca satu buah buku yang saya janjikan untuk saya bagi kepada Perempuan Pertama.
Masih ingat cerita saya pada seri Perempuan beberapa waktu lalu?
Setelah saya menuliskan kisah seri 3 Perempuan, ada banyak pembaca perempuan yang mengapresiasi kisah ini, dan diantaranya ada yang dengan senang hati berbagi cerita dengan harapan yang teramat besar bahwa saya dapat membaginya dan menuliskannya di blog ini. Maka kisah-kisah itu kemudian saya kumpulkan dan saya simpan, sebab saya perlu mengumpulkan -banyak kegelisahan- untuk menyampaikan sesuatu. Juga saya butuh kekuatan, biidznillah, mudah-mudahan, saya bisa berbagi dengan kisah yang dapat lebih banyak membuka nurani dan menginspirasi.
Kalian tahu? menuliskan sesuatu untuk dibagikan kepada banyak orang itu sama tidak mudahnya dengan menjadi pembicara materi motivasi, motivator. Beban. Sebab, bisa jadi apa yang saya tuliskan itu hanya sekedar menjadi -Kabura Maqtaan-. Berat. Dan, saya kembali, menatap ke luar jendela, kali ini sambil menutup buku yang telah saya tamatkan berulang-ulang. Apakah semua hal yang telah saya tuliskan, dan bagikan telah bersesuaian dengan diri saya? telah saya lakukan sepenuhnya? telah benar-benar menjadi bagian dari diri saya?
Bisa Jadi masih seperti ini. :( sumber gambar: https://www.facebook.com/Mamomics |
Lalu saya mengingat pernyataan adik saya, baru saja ia mengatakan bahwa,
"Tidak ada yang benar-benar 'sesungguhnya' Mbak di dunia maya. Semua itu ilusi. Status-status pencitraan. Kamera HP Mbak apalagi, tingkat kebohongannya tinggi banget, menipu banget", sambil terkekeh memperlihatkan hasil foto menggunakan kamera HP saya yang tentu saja hasilnya jadi jauh lebih cantik dibandingkan aslinya.
Ya, benar sekali, bisa jadi mirip seperti ilustrasi Dunia Maya vs Dunia Nyata di atas, lucu ya, sepintas nampak satire. Tetapi demikianlah kenyataan, dan itu terjadi. Kita baru saja belajar dari sang motivator kondang, MT yang kabarnya resign dari pekerjaannya sebagai motivator. Karena apa? karena memang tak mudah menyelaraskan antara ucapan dan perbuatan. Antara tulisan dan akhlak yang ditampilkan.
Bahwa apa yang tampak dipermukaan, belum tentu sesuai dengan kenyataan. Apa yang telah kita ucapkan belum tentu sebaik dengan apa yang telah kita praktikkan. Apa yang telah kita tuliskan -di dunia maya apalagi- belum tentu telah mencerminkan diri kita sebenar-benar. Yang tampak bisa jadi pencitraan, yang tampak boleh jadi hanya ilusi, kebohongan yang tertutupi, kefanaan semata.
Bahwa apa yang tampak dipermukaan, belum tentu sesuai dengan kenyataan. Apa yang telah kita ucapkan belum tentu sebaik dengan apa yang telah kita praktikkan. Apa yang telah kita tuliskan -di dunia maya apalagi- belum tentu telah mencerminkan diri kita sebenar-benar. Yang tampak bisa jadi pencitraan, yang tampak boleh jadi hanya ilusi, kebohongan yang tertutupi, kefanaan semata.
Maka, demikianlah sebagian manusia -saya masih yakin tidak semua demikian- yang sibuk tampil sebaik mungkin di dunia maya, update setiap waktu, memampang semua aktivitas yang dilakukan, bisa jadi pada kenyataannya adalah manusia-manusia yang tak pandai bersosialisasi, tak punya banyak teman, sibuk sendiri, sendirian, kesepian. Kehidupan glamour, femes dan ngetop hanya seperti bayang-bayang, tidak nyata, fana. Apalah arti jutaan followers dan ribuan likers dibandingkan satu sahabat dekat yang 'nyata', yang dapat diandalkan, menemani, mengingatkan dan menguatkan. Bukan begitu?
Kemudian saya menarik kesimpulan ini kepada hal yang lebih prinsipil, lebih asasi. Dunia vs Akhirat dan mengganti kalimat adik saya tadi,
Karenanya, tidak pernah merugi manusia yang tujuannya adalah akhirat. Dunia dinikmati, pulang di akhirat bergelimang nikmat.
###
Ah ya, kembali sejenak kepada cerita Perempuan Pertama. Banyak yang bertanya pada saya, bagaimana kisah ujung dari tiga perempuan ini setelah saya ceritakan. Saya menunggu waktu yang tepat, menunggu saat saya bisa kembali bertemu dengan Perempuan Pertama. Dan, alhamdulillah, Allah takdirkan saya bertemu kembali dengannya, bertatap muka langsung, dalam pertengahan bulan lalu. Karena faktor kedekatan saya dengannya, saat pertemuan itu, saya dengan berani berkata padanya,
Ia bertanya tentang suatu hal yang tidak dapat saya jawab seketika saat itu juga, perlu waktu dan mengatur kata-kata. Dan ini, sebagian kata-kata dari buku yang saya baca, yang dapat saya ingat, dan saya rangkai kembali intinya.
Tentang Allah
Jika ditanya, siapa Tuhan kita, siapa yang paling kita cintai di dunia? spontan kita menjawab, Allah, Allah, Allah. Jawaban yang sungguh baik, tapi kenyataannya kita ini kenal Allah tapi seperti tidak kenal. Kita tahu Allah tapi seperti pura-pura tidak tahu. Kita tahu Allah pemilik langit dan bumi, pemilik nyawa, pemilik rizqi dan segala, tapi hanya sekedar tahu dipermukaan, di lisan, belum sampai pada level keyakinan yang benar-benar. Jika kita yakin semua hal terjadi atas kebesaran Allah, atas kekuasaan Allah, maka tidak akan ada kemarahan saat kehilangan. Jika kita tahu Allah maha besar maka tidak akan ada sebesar-besar masalah dalam kehidupan, karena kita tahu Allah pasti memberikan sebaik-baik kehidupan, sebaik-baik keadaan, yakin dan percaya bahwa pilihan Allah pasti baik dan membaikkan.
Tentang Ikhtiar
Kenyataannya, kita tidak pernah benar-benar mentauhidkan Allah. Bisa jadi, selama ini kita masih menduakan Allah, menigakan Allah, meng-empatkan Allah atau bahkan melimakan Allah. :(. Saat kita kesulitan, terseok-seok mendapatkan masalah, kita kelimpungan mencari tempat penyelesaian masalah. Ke mana? mendatangi manusia, curhat, minta tolong, minta bantuan. Tapi, tidak pernah sedikitpun kita mengingat untuk mendatangi Allah terlebih dahulu. Allah itu letaknya belakangan, nanti akhiran, kalau semua jalan sudah buntu, baru kita menengadah.
Jadi bukan ikhtiarnya -selain berdoa- yang dituhankan. Seolah-olah satu-satunya jalan penyelesaian masalah adalah lewat ikhtiar kita, bukan. Bukan. Tidak selamanya ikhtiar itu membuahkan hasil sesuai harapan, jika Allah belum berkehendak jadi, ya tidak kejadian, seribu kali pun kita berusaha. Hasil itu bisa saja mengkhianati usaha, atas izin Allah. Begitu pula sebaliknya, tanpa usaha pun bisa jadi membuahkan hasil, atas izin Allah. Itu yang kita namakan keajaiban.
Maka peran kita, peran manusia, adalah peran meminta, peran kita berdoa. Di mana ada doa, di situ ada jalan. If there is doa, there is a way. Tapi sayangnya, kita jarang sekali mengandalkan meminta, jarang sekali mengandalkan Allah dalam segala urusan. Kita terlalu pede, bahwa semua usaha kita akan berhasil. Kita terlalu pede mengandalkan bantuan orang lain.
Selama kita memintanya kepada Allah, mengandalkan Allah, jalan ikhtiar tetap dijalankan. Sehingga, berikutnya, ikhtiar itu tidak akan menjadi 'Tuhan' baru. Saat sakit, tidak lagi kita bicara, bahwa "kalau tidak datang ke dokter A, gak akan sembuh". Saat kesulitan ekonomi, tidak lagi berkata, "kalau gak karena dipinjamin B, gak tahu lagi deh mau makan apa", gak akan, gak akan. Sebab Allah yang mencukupkan, Allah yang menyembuhkan. Peran manusia adalah peran meminta, peran berdoa, kemudian berikhtiar.
Tentang Anak
Coba tanya dengan yang sampai saat ini belum dapat jodoh. Jika ditanya, "sudah ikhtiar belum?"
jawabannya pasti kebanyakan "sudah". "Sudah minta belum?", "sudah doa sama Allah untuk benar-benar meminta jodoh?". Jawabannya juga pasti kebanyakan "ya, sudah".
Coba di cek,
"tadi sholat dzuhur doa minta jodoh gak?"
"gak"
"sholat ashar doa minta jodoh?"
"gak"
"maghrib doa?"
"gak"
"isya doa?"
"gak"
"tahajud tiap malam?"
"gak pernah"
"subuh?"
"kesiangan"
"dhuha?"
"jarang-jarang sholat dhuha"
Terus yang dikatain sudah berdoa itu di mana? di mana? gak mungkin Allah gak kasih, gak mungkin kalau sudah minta.
Firman Allah: "Berdoalah kamu sekalian hanya kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkan doa kalian". (Q.S Al-Mukmin: 60).
"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku, dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran". (Q.S. Al-Baqarah: 186).
Itu janji Allah, janji Allah sudah pasti benar dan terjadi. Siapa yang berdoa kepada Allah, siapa yang meminta pasti dikabulkan.
Pertanyaannya, "sudahkah kita benar-benar berdoa?", "sudahkah kita benar-benar menumpukan semua harapan hanya kepada Allah?". "Hanya kepada Allah dan bukan dengan yang lain?" "berdoa yang bukan hanya sekali?" "meminta yang benar-benar meratap?" "meminta berulang-ulang sampai dipenuhi?" "sampai terkabul?"
Gak mungkin, gak mungkin gak dikasih kalau sudah minta. Masak Allah tega terhadap ratapan hambanya? apa iya Allah menyalahi janji?
Kecuali selama berdoa, kita juga sembari maksiat, nah ini yang susah, ini yang kemudian menjadi penghalang. Maka ketika kita meminta, ketika berdoa, baikkan hubungan dengan Allah. Perbanyak istighfar, bertaubat, sholatnya dimantepin, sedekahnya dibanyakin, tahajudnya dilakuin, dhuhanya dikerjain. Jaga lisan, jaga pendengaran, jaga mata, perbanyak kebaikan, tahan keburukan, jaga diri dari kemaksiatan. Ketika Allah sudah ridlo, maka mudah saja bagi Allah, tidak ada yang tidak mungkin. Kun---fayakun.
Maka demikianlah, kalimat-kalimat ini yang ingin saya sampaikan kepada Perempuan Pertama.
Bahwa pada akhirnya nanti, jika pun doa belum terijabah, kita telah benar-benar berdoa, telah benar-benar meminta. Hadir atau tidak hadirnya anak, pasrah, ikhlas, lillah, kepada Allah, sebaik-sebaik pemberi takdir. Karena Allah yang paling tahu hal apa yang terbaik untuk para hambanya. Sehingga anak bukan lagi menjadi tujuan akhir, bukan lagi keharusan, sebab itu sudah masuk ranah Allah, hak Allah. Peran kita peran meminta, peran berdoa, peran ikhtiar.
Kemudian saya menarik kesimpulan ini kepada hal yang lebih prinsipil, lebih asasi. Dunia vs Akhirat dan mengganti kalimat adik saya tadi,
"Tidak ada yang benar-benar 'sesungguhnya' Mbak di dunia ini. Semua itu ilusi, tingkat kebohongannya tinggi, menipu",Iya ya? dunia ini semu, ilusi, tidak ada kepemilikan. Kita ini sejatinya tidak memiliki apa-apa. Dunia ini semakin dikejar semakin melelahkan. Dunia ini tidak abadi, dan bahkan kita hidup di dunia, hanya sebentar, sesaat. Lahir tidak membawa apa-apa, wafat juga tidak membawa apa-apa. Tidak ada. Tidak ada kepemilikan.
Apalah artinya dunia dalam genggaman kita ini, keturunan, harta yang melimpah, rumah megah, kendaraan yang wah, jabatan, prestasi, tetapi saat di akhirat kita tak memiliki bekal apa-apa, dan pada kenyataannya -pada kehidupan akhirat yang abadi- kita terseok-seok di dasar jahannam? betapa kasihan, betapa merugi, betapa mengenaskan.
Karenanya, tidak pernah merugi manusia yang tujuannya adalah akhirat. Dunia dinikmati, pulang di akhirat bergelimang nikmat.
###
Ah ya, kembali sejenak kepada cerita Perempuan Pertama. Banyak yang bertanya pada saya, bagaimana kisah ujung dari tiga perempuan ini setelah saya ceritakan. Saya menunggu waktu yang tepat, menunggu saat saya bisa kembali bertemu dengan Perempuan Pertama. Dan, alhamdulillah, Allah takdirkan saya bertemu kembali dengannya, bertatap muka langsung, dalam pertengahan bulan lalu. Karena faktor kedekatan saya dengannya, saat pertemuan itu, saya dengan berani berkata padanya,
"Kok sekarang kurusan, kusem, jerawatan? banyak fikiran ya?" :)Lalu, mulailah mengalir cerita-cerita kami tentang tema yang sama yang nyaris selalu kami perbincangkan saat bertemu, tentang anak, tentang ikhtiar dan takdir Tuhan.
Ia bertanya tentang suatu hal yang tidak dapat saya jawab seketika saat itu juga, perlu waktu dan mengatur kata-kata. Dan ini, sebagian kata-kata dari buku yang saya baca, yang dapat saya ingat, dan saya rangkai kembali intinya.
Tentang Allah
Jika ditanya, siapa Tuhan kita, siapa yang paling kita cintai di dunia? spontan kita menjawab, Allah, Allah, Allah. Jawaban yang sungguh baik, tapi kenyataannya kita ini kenal Allah tapi seperti tidak kenal. Kita tahu Allah tapi seperti pura-pura tidak tahu. Kita tahu Allah pemilik langit dan bumi, pemilik nyawa, pemilik rizqi dan segala, tapi hanya sekedar tahu dipermukaan, di lisan, belum sampai pada level keyakinan yang benar-benar. Jika kita yakin semua hal terjadi atas kebesaran Allah, atas kekuasaan Allah, maka tidak akan ada kemarahan saat kehilangan. Jika kita tahu Allah maha besar maka tidak akan ada sebesar-besar masalah dalam kehidupan, karena kita tahu Allah pasti memberikan sebaik-baik kehidupan, sebaik-baik keadaan, yakin dan percaya bahwa pilihan Allah pasti baik dan membaikkan.
Tentang Ikhtiar
Kenyataannya, kita tidak pernah benar-benar mentauhidkan Allah. Bisa jadi, selama ini kita masih menduakan Allah, menigakan Allah, meng-empatkan Allah atau bahkan melimakan Allah. :(. Saat kita kesulitan, terseok-seok mendapatkan masalah, kita kelimpungan mencari tempat penyelesaian masalah. Ke mana? mendatangi manusia, curhat, minta tolong, minta bantuan. Tapi, tidak pernah sedikitpun kita mengingat untuk mendatangi Allah terlebih dahulu. Allah itu letaknya belakangan, nanti akhiran, kalau semua jalan sudah buntu, baru kita menengadah.
Jadi bukan ikhtiarnya -selain berdoa- yang dituhankan. Seolah-olah satu-satunya jalan penyelesaian masalah adalah lewat ikhtiar kita, bukan. Bukan. Tidak selamanya ikhtiar itu membuahkan hasil sesuai harapan, jika Allah belum berkehendak jadi, ya tidak kejadian, seribu kali pun kita berusaha. Hasil itu bisa saja mengkhianati usaha, atas izin Allah. Begitu pula sebaliknya, tanpa usaha pun bisa jadi membuahkan hasil, atas izin Allah. Itu yang kita namakan keajaiban.
Maka peran kita, peran manusia, adalah peran meminta, peran kita berdoa. Di mana ada doa, di situ ada jalan. If there is doa, there is a way. Tapi sayangnya, kita jarang sekali mengandalkan meminta, jarang sekali mengandalkan Allah dalam segala urusan. Kita terlalu pede, bahwa semua usaha kita akan berhasil. Kita terlalu pede mengandalkan bantuan orang lain.
Selama kita memintanya kepada Allah, mengandalkan Allah, jalan ikhtiar tetap dijalankan. Sehingga, berikutnya, ikhtiar itu tidak akan menjadi 'Tuhan' baru. Saat sakit, tidak lagi kita bicara, bahwa "kalau tidak datang ke dokter A, gak akan sembuh". Saat kesulitan ekonomi, tidak lagi berkata, "kalau gak karena dipinjamin B, gak tahu lagi deh mau makan apa", gak akan, gak akan. Sebab Allah yang mencukupkan, Allah yang menyembuhkan. Peran manusia adalah peran meminta, peran berdoa, kemudian berikhtiar.
Tentang Anak
Coba tanya dengan yang sampai saat ini belum dapat jodoh. Jika ditanya, "sudah ikhtiar belum?"
jawabannya pasti kebanyakan "sudah". "Sudah minta belum?", "sudah doa sama Allah untuk benar-benar meminta jodoh?". Jawabannya juga pasti kebanyakan "ya, sudah".
Coba di cek,
"tadi sholat dzuhur doa minta jodoh gak?"
"gak"
"sholat ashar doa minta jodoh?"
"gak"
"maghrib doa?"
"gak"
"isya doa?"
"gak"
"tahajud tiap malam?"
"gak pernah"
"subuh?"
"kesiangan"
"dhuha?"
"jarang-jarang sholat dhuha"
Terus yang dikatain sudah berdoa itu di mana? di mana? gak mungkin Allah gak kasih, gak mungkin kalau sudah minta.
Firman Allah: "Berdoalah kamu sekalian hanya kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkan doa kalian". (Q.S Al-Mukmin: 60).
"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku, dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran". (Q.S. Al-Baqarah: 186).
Itu janji Allah, janji Allah sudah pasti benar dan terjadi. Siapa yang berdoa kepada Allah, siapa yang meminta pasti dikabulkan.
Pertanyaannya, "sudahkah kita benar-benar berdoa?", "sudahkah kita benar-benar menumpukan semua harapan hanya kepada Allah?". "Hanya kepada Allah dan bukan dengan yang lain?" "berdoa yang bukan hanya sekali?" "meminta yang benar-benar meratap?" "meminta berulang-ulang sampai dipenuhi?" "sampai terkabul?"
Gak mungkin, gak mungkin gak dikasih kalau sudah minta. Masak Allah tega terhadap ratapan hambanya? apa iya Allah menyalahi janji?
Kecuali selama berdoa, kita juga sembari maksiat, nah ini yang susah, ini yang kemudian menjadi penghalang. Maka ketika kita meminta, ketika berdoa, baikkan hubungan dengan Allah. Perbanyak istighfar, bertaubat, sholatnya dimantepin, sedekahnya dibanyakin, tahajudnya dilakuin, dhuhanya dikerjain. Jaga lisan, jaga pendengaran, jaga mata, perbanyak kebaikan, tahan keburukan, jaga diri dari kemaksiatan. Ketika Allah sudah ridlo, maka mudah saja bagi Allah, tidak ada yang tidak mungkin. Kun---fayakun.
Maka demikianlah, kalimat-kalimat ini yang ingin saya sampaikan kepada Perempuan Pertama.
Bahwa pada akhirnya nanti, jika pun doa belum terijabah, kita telah benar-benar berdoa, telah benar-benar meminta. Hadir atau tidak hadirnya anak, pasrah, ikhlas, lillah, kepada Allah, sebaik-sebaik pemberi takdir. Karena Allah yang paling tahu hal apa yang terbaik untuk para hambanya. Sehingga anak bukan lagi menjadi tujuan akhir, bukan lagi keharusan, sebab itu sudah masuk ranah Allah, hak Allah. Peran kita peran meminta, peran berdoa, peran ikhtiar.
If there is doa, there is a way
Di mana ada doa, di situ inshaAllah ada jalan. Maka, demikianlah yang terjadi pada kisah para anbiya di zaman jauh sebelum ini. Kisah Nabi Zakaria yang tak pernah putus meminta, Nabi Ayyub yang sedang diuji sakitnya. Kita belajar satu adab lagi, yakni perlu bersabar dalam meminta. Jangan tergesa, tak usah terburu. Sebab hanya Allah yang paling tahu apa yang terbaik untuk kita di masa yang akan datang. Manusia buta, manusia tak pernah tahu apa-apa.
Dan, kesabaran serta penantian panjang itu akhirnya berbuah.
Pada Perempuan Ketiga. Pada perempuan ketiga yang baru saja melangsungkan pernikahannya, dan menyampaian undangannya kepada saya dengan binar bahagia.
Lantas bagaimana kisah Perempuan Kedua?
Padanya, kita akan memetik satu pelajaran lagi, tentang doa.
Suatu senja, kami kembali berbincang, dalam pertengahan bulan lalu juga, tentang kegelisahannya dalam menetapkan pilihan.
Saya tak dapat memberikan jalan mana yang terbaik untuknya, sebab ia yang paling tahu dan paling merasakan. Tak ada yang lebih baik dari saran untuk memperbanyak istikhoroh.
Tidak ada jalan yang lebih baik pada permasalahan yang merepotkan manusia, menggelisahkan dan membingungkan selain dengan berdoa, meminta, salat.
"MasyaAllah, sebegini-begininya ya Allah mengajarkan kita, hambanya?", saya membatin dalam hati. Apa-apa ya mintanya ke Allah, butuh apa pun ya mintanya ke Allah, sampai bingung pun ya datangnya ke Allah. Semua sudah ada caranya, ada rambunya, ada petunjuknya. Bahkan dalam salat lima waktu, apa yang senantiasa kita ulang?
Ini janji kita kepada Allah. Ikrar kita bahwa sebagai manusia kita akan senantiasa ingatnya ke Allah, mohonnya ke Allah, minta tolongnya kepada Allah, butuhnya ke Allah.
Allah sebagai tujuan, Allah sebagai tumpuan harapan, inshaAllah pasti ada jalan.
Saya mengakhiri tulisan ini dan segera menghubungi Perempuan Pertama.
"Ini yang ingin kusampaikan kemarin"
Saya tahu, ia pasti akan akan tersenyum, setengah mengejek, seperti saat pertemuan terakhir tempo hari.
"Untukmu juga". Mengingatkan kepada saya, bahwa apapun yang telah secara sadar dan berani diungkapkan, dituliskan, harus berani dipertanggung jawabkan dan dipraktikkan.
Semoga di tahun yang baru ini, kita bisa kembali belajar, dan berupaya menjadi pribadi-pribadi yang lebih baik lagi. Amin ya rabb. Amin ya rabbal alamin.
Muharram, 1438 H
Wallahua'lam bish shawab.
Dan, kesabaran serta penantian panjang itu akhirnya berbuah.
Pada Perempuan Ketiga. Pada perempuan ketiga yang baru saja melangsungkan pernikahannya, dan menyampaian undangannya kepada saya dengan binar bahagia.
Lantas bagaimana kisah Perempuan Kedua?
Padanya, kita akan memetik satu pelajaran lagi, tentang doa.
Suatu senja, kami kembali berbincang, dalam pertengahan bulan lalu juga, tentang kegelisahannya dalam menetapkan pilihan.
Saya tak dapat memberikan jalan mana yang terbaik untuknya, sebab ia yang paling tahu dan paling merasakan. Tak ada yang lebih baik dari saran untuk memperbanyak istikhoroh.
If there is doa, there is a way
"....mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (Q.S Al-Baqarah: 153).
"MasyaAllah, sebegini-begininya ya Allah mengajarkan kita, hambanya?", saya membatin dalam hati. Apa-apa ya mintanya ke Allah, butuh apa pun ya mintanya ke Allah, sampai bingung pun ya datangnya ke Allah. Semua sudah ada caranya, ada rambunya, ada petunjuknya. Bahkan dalam salat lima waktu, apa yang senantiasa kita ulang?
Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in. Hanya kepadamu kami menyembah, dan hanya kepadamulah kami memohon pertolongan.
Ini janji kita kepada Allah. Ikrar kita bahwa sebagai manusia kita akan senantiasa ingatnya ke Allah, mohonnya ke Allah, minta tolongnya kepada Allah, butuhnya ke Allah.
Saya mengakhiri tulisan ini dan segera menghubungi Perempuan Pertama.
"Ini yang ingin kusampaikan kemarin"
Saya tahu, ia pasti akan akan tersenyum, setengah mengejek, seperti saat pertemuan terakhir tempo hari.
"Untukmu juga". Mengingatkan kepada saya, bahwa apapun yang telah secara sadar dan berani diungkapkan, dituliskan, harus berani dipertanggung jawabkan dan dipraktikkan.
Tidak ada sahabat yang lebih baik dari sebenar-benar sahabat bukan? yang berani dengan lantang mengingatkan dan menguatkan, dengan cara yang ahsan?
Semoga di tahun yang baru ini, kita bisa kembali belajar, dan berupaya menjadi pribadi-pribadi yang lebih baik lagi. Amin ya rabb. Amin ya rabbal alamin.
Muharram, 1438 H
Wallahua'lam bish shawab.
Terimakasih telah membaca dan meninggalkan jejak komentar sebagai wujud apresiasi. ^_^ Semoga postingan ini dapat memberi manfaat dan mohon maaf komentar berupa spam atau link hidup akan dihapus. Terima kasih.
35 komentar
Aamiin. YRA. Makasih sudah sharing, bisa membukakan mata siapapun yg membaca :)
ReplyDeleteYa Mbak, sama-sama. Semoga kita semua bisa menjadi lebih baik lagi ya. amin.
Deleteastagaaa ilustrasinya "jleb" banget.. apa2 dijadiin status, mending dijadiin postingan, lebih panjang *eh :D
ReplyDeleteMending jadi postingan minimal 1000 kata ya Mbak Sari, :)
DeleteBener banget memang susah mba untuk menyelaraskan apa yang dituliskan, apa yang diucapkan dengan tingkah laku real tapi semuanya balik kepada komitmen pribadi. Jika sudah komit dengan apa yang dituliskan dan diucapkan insyaAlloh selaras. Saya pun masih terus berusaha "Menjadi Baik" dan sebisa mungkin selaras dengan apa yang saya tuliskan. Baca tulisan ini kembali lagi diingatkan :) nice sharing mba ^^
ReplyDeletebenar sekali Mbak Herva, sebagai manusia mesti terus usaha "Menjadi Baik" dan "Menjadi Lebih Baik".
DeleteMembaca postingan ini, saya jadi ingat pesan seorang guru ruhani, "Menujulah ke yang sesungguhnya. Jangan sampai engkau beribadah kepada Allah, bukan Allah yang dituju, tapi motivasinya hanya ingin dunia ciptaan Allah."
ReplyDeleteterimakasih sudah berkunjung dan membaca Pak.
DeleteSpeechless.
ReplyDeleteMakasih mba sudah mengingatkan saya.
Sama-sama Mbak Ety,saling mengingatkan kita ya. :)
DeleteJudulnya membuat semangat, saya selalu percaya ekkuatan doa :)
ReplyDeleteDan percaya bahwa Allah pasti menjawab setiap doa. :)
Deleteterima kasih mba... bacaan yang sarat makna di kala sore di bawah derap hujan begini. thanks for sharing.
ReplyDeleteSama-sama Mbak Ira. :)
Deletenice, sdh mengingatkan :)
ReplyDeletesalam kenal, blognya sdh saya folow
Ya Mbak, sama-sama Mbak Milda. Salam kenal kembali, ya, sudah saya folbek. :)
DeleteTulisannya, sepanjang saya BW hari ini, yg paling inspiratif Seolah2 bikin saya berhenti sejenak utk baca postingan utk kebutuhan rohani. TFS mbak :)
ReplyDeleteTerimakasih Mbak April Hamsa, semoga bermanfaat ya. :)
DeleteAlhamdulillah, postingan yang manfaat untuk dibaca. Salut pada Nurin dengan tulisan yang panjang, berbobot dan manfaat...untuk renungan.
ReplyDeleteYa Bunda Yati, terimaksih telah berkenan berkunjung dan membaca. Semoga bermanfaat ya Bunda. :)
Deletepagi-pagi baca renungan seperti ini, inspiratif sekali mbak :)
ReplyDeleteaminnn semoga kita selalu menjadi pribadi yang lebih baik ya
amin, terimakasih telah berkenan berkunjung dan membaca. :)
DeleteSemua kembali pada diri masing2. Doa itu masalah keimanan. Masalah kebiasaan. Nuhun atas pengingatnya ^_^
ReplyDeleteSami-sami. Terimakasih telah membaca dan berkunjung.
DeleteTerimakasih sudah diingatkan ya mbak. Saya speechless bacanya, berasa tertampar. Hehe
ReplyDeleteSemoga segala doa-doa baik kita dikabulkan oleh Allah. Aamiin :)
Sama-sama Mbak Neisia, semoga manfaat ya. Amin-amin. :)
DeleteAh ya, pesona dunia kadang melupakan sejenak kepada Sang Pemberi Rizki. Makasih remindernya, mba.
ReplyDeleteyap, benar sekali Mbak Helena. Sama-sama Mbak helena.
DeleteMakasih mbak pengingatnya. Berasa di keplak baca ini, betapa seringnya lupa pada pencipta :(
ReplyDeleteSama-sama Mbak Yasinta. Pengingat untuk diri saya pribadi juga :)
DeleteMakasih mba, sharingnya :)
ReplyDeleteSama-sama Mbak :)
DeleteHm.. Mungkin saya kurang meratapnya aja nih kalau masalah jodoh..
ReplyDelete:)
DeleteSemoga tulisan ini bisa menebar manfaat dan menjadi kebaikan bagi penulisnya.
ReplyDeleteMemang, di dunia Maya apa yang tampak terkadang berbeda, karena kita tidak 'melihat' secara langsung. Itulah sebabnya untuk benar2 berusaha menjadi diri sendiri dalam segala situasi dan kondisi.
Dan permasalahan ketauhidan ini, memang masih sering ditemui hal yang melenceng. Seperti pemahaman Rejeki Tidak Kemana, namun masih banyak bersikap iri hati ketika yang lain mendapat rezeki. Atau meminta bantuan kepada manusia lebih dahulu padahal etikanya yaa minta tolong sama Allah dulu. Gitu
Semoga kita bisa senantiasa istiqomah ihdinashshirotolmustaqim.