Bismillahirrahmanirrahim.
Tumbenan saya ngikutin berita yang lagi booming... :p
Saya jaraaaang sekali, bisa nulis sesuai tema yang lagi tren, hot atau sedang rame dibicarakan. Karena ya, saya paling malas ikut-ikutan komen atau ngebahas sesuatu yang gak pas buat didebatin, buang-buang waktu, gak seneng juga ngerusuh, dan merasa otak sudah terlampau penuh kalau melulu ngikutin apa yang sedang ramai dihebohkan.
Selain alasan itu, alasan utama lainnya karena saya ngeblog buat kegembiraan, saya akan menulis saat saya ingin menuliskannya, gak pengen ada paksaan atau keharusan ikut-ikut latah nimbrung sesuatu yang sebenernya sama sekali gak menarik buat saya. Yah, saya nulis buat senang-senang otak, buat ngebahagiain hati, semacam gak pengen nyeleb gitu lah, pengen hidup sederhana dan bahagia, tapi tetep rendah hati dan senang berbagi. :)
Jadi, ceritanya, kali ini saya tertarik buat ngebahas hastag #NikahMuda-nya Alvin, -dan bahkan untuk cari tahu ada apa yang terjadi saya sampai ubek-ubek instagram dan ask.fm Alvin- beneran seriusss lah ini risetnya :p. Demi apa emak-emak
Lalu tema ini menggugah minat saya, karena bertemakan CINTA. #guwe banget gitulah #apa sih yang gak buat cinta? Gunung bakalan didaki, lautan pun rela diseberangi. Lol. :D.
Dan tema ini juga menjawab tantangan collaborative blogging, yang temanya terinspirasi oleh tulisan Mak Ade Delina, yang udah nulis duluan soal ini di sini:
Apa yang Bisa Diambil Dari Nikah Muda Muhammad Alvin Faiz?
#NikahMuda? Yuuk!
Sejak pemberitaan tentang pernikahan Muhammad Alvin Faiz dan Larissa Chou ini hangat diberitakan, Dan kemudian timeline saya penuh dengan status-status pro-kontra. Di situ saya mulai berfikir, 17 tahun, meeen..17 tahun... 17 tahun. Saya lagi ngapain waktu itu? Saya lagi mikirin apa ya? Saya sudah jadi apa ya di usia piyik itu? Karena saya melihat sosok Alvin yang dewasa dalam pemikiran dan sangat berani mengambil sebuah keputusan terbesar dalam hidup. PERNIKAHAN.
Itu bukan hal remeh, itu hal yang sangat besar di mana remaja seusia itu mungkin tidak banyak yang berani memutuskannya, boro-boro dah ah mikirin, uang jajan aja masih minta sama emak!, dan itu termasuk saya. #tutup muka malu, :p.
17 tahun itu masa saya baru lulus SMA, masih sibuk mikirin besok pengen jadi apa. Masih cengengesan, belum mateng, belum dewasa dan masih abege ilabil. Menikah? Sepertinya masih jauuuuuuh, belum kepikiran sama sekali. Kepengen nikah sih ada, tapi kalau diajak menikah masih entaran dulu lah ya. :)
Tetapi jodoh adalah jodoh. Takdir adalah takdir. Ketika Allah berkehendak. Jadilah, maka jadilah ia.
Dan, ini bagian dari takdir juga. Di mana sebenarnya, menurut saya lagi, pernikahan usia muda (semuda Alvin) ini bukan sesuatu yang gimana-gimana, kita sudah sering mendengarnya, biasa. Yang membuat heboh itu karena yang menikah ini Alvin, putera seorang Ustad, ulama terkenal. Kedua, karena pernikahan ini terlihat begitu sempurna. Dua muda-mudi yang saling cinta, yang satu ganteng maksimal, yang satu cantik maksimal, sama-sama terkenal, sama-sama cerdas dan punya talenta. (Relationship goal saya banget ini mah dulu waktu masih kiyis-kiyis, dilamar pangeran tampan, rupawan, hartawan, kaya raya, cerdas, berilmu, hafal Quran, dan anak orang terpandang. :D :D )
Ini bagian yang lantas bikin baper umat jomblo secara berjamaah. Ditambah lagi meme-meme gak penting banget seperti,
"Alvin, 17 tahun, udah nikah. Kamu, 25 tahun+++ ngapain aja?". Tahu gak? Kalau kata saya, pembuat meme-meme ini. Sadar gak sih, yang kalian lakukan itu JAHAAT. JAHAAT. Dan gaaak bangeeet. Plisss belajar buat men-share sesuatu yang baik, atau lebih baik diam. :(.
Gimana umat jomblo, gak pada baper, gak pada ngenes dan nelangsa, gimana gak coba?
Aaaaaaak, dalem banget itu meme.
Lalu, sebagian lagi, ikutan baper juga. Mengkritik, katanya, anak semuda itu mestinya jangan mikirin nikah dulu, berprestasi, bikin karya buat bangsa dan negara, mikirin yang lebih penting gitulah.
Jadi menikah bukan hal penting? Menikah juga hal penting. Menikah tidak pernah menjadi penghalang prestasi. Menikah juga bukan hal yang lantas memadamkan cita-cita dan karya anak muda untuk bangsa dan negaranya, semua bisa bersesuaian dan tidak perlu dikotak-kotakkan.
Lalu, menurut saya bagaimana?
Menurut saya, pernikahan Alvin ini Keren #NikahMuda ala definisi Alvin ini ya, di mata saya, ini beneran membanggakan. Di saat remaja seusia Alvin ini masih senang hura-hura, bergaul kelewat batas, pacaran, belum tahu apa-apa soal cari uang, Alvin sudah mendewasa dalam pemikiran. Tentang mencari nafkah? Alvin sendiri pun berpenghasilan, ia memiliki usaha dari berdagang dan menjadi trainer serta motivator buat anak-anak muda.
Pernikahannya pun legal dan sah secara hukum dan agama, melewati proses pengadilan. Dan pihak-pihak yang mengabulkan itu tentu paham dan sadar hukum agama, juga ketatanegaraan. Jadi, sebenarnya #NikahMuda nya gak masalah, dan gak perlu dipermasalahkan dan tidak ada yang perlu disewotkan bukan? Ini kenapa pada sewot mengenai pernikahan anak muda, tapi diam seribu bahasa saat anak muda yang lain lebih memilih hura-hura, menikah karena kecelakaan, atau berzina? Mengapa menghujat sampai bawa-bawa urusan agama, sementara merasa lebih bangga jika anak-anaknya ke mana-mana dibonceng pacar dan malam mingguan bersama? Mengganggap hal yang salah menjadi biasa, lalu lantas mencari-cari kesalahan sesuatu yang tidak ada salahnya.
Karena Menikah Ini Perintah Agama
Banyak yang tidak menyetujui nikah muda dengan beberapa alasan tertentu, seperti alasan belum matangnya organ reproduksi, belum matangnya pemikiran, belum mampu mencukupkan nafkah dan banyak lagi. Tetapi, sejatinya, ketidaksetujuan atau ketidaksukaan kita terhadap sesuatu tidak boleh dilandaskan kepada pendapat pribadi atau nafsu akal semata, harus ada landasan pemahaman yang baik dan menyeluruh menggunakan pandangan firman Allah dan sunnah Rasulullah. Juga, tidak boleh sama sekali menafikkan sesuatu yang sebenarnya baik, dan merupakan perintah agama.Jadi, menikahnya itu baik, apalagi jika cara menikahnya resmi dan halal dari tinjauan agama dan hukum negara. Menjadi lebih baik dan bermartabat jika niat menikahnya juga dilandasi kecintaan kuat untuk mengikuti perintah Allah dan sunnah Rasulullah.
Tapi kan, usianya masih terlalu muda? Sekolahnya bagaimana? Masa depannya bagaimana?
Inilah rahmatan lil alaminnya islam, yang mengatur bab tersendiri tentang menikah. Dalam islam, aturan untuk menikah adalah didasarkan pada fitrah manusia yang memiliki ketertarikan terhadap lawan jenisnya.
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung kepadanya..." Q.S Ar-Ruum:12.
Adalah sebuah fitrah manusia yang sangat alamiah, jika mulai menyukai lawan jenisnya. Hal ini adalah salah satu tanda kekuasaan dan karunia dari Allah Swt dan tidak bisa dihindari. Bahkan, jika pun kemudian perasaan ini tidak terjadi pada diri seseorang -atau bahkan membuatnya menyimpang hingga menyukai sesama jenisnya- maka ini merupakan sebuah kekurangan dan pada tahap lebih lanjut menjadi sebuah penyakit yang harus disembuhkan. Karena kealamiahan ini pada dasarnya haruslah tetap ada.
Sehingga membicarakan persoalan hati, ketertarikan atau cinta itu bukanlah hal yang tabu. Islam memberikan ruang sangat besar, dan mengagungkan cinta di mana dalam hal ini, legalitas terbesar, hakikat yang paling utama untuk mengendalikan dan mengatur jiwa, perasaan serta menempatkan cinta pada posisinya yang benar adalah dalam sebuah pernikahan.
PERNIKAHAN, yang dimulai dengan pintu akad nikah merupakan suatu akad yang berbeda spesifikasi dan kekhususannya dibanding akad-akad yang lain, jauh berbeda dengan akad jual beli misalnya. Pernikahan tidak seperti jual beli, hari ini bosan besok bisa ganti lagi. Atau bisa beli secara online, tanpa melihat barang, asal dengan foto cocok, bisa terjadi akad jual beli. Pernikahan tidak demikian, bahkan dianjurkan untuk melihat calon pasangan, atau dalam istilah dinamakan nadhor, atau pada bahasa yang lebih membumi dinamakan sebagai taarufan. Islam juga sangat menganjurkan dan sangat menghargai ketertarikan. Sehingga sah, boleh dan sunnah menikah dengan didasari rasa ketertarikan atau cinta.
".... Dan janganlah kamu menghalangi mereka menikah (lagi) dengan calon suaminya, apabila telah terjalin kecocokan di antara mereka dengan cara yang baik. Itulah yang dinasihatkan kepada orang-orang diantara kamu yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Itu lebih suci bagimu dan lebih bersih...." Q.S. Al-Baqarah:232.
Dalam kasus tertentu, bahkan bisa menjadi haram hukumnya bagi siapa saja yang menghalang-halangi tanpa alasan yang syar'i sebuah pernikahan pada dua orang yang saling mencintai. Jadi, cinta ini sudah bukan urusan bumi saja, tapi sedemikian pula diatur dan diagungkan oleh langit. Cinta memang bukan pondasi utama dalam pernikahan, tetapi menikah dengan dilandasi cinta itu lebih utama.
Juga, bagaimana Allah mengatur mengenai masalah ketertarikan ini, sehingga pernikahan tidak boleh terjadi jika memang benar-benar tidak ada ketertarikan di dalamnya. Sebagaimana kisah Khansa' binti Khiddam yang pernah dipaksa menikah oleh ayahnya padahal ia tidak mau. Kemudian datanglah ia kepada Rasulullah untuk mengadu, Dan kemudian Rasulullah membatalkan pernikahannya. (Kisah Khansa tersebut dalam hadits nabi pada Shahih: Irwaul Ghalil no 1830, Ibnu Majah dan Nasa'i).
Dari Abu Hurairah r.a bahwa Nabi bersabda, "Seorang janda tidak boleh dinikahkan sebelum dimintai pendapatnya dan tidak boleh (pula) seorang gadis dinikahkan hingga dimintai persetujuannya. (Muttafaqqun alaih: IX:191 no:5136).
Pernikahan adalah tempat bagi perayaan cinta. Sebab keluhuran perasaan manusiawi ini maka Allah memberikan wadah, tempat dan rumah yang paling sakral, paling suci dan paling berbudi, yakni di dalam bingkai pernikahan.
Firman Allah, " Dan nikahkanlah orang-orang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang patut (nikah) dari hamba-hamba sahaya lelakimu dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan allah maha luas pemberian-Nya lagi maha mengetahui. Dan orang-orang yang tidak mampu menikah maka hendaklah menjaga kesucian (dirinya) sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya...". Q.S An-Nuur: 32-33.
Firman Allah "dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu" ini merupakan perintah untuk menikah. Sebagian ulama berpendapat, menikah wajib hukumnya atas setiap orang yang mampu. Sebagian ulama tersebut berdalil dengan zhahir hadits:
"Wahai para pemuda, siapa saja di antara kamu yang memiliki kemampuan, hendaklah ia segera menikah. Karena menikah itu akan lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa karena ibadah shaum merupakan salah satu peredam nafsu syahwat baginya. (Muttafaqun alaih: Fathul Bari IX:112).
Wajib bagi yang sudah mampu untuk menikah. Kekhususan perintah dan dalil ini menjadikan kekhususan pula bagi orang-orang tertentu dan tidak berlaku umum. Pada satu orang menjadi wajib, bagi yang lainnya bisa jadi sunnah atau makruh. Mampu di sini parameternya juga tidak bisa dinilai oleh setiap orang dengan kacamata yang sama. Sebab yang paling mengetahui adalah dirinya sendiri, wali, keluarga terdekat dan sekelilingnya. Mampu di sini dimaknai sebagai mampu dan pantas dari segi kesiapan mental, hati, jasmani dan mampu memenuhi hak-hak dan kewajiban menjadi suami atau isteri. Kemampuan ini tidak didasarkan pada kisaran usia tertentu, sebab masing-masing orang akan berbeda level kematangan kemampuannya. Pada umumnya kematangan seseorang untuk masuk ke dalam jenjang pernikahan adalah pada usia matang di atas usia dua puluh atau jika hendak berkaca pada Rasulullah, maka seorang lelaki telah siap memikul amanah pernikahan pada usia 25.
Karena kesiapan pada masing-masing orang berbeda, maka hukum wajib nikah juga tidak dapat disama ratakan. Ada yang telah merasa siap menikah di usia 21, maka dianjurkan menikah. Tetapi, di waktu bersamaan, ada yang telah berumur 31, merasa belum siap, maka lebih baik menjaga diri dan kesucian. Dan jika ada, seseorang yang mencapai level kesiapan pada usia di bawah kebiasaan pada umumnya, lalu memutuskan menikah karena telah jatuh hukum wajibnya, maka itu merupakan sebuah keutamaan.
Jika memang menikah di usia terlalu muda (di bawah 20 tahun) adalah sesuatu yang belum dapat diterima atau tidak setuju melakukannya, maka itu sah-sah saja, boleh saja, karena memang tidak semua remaja harus menikah di usia demikian. Dan tidak semua #NikahMuda itu baik, apalagi jika dilakukan tanpa persiapan yang matang, atau hanya karena dipaksakan, atau hanya karena ikut-ikutan. Semua tergantung kepada kemaslahatan dan kesiapannya. Maka, bukan menikahnya yang dikritik atau pelaku menikahnya yang disalahkan, ah masak iya, orang nikah dihujat?
Itu sama seperti poligami. Jika tidak ingin berpoligami dan belum bisa menerimanya, ya tidak masalah, tidak apa-apa. Tetapi jangan menghujat poligami, jangan membenci pelaku poligami, sebab poligami adalah syariat yang diperbolehkan agama.
Karena semua yang diperbolehkan syariat, pasti ada maslahatnya. Dan karena menikah ini perintah agama.
Tidak Ada yang Salah Pada Pernikahan Karena Menghindari Fitnah dan Zina
Terkisah, pada hari raya Idul Qurban, Al-Fadhal bin Abbas ikut bersama Rasulullah dalam satu kendaraan dari Muzdalifah menuju Mina, maka berlalulah segolongan wanita berjalan kaki, tiba-tiba pandangan Al-Fadhal tertuju kepada mereka, maka seketika itu juga Rasulullah membelokkan wajah Al-Fadhal ke arah lain. (Penggalan dari hadits panjang HR Imam Muslim 147/1218).
Ibnul Qoyyim berkomentar mengenai kejadian yang dialami Al-Fadhal dalam penggalan hadits yang panjang di atas. Menurut Ibnul Qoyyim, langkah Rasulullah mengalihkan pandangan Al-Fadhal dengan cara mengarahkan wajahnya ke arah lain diartikan sebagai larangan memandang wanita ajnabiyah (asing) dan sebagai sikap ketidaksetujuan Rasulullah terhadap perbuatan tersebut. Seandainya perbuatan itu boleh dilakukan, maka Rasulullah akan membiarkannya.
Dalam riwayat shahih yang lain disebutkan bahwa,
"Sesungguhnya Allah telah menetapkan kepada seluruh umat manusia bagian-bagian zina yang didapatinya secara pasti. Mata bisa berzina, dan zinanya adalah memandang. Lisan bisa berzina, zinanya adalah ucapan. Kaki bisa berzina, zinanya adalah melangkah, tangan bisa berzina, zinanya adalah pemukulan, sedangkan hati zinanya senantiasa cenderung dan berharao, sedang farjinya boleh jadi membenarkan boleh jadi menolak" (HR Bukhari no.6243, Imam Muslim (2657/20) Abu Daud (2152), Imam Ahmad dalam musnadnya (2/379)).
Menurut Ibnu Abbas, "Menyangkut masalah perzinaan, Allah memulainya dengan menjelaskan zina mata, karena zina-zina lain berawal darinya, baik zina tangan, zina kaki, zina hati atau zina farji".
Sementara Ibnul Qoyyim berpendapat bahwa hadits tersebut sesungguhnya sangat jelas bahwa mata bisa melakukan perbuatan maksiat dengan pandangannya, karena memandang ia telah berbuat zina.
Dan, inilah yang luput dari pemahaman sebagian besar orang, bahwa sebenarnya, makna zina itu sendiri sangat luas. Zina tidak hanya sebatas pada hubungan badan atau fisik semata, bahkan pandangan mata 'dengan disertai syahwat atau ketertarikan pada lawan jenis yang bukan mahramnya' telah dapat dikategorikan bermaksiat dan berzina. Apatah lagi berkhalwat (berdua-duaan), berbincang tanpa urusan yang jelas, dan berbuat lebih daripada itu.
Maka menikah ini menjadi satu-satunya jalan untuk menghalalkan. Sekaligus menjadi jalan untuk menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan.
Ini menjelaskan salah satu nyinyiran pedas tentang menikah oleh sebab menghindari zina,
"Sebegitunyakah, nikah hanya karena untuk menghindari zina? Jadi nikah hanya untuk legitimasi seks belaka?"
Zina tidak hanya dimaknai sebagai hubungan badan semata, tetapi segala hal yang menjurus ke arah perzinahan badan, dimulai dari mata dan panca indera lainnya, dapat termasuk dalam kategori zina. Inilah alasan mengapa aktivitas 'pacaran' menjadi terlarang dan dapat terkategorikan haram.
Sementara, pernikahan adalah salah satu jalan agung untuk memelihara 'ketertarikan', 'menundukkan pandangan'.
Menurut Ibnu Abbas, "Menyangkut masalah perzinaan, Allah memulainya dengan menjelaskan zina mata, karena zina-zina lain berawal darinya, baik zina tangan, zina kaki, zina hati atau zina farji".
Sementara Ibnul Qoyyim berpendapat bahwa hadits tersebut sesungguhnya sangat jelas bahwa mata bisa melakukan perbuatan maksiat dengan pandangannya, karena memandang ia telah berbuat zina.
Dan, inilah yang luput dari pemahaman sebagian besar orang, bahwa sebenarnya, makna zina itu sendiri sangat luas. Zina tidak hanya sebatas pada hubungan badan atau fisik semata, bahkan pandangan mata 'dengan disertai syahwat atau ketertarikan pada lawan jenis yang bukan mahramnya' telah dapat dikategorikan bermaksiat dan berzina. Apatah lagi berkhalwat (berdua-duaan), berbincang tanpa urusan yang jelas, dan berbuat lebih daripada itu.
Maka menikah ini menjadi satu-satunya jalan untuk menghalalkan. Sekaligus menjadi jalan untuk menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan.
Ini menjelaskan salah satu nyinyiran pedas tentang menikah oleh sebab menghindari zina,
"Sebegitunyakah, nikah hanya karena untuk menghindari zina? Jadi nikah hanya untuk legitimasi seks belaka?"
Zina tidak hanya dimaknai sebagai hubungan badan semata, tetapi segala hal yang menjurus ke arah perzinahan badan, dimulai dari mata dan panca indera lainnya, dapat termasuk dalam kategori zina. Inilah alasan mengapa aktivitas 'pacaran' menjadi terlarang dan dapat terkategorikan haram.
Sementara, pernikahan adalah salah satu jalan agung untuk memelihara 'ketertarikan', 'menundukkan pandangan'.
Putuskan
Atau Halalkan
Dalam islam, telah jelas antara yang halal dan yang haram. Cinta itu fitrah, alamiah dan diagungkan. Maka hanya ada dua pilihan terbaiknya, putuskan atau halalkan.
Bersegera menuju ke pelaminan, bersegera mewujudkan pernikahan ketika kesiapan lahir batin telah matang dan mapan adalah hal terbaik dalam memenuhi perintah agama. Dan inilah, hal positif yang saya tangkap dan sedang dicontohkan oleh Alvin pada gembar-gembornya mengenai #NikahMuda.
Tetapi, jika ternyata jodoh belum bertamu, kesiapan juga masih samar-samar semu, bersabar dalam penantian. Menanti dalam bingkai ketaatan, adalah pula hal mulia yang sangat dianjurkan.
Apapun pilihannya, manusia hanya perlu mengingat bahwa tidak ada satupun hal yang terjadi tanpa campur tangan Allah di dalamnya.
Demikianlah pula mengenai jodoh, rezeki dan kematian.
###
Sebagaimana Nafisah, sahabat karib Khadijah yang bergegas menjumpai Muhammad dan membujuknya agar mau menikah dengan Khadijah.
"Wahai Muhammad, apa yang menghalangimu untuk segera menikah?"
Muhammad menjawab,
"Aku tidak memiliki bekal (harta) untuk menikah"
Nafisah berkata,
"Bagaimana jika masalah harta tidak dianggap menjadi masalah dan ada yang menawarkan kepadamu kekayaan, kecantikan, kemuliaan dan kesetaraan. Apakah engkau mau menikahinya?"
Dengan penuh keheranan Muhammad bertanya,
"Siapa dia?"
Nafisah langsung menjawab, "Khadijah binti Khuwailid"
"Seandainya ia benar-benar menawarkan hal itu kepadaku, tentu aku akan menerimanya".
Singkat cerita, Abu Thalib, Hamzah dan paman-paman Nabi lainnya menemui paman Khadijah, menyampaikan pinangan Muhammad kepada Khadijah sambil membawa mahar.
Pada saat itulah, kita akan mengingat bagaimana pidato Abu Thalib dalam pertemuan sederhana menyampaikan pinangan,
"......saya harus menyampaikan bahwa sesungguhnya keponakanku ini, Muhammad bin Abdullah, jika dibandingkan dengan lelaki manapun, maka dia akan lebih unggul darinya, baik dalam kebaikan, keutamaan, kemuliaan, kematangan berpikir, keagungan dan kehebatan. Meskipun jika dilihat dari segi harta dan kekayaan, maka dia tidaklah berarti apa-apa.
Akan tetapi, harta hanyalah bayangan yang akan sirna, benda yang akan hilang dan pinjaman yang akan dikembalikan kepada pemilik sebenarnya.
Muhammad adalah seorang lelaki yang telah kalian ketahui latar belakang keluarganya. Ia bermaksud hendak meminang Khadijah binti Khuwailid. Untuk itu, ia memberikan mahar sebesar 20 ekor unta yang dipinjam dari hartaku dan akan dikembalikan sebatas kemampuannya, cepat atau lambat".
-- --------
Sampai di sini,
Cinta menjadi sesuatu yang tidak hanya menjadi sebatas keyakinan, tetapi butuh dibuktikan, diupayakan dan diperjuangkan.
Pengupayaan ini tidak harus menunggu datangnya lamaran,
Karena bisa jadi lelaki baik, lelaki saleh ada juga yang malu-malu tak segera bertamu menadah restu, :)
Sampaikan dan upayakan,
Segerakan atau putuskan.
Putuskan atau halalkan.
Lihat betapa baiknya islam mengajarkan. :).
Jadi bagaimana, sudah siap melamar calon pasangan dan mengikuti jejak menikah muda? :D
sumber foto: instagram alvin_411
Bersegera menuju ke pelaminan, bersegera mewujudkan pernikahan ketika kesiapan lahir batin telah matang dan mapan adalah hal terbaik dalam memenuhi perintah agama. Dan inilah, hal positif yang saya tangkap dan sedang dicontohkan oleh Alvin pada gembar-gembornya mengenai #NikahMuda.
Tetapi, jika ternyata jodoh belum bertamu, kesiapan juga masih samar-samar semu, bersabar dalam penantian. Menanti dalam bingkai ketaatan, adalah pula hal mulia yang sangat dianjurkan.
Apapun pilihannya, manusia hanya perlu mengingat bahwa tidak ada satupun hal yang terjadi tanpa campur tangan Allah di dalamnya.
Demikianlah pula mengenai jodoh, rezeki dan kematian.
###
Beranikan Diri Meraih Kemuliaan
Satu hal lagi bagaimana islam mengagungkan fitrah manusia, adalah bagaimana islam memberikan kesempatan yang sama, bagi laki-laki dan perempuan untuk berupaya menggenapkan din-nya, mengutarakan cintanya. Dan ini indah sekali.Sebagaimana Nafisah, sahabat karib Khadijah yang bergegas menjumpai Muhammad dan membujuknya agar mau menikah dengan Khadijah.
"Wahai Muhammad, apa yang menghalangimu untuk segera menikah?"
Muhammad menjawab,
"Aku tidak memiliki bekal (harta) untuk menikah"
Nafisah berkata,
"Bagaimana jika masalah harta tidak dianggap menjadi masalah dan ada yang menawarkan kepadamu kekayaan, kecantikan, kemuliaan dan kesetaraan. Apakah engkau mau menikahinya?"
Dengan penuh keheranan Muhammad bertanya,
"Siapa dia?"
Nafisah langsung menjawab, "Khadijah binti Khuwailid"
"Seandainya ia benar-benar menawarkan hal itu kepadaku, tentu aku akan menerimanya".
Singkat cerita, Abu Thalib, Hamzah dan paman-paman Nabi lainnya menemui paman Khadijah, menyampaikan pinangan Muhammad kepada Khadijah sambil membawa mahar.
Pada saat itulah, kita akan mengingat bagaimana pidato Abu Thalib dalam pertemuan sederhana menyampaikan pinangan,
"......saya harus menyampaikan bahwa sesungguhnya keponakanku ini, Muhammad bin Abdullah, jika dibandingkan dengan lelaki manapun, maka dia akan lebih unggul darinya, baik dalam kebaikan, keutamaan, kemuliaan, kematangan berpikir, keagungan dan kehebatan. Meskipun jika dilihat dari segi harta dan kekayaan, maka dia tidaklah berarti apa-apa.
Akan tetapi, harta hanyalah bayangan yang akan sirna, benda yang akan hilang dan pinjaman yang akan dikembalikan kepada pemilik sebenarnya.
Muhammad adalah seorang lelaki yang telah kalian ketahui latar belakang keluarganya. Ia bermaksud hendak meminang Khadijah binti Khuwailid. Untuk itu, ia memberikan mahar sebesar 20 ekor unta yang dipinjam dari hartaku dan akan dikembalikan sebatas kemampuannya, cepat atau lambat".
-- --------
Sampai di sini,
Cinta menjadi sesuatu yang tidak hanya menjadi sebatas keyakinan, tetapi butuh dibuktikan, diupayakan dan diperjuangkan.
Pengupayaan ini tidak harus menunggu datangnya lamaran,
Karena bisa jadi lelaki baik, lelaki saleh ada juga yang malu-malu tak segera bertamu menadah restu, :)
Sampaikan dan upayakan,
Segerakan atau putuskan.
Putuskan atau halalkan.
Lihat betapa baiknya islam mengajarkan. :).
Jadi bagaimana, sudah siap melamar calon pasangan dan mengikuti jejak menikah muda? :D
sumber foto: instagram alvin_411
Terimakasih telah membaca dan meninggalkan jejak komentar sebagai wujud apresiasi. ^_^ Semoga postingan ini dapat memberi manfaat dan mohon maaf komentar berupa spam atau link hidup akan dihapus. Terima kasih.
14 komentar
alvin usia 17, mental..usia dan finansial 25 tahunan... gak semua orang bisa...
ReplyDeleteiya Mak, gak semua orang bisa, jadi gak perlu digeneralisir untuk semua juga ya. Menikah perlu kesiapan dan kematangan, :)
DeleteLengkaaaaap. Top banget deh Mak hihi. Aturan Islam emang indah banget ya. Semua diatur sedemikian rupa. Yang sebenarnya menguntungkan umatnya juga. Thanks Mak :)
ReplyDeleteini juga bingung awalnya mau ngerangkumnya, semuaaa pengen ditulis, begini deh jadinya,
DeleteSama-sama Mak Ade, :)
mas alvin ini keren, takjub aku baca beritanya. Tapi klo ditanya misal anak kita minta nikah muda gimana? tetep galau jawabnya :D
ReplyDeleteistikhoroh dulu mah biar gak galau :D
Deletewalah mak, sekalinya nulis yang tren, lengkap bener inih ulasannya, hihi, superb...ga komenin alvin deh,turut mendoakan aja smg langgeng bahagia dunia ahirat *buka ig-nya aja aturan ya :p
ReplyDeleteIniiih akibat banyak yang kependam Mak, :p
Deletealvin dah siap menikah dan keren deh keputusannya menikah muda
ReplyDeletekarena kodratnya manusia itu butuh pasangan
hehe
kalo belum mampu makanya disuruh puasa yaa hehe
Bener banget Mak, Kalau belum mampu belajar sampai dimampukan. :)
Deletewidihh, lengkap banget tulisannya Mba Istik, suka deh :)
ReplyDeleteSama2 Mak, :)
DeleteKalau saya, setelah lihat berita Alvin (anak piyik kalo menurut orang jaman sekarang) menikah, jadi mikir gimana caranya anak lanangku (sekarang masih 3 tahun) bisa dewasa, siap menanggung hidupnya sendiri dan siap menikah di usia semuda Alvin. yaaah bukan berarti harus nikah di umur segitu juga... maksudnya gimana biar dia punya KESIAPAN di umur segitu.
ReplyDeleteLangsung jadi mikir nyiapin anak sendiri ya Mbak. Kudu belajar jadi orang tua baik dan tangguh untuk anak-anak ya Mbak.
Delete