::: 3 Pertemuan, 3 Sudut Pandang dan Letak Kebahagiaan ::
Sebelumnya,
-Tentang Perempuan Pertama-
-Mengenai Perempuan Kedua-
-Perih(al) Perempuan Ketiga-
Perempuan Ketiga, yang sebelumnya saya ceritakan. Kini menjadi lebih pendiam saat berbincang. Saya ingat, dulu, acapkali bertemu, berbinar-binar dia akan bercerita pada saya mengenai pernikahan. Tentang rencana pertemuan. Tentang calon yang akan datang. Tentang banyak hal mengenai keindahan. Lalu, berbulan-bulan nyaris tidak ada kabar, apalagi undangan.
Setelah sekian lama perpisahan, kemudian bertemu lagi, pasti akan ada cerita baru, harapan baru, kisah baru, dan saya selalu bersemangat mendengarkan.
Tetapi, setelah sekian lama, saya menyadari bahwa keceriaannya kian lama kian berkurang. Perempuan Ketiga ini kini menjadi perempuan yang tak berani terlalu mengumbar mimpi. Pada usianya yang semakin mendekati kepala empat, pesan yang disampaikannya kepada saya semakin bijak,
"Doakan saya. Doakan saya. Doakan saya". Apalagi yang hendak terucap?
Bagi saya, di hadapan saya. Ujian kesendirian, adalah ujian yang cukup berat. Pedih! Perih! Sungguh!. Meski tidak selalu melewati hari dengan mulus, dan seringkali jatuh hanya karena sejumput kerikil perbedaan, hal demikian masih saya sukai dibandingkan kesendirian. Tidak masalah seberapa besar perbedaan, seberapa sering pertengkaran, yang penting saya tahu, saya masih memiliki kawan dalam kehidupan, pendamping saat susah maupun senang. Teman yang setidak-tidaknya ada, saat saya merasa berat menenteng seember cucian, atau saat saya kesusahan tak ada uang. Kawan yang akan memberikan selimut saat saya kedinginan, dan membuatkan semangkuk bubur saat saya kelaparan. Duhai! Betapa sempurnanya! Betapa berharganya! Betapa istimewanya kehadiran seorang pasangan!.
Seperti kisah kehidupan Perempuan Pertama. Betapa ia begitu beruntung memiliki seorang pasangan, rupawan, pengertian dan mau berjuang. Saya masih ingat bagaimana pria sempurnanya itu mau meninggalkan pekerjaannya, dan sepenuhnya, menemani Perempuan Pertama, merantau, mewujudkan impian. Sungguh tidak mudah bagi seorang laki-laki bersikap demikian. Merintis karir dan pekerjaan, kembali dari nol. Berbulan-bulan, berdiam diri di rumah tanpa banyak kegiatan. Tapi, begitulah hakikat sebuah hubungan. Sebagian di isi oleh kebesaran hati berbagi mimpi dan perasaan, sebagian lagi di isi oleh kasih sayang tulus penuh pengorbanan.
Dalam hubungan yang demikianlah, masing-masing perasaan akan saling belajar, tumbuh dan mengakar.
Tetapi memiliki pasangan rupanya bukanlah satu-satunya sumber kesempurnaan. Masih ada keganjalan, dan rasa kurang. Tanpa kehadiran buah hati, apalah arti sebuah kehidupan, begitulah kira-kira gejolak perasaan Perempuan Pertama. Cintanya masih belum cukup, kehidupannya masih terasa senyap. Bagaimana jika, ia ditakdirkan tak memiliki keturunan? Bayang-bayang mimpi buruk itu seringkali datang, ditambah rusuhnya kanan kiri depan belakang, omongan orang-orang. Rasanya sama perih! Sama pedih! Sungguh!.
Dan begitulah, gambaran kehidupan membahagiakan nan sempurna itu tertanam dalam benaknya. Sebuah keluarga yang lengkap, ayah-ibu-anak. Duhai! Alangkah indahnya, membayangkan suara bayi-bayi lucu menggemaskan yang akan menghambur-hambur mainan, mengacak-acak isi dapur dan memecahkan perabotan. Betapa bahagianya bangun pagi disambut dengan tangis kelaparan dan betapa sempurnanya, dipanggil dengan sebutan "Ibu".
Sesempurna kehidupan Perempuan Kedua.
Seorang perempuan muda beranak lima. Yang sedang merangkak merangkai makna cinta. Dan sekaligus berupaya agar sesegera mungkin mencapai kehidupan yang merdeka. Yang sering selalu bertanya, "Tuhan, kapankah aku dapat memperoleh bahagia?"
###
Demikianlah, ketiga kisah ini bermula.
Tentu saja, tentu. Masih ada kisah yang lebih menyedihkan dari kisah Perempuan Pertama. Serta masih ada kisah memilukan dari kisah Perempuan Kedua. Dan cukup kalian tahu, bahwa tidak banyak kisah seperti kisah Perempuan Ketiga ini pada saya. Karena mereka terlalu malu untuk menyampaikan kegelisahan hati. Ditambah lagi, karib-karibnya yang satu-satu pergi, menikah dan sibuk memikirkan diri mereka sendiri. Siapakah yang mau direpoti urusan mencari suami ditengah peliknya mereka memikirkan masalah rumah tangga sendiri?
Saya pilih ketiga kisah perempuan ini, karena secara kebetulan, qadarullah, takdir Allah, ketiganya datang di waktu yang hampir-hampir bersamaan. Masing-masing -dengan permasalahannya- memiliki sudut pandang tersendiri terhadap kepincangan hidup yang mereka terima.
Kita harus sepakat, bahwa kehidupan kita ini pincang. Pasti akan ada bagian dari diri kita yang kurang. Itu adalah salah satu rahasia Tuhan yang Maha Menciptakan untuk menunjukkan bahwa kita ini ialah makhluk lemah. Tidak utuh dalam kesempurnaan. Ini juga sekaligus cara Tuhan -barangkali- untuk menghidupkan kehidupan. Memiliki masalah adalah tanda bahwa kalian masih bernafas, masih hidup, dan memiliki kehidupan.
Sesempurna apa pun kehidupanmu -kelihatannya- pasti tetap akan ada sesuatu yang kurang. Jika hari ini. Kalian merasa tenang, tak ada riak, tak ada gelombang. Bercerminlah! Bisa jadi sudah ada satu dua tiga atau sepuluh jerawat bertengger dengan manisnya di jidat, hidung dan pipi kalian. Dan itu, bukan main, sumber masalah juga, bahkan dapat sekaligus menjadi sumber kesengsaraan malapetaka dan bencana. Sudah pernah mendengar kisah wajah bernilai jutaan? Saya punya kawan yang hidupnya tak pernah habis-habis dari loncat sana sini mencari dokter kecantikan. Salah obat. Salah krim. Salah pemutih. Salah-salah semuanya. Hidupnya hanya berkutat pada wajah-wajah-wajah. Tapi sebiji bisul jerawat itu nyatanya mampu menjadi masalah dalam hidup. Bukan main!.
Untuk itulah. Saya merasa perlu menyatukan ketiga perempuan ini dalam sebuah tulisan. Tiga perempuan dengan sudut pandang masing-masing terhadap kehidupan. Saya membayangkan sedang berbincang dengan mereka, dan ingin sekali mengatakan ini kepada ketiganya. Tapi sayang, jika hanya sampai pada ketiganya saja. Saya ingin lebih banyak yang tahu dan mendengarkan. Agar kita.dapat bersama-sama memetik suatu pelajaran, lalu sama-sama bersulang merayakan kebahagiaan. :). Betapa sempurnanya!.
Ketiganya, tiga perempuan yang datang hampir bersamaan, memimpikan sesuatu yang dianggap penyelesaian, kesempurnaan, kebahagiaan.
Perempuan Pertama, adalah perempuan yang memimpikan kehadiran seorang anak. Baginya, ketidakhadiran seorang anak adalah kesedihan, kesengsaraan. Menurutnya, masalah akan selesai jika semua terlihat sempurna. Sebuah potret keluarga, ayah-ibu-anak.
Perempuan Kedua, adalah perempuan dengan potret gambaran kesempurnaan -Perempuan Pertama-. Tapi pada kenyataannya. Juga penuh dengan permasalahan, tidak membahagiakan. Perempuan Kedua adalah perempuan yang lelah menghadapi kebersamaan. Kebersamaan baginya adalah belenggu, kesedihan, kesengsaraan. Ia mendamba kebebasan. Ia memimpikan kesendirian.
Sementara, kesendirian -pada gambaran Perempuan Ketiga- bukanlah gambaran kesendirian yang menyenangkan. Kesendirian tidak menjaminkan kebahagiaan. Kesendirian bisa jadi adalah ujian yang lebih berat. Lebih perih! Lebih pedih! Sungguh!.
Bukankah dari ketiganya, tanpa disadari terjalin sebuah hubungan? Dan kalian tahu apa arti dari jalinan hubungan ini?
Ya. Kehidupan ini tidak menjadi indah saat kalian hanya berfikir tentang diri kalian. Kehidupan ini akan menjadi indah saat kalian dapat membuka mata, melihat kehidupan lebih luas dan tidak pernah merasa sendiri.
Lihatlah kehidupan Perempuan Pertama. Yang merasa paling sengsara. Paling berat ujiannya. Lihatlah bahwa bisa jadi kehadiran anak tidak memberikan jaminan kebahagiaan yang lebih. Betapa banyak, ibu yang mengeluh kerepotan mengurus anak, kelelahan menyeimbangkan antara menjadi istri sekaligus ibu. Penat mengelola emosi.
Tengoklah kehidupan Perempuan Kedua. Betapa sebuah gambaran kehidupan sempurna tak pula lantas menjanjikan surga. Banyaknya anak tak pernah menjanjikan kesempurnaan bahagia, jika hubungan hanya dianggap sebuah legalitas saja, tanpa ada rasa sayang, tanpa pasangan yang mendamaikan, untuk apa? Lalu kalian dapat melihat betapa beruntungnya Perempuan Pertama.
Lalu mari beralih ke Perempuan Ketiga. Yang merasa perih dengan drama kehidupannya. Betapa nyata, bahwa kesendirian bisa jadi adalah berkah. Kesendirian adalah impian perempuan-perempuan sejenis Perempuan Kedua. Dan, ia mendapatkannya. Bisa jadi, kesendirian tak selamanya pedih, tak selamanya perih, sebab kebersamaan juga belum tentu bahagia.
Sadari, bahwa, kehidupan ini, akan selalu berkutat pada masalah yang itu-itu saja. Kekurangan dan ketidaksempurnaan. Saat kalian hanya berkutat pada kekurangan, semua jadi serba salah. Diberi kesendirian salah, diuji menikah belum punya anak salah, diberi banyak anak juga jadi masalah. Diberi sakit masalah, diberi sehat ya tetap saja punya masalah.
Sadari, bahwa, kalian tidak akan pernah hidup tanpa membawa masalah. Tidak ada orang yang hidup tanpa membawa masalah dalam hidup. Tidak ada yang hidup tanpa mendapatkan kepincangan, kekurangan. Itu hakikat kehidupan. Kekurangan dan masalah adalah pemantik, agar manusia punya rasa untuk hidup, punya dorongan untuk berjuang, punya harapan untuk diimpikan, punya impian untuk dicapai, diinginkan.
Sadari, bahwa, bisa jadi, apa yang sedang kita hadapi, adalah posisi impian dari orang lain. Sehingga, semua kembali kepada sudut pandang. Sengsara itu bergantung sudut pandang. Bahagia itu juga bergantung sudut pandang. Tidak ada kebahagiaan pada pemikiran sempit pandang yang melabuhkan semua pada kesempurnaan di posisi orang lain. Berapa sering kita tidur malam, dan membayangkan esok kita bangun, lalu nasib tertukar. Berapa banyak kita membayangkan betapa nyamannya kehidupan orang lain di sebelah sana. Sementara, bisa jadi kehidupan orang lain itu sedang berada di bibir jurang, tidak jauh lebih baik.
Saya, tidak ingin berlelah-lelah berkisah panjang tentang tiga kehidupan, tiga perempuan, tiga sudut pandang, jika kalian tidak dapat juga menemukan di mana letak kebahagiaan. Ini bagian terpentingnya. Bahwa kebahagiaan didapatkan saat kalian mulai dapat melihat semua hal yang kalian miliki, betapa berharganya semua hal yang telah ada, kehidupan kalian, dalam wujud apapun adalah kesempurnaan, sebaik-baik keadaan, yang telah dititipkan Tuhan sebagai anugerah terbaik, rezeki terbaik, nikmat terbaik. Jadi, berjuanglah, terhadap semua harapan dan impian tanpa mengotorinya dengan keluhan atau menyalahkan takdir Tuhan. Berjuanglah penuh kesabaran. Berbuat baiklah dengan apa yang telah ada, seluruh potensi yang dimiliki, kerahkan sebaik-baiknya, dan maksimalkan untuk kebaikan.
Jika kalian, saat ini sedang diuji dengan sakit. Jangan pandang sakitnya, tapi lihat potensinya. Istirahat di pembaringan dalam waktu yang lama adalah waktu kebaikan untuk lebih banyak diam, merenung, beristirahat lebih banyak, membaca lebih banyak, menulis lebih banyak. Dan selalu ada kesempatan berbagi kebaikan didalamnya.
Jika kalian, saat ini sedang menjadi ibu, merasa letih, kerepotan dengan banyak anak, penuh dengan emosi, amarah. Jangan lihat lelahnya, jangan lihat penatnya, jangan ingat repotnya. Ingat, betapa berharganya seorang anak. Ingat Perempuan Pertama, ingat Perempuan Ketiga. Betapa berharganya keadaan kalian. Menikah dan punya anak. Ingat betapa banyak potensi berbagi di sana. Ingat betapa banyak peluang kebaikan di dalamnya.
Jika kalian, saat ini sedang diuji dengan kesendirian, jangan berfokus pada perihnya, pada pedihnya. Lihat betapa banyak waktu untuk mengejar impian, membuat sebanyak banyaknya kebaikan, tanpa banyak sandungan pendapat yang berseberangan, tanpa harus memikirkan banyak beban. Bebas berkreasi, bebas jalan-jalan. Lakukan semua aktivitas penuh kemanfaatan itu.
Tentang perih, tentang pedih, dalam wujud apapun, akan selalu ada. Rasakan, lalui. Rasakan dan lalui. Belajar untuk bersabar di dalam perjalanan melewatinya.
Lalu, di manakah letak kebahagiaan?
Saat, kalian bertanya, dan sedang sibuk mencari tahu, di mana letak kebahagiaan itu.
Kebahagiaan ada pada hati yang senantiasa bersyukur.
Bukan karena sesuatu itu indah,
Lalu kita mensyukurinya,
Tetapi karena kita bersyukur,
Maka, sesuatu itu menjadi indah.
Terimakasih telah membaca dan meninggalkan jejak komentar sebagai wujud apresiasi. ^_^ Semoga postingan ini dapat memberi manfaat dan mohon maaf komentar berupa spam atau link hidup akan dihapus. Terima kasih.
2 komentar
Suka mba ceritanya, dan benar kebahagiaan berada pada hati yang senantiasa bersyukur :)
ReplyDeleteBenar sekali Mbak Herva, :)
Delete