Parenting
-207- Lebih Dekat Dengan Anak Tipe Pembelajar Visual
Wednesday, August 31, 2016 3 komentarBismillahirrahmanirrahim,
Pasti sudah tidak asing lagi dengan istilah model belajar VAK?
Yup, ini istilah yang digunakan untuk membagi tipe pembelajar pada anak, V untuk Visual, A untuk Auditori, K untuk Kinestetik. Sebagai orang tua, kita perlu mencari tahu dan mempelajari di mana letak kekuatan anak kita dalam menangkap sesuatu. Hal ini akan memudahkan kita sebagai ayah atau bunda, melakukan stimulasi pada anak dan mengajarkannya sesuatu berdasarkan tipe pembelajarnya.
Saya belajar VAK ini sewaktu Fifi masih berada di TK, ilmu ini saya dapatkan dari guru-gurunya, yang setiap kali saya datang menjemputnya di sekolah, tidak pernah bosan menceritakan perkembangan motorik Fifi, kemampuannya dalam hal seni, kemandirian, sosialisasi dan akhlak.
Suatu ketika saat sedang menemani Fifi mengikuti lomba, di depan sedang ada pertunjukan anak-anak, Ibu guru TK-nya lantas berbincang pada saya,
"Bu...Bu... lihat itu anak-anak. Ada yang sibuk ngikutin lagunya dan asyik banget dengan musiknya. Ada yang gak bisa diem loncat-loncat ngikutin tariannya, dan ada yang hening, gak bergerak sama sekali, diem aja, tapi matanya fokus sekali nonton pertunjukan. Itu Bu, itu macem-macem gaya model belajar anak, lihat deh, lihat"
Daaaan, masuk kriteria manakah Fifi?
Ya, dia masuk anak yang paling anteng, diem, hening, seperti gak bergairah -bahkan tidak ikut tepuk tangan-, tapi matanya fokus banget nonton. :D :D
Setelah itu, saya jadi semakin banyak belajar lagi. Setelah beberapa kali belajar dan mengikuti seminar parenting, saya jadi tahu bahwa dengan mengenali macam-macam kriteria model belajar ini, akan sangat memudahkan orang tua dalam mendidik dan mengasuh anak. Ah ya, tipe pembelajar ini tentu akan berbeda pada masing-masing anak. Faktor lingkungan, bawaan dan cara orang tua menstimulus anak-anaknya akan sangat berpengaruh terhadap kategori VAK ini.
Daaaan, iyeees, setelah saya pelajari dari sekian tahun membersamai tumbuh kembang Fifi, saya sadar bahwa tipikal Fifi ini persis, mirip, plek-plek, sama seperti saya. Kategori Visual akuuutt, hihi :D. Gak buang banget dah, :p
Pengaruh orang tua ini bisa terjelaskan sih ya sebenarnya, karena masing-masing orang tua akan menstimulus anaknya sesuai dengan 'cara'nya. Orang tua visual akan menstimulus anak-anaknya dengan cara visual, orang tua kinestetik akan menstimulus anaknya dengan cara kinestetik dan begitu pula auditori. Stimulus yang diberikan orang tua dari sejak kecil ini akan tertanam kuat sekali dan akhirnya terbangunlah tipe anak yang tidak jauh berbeda dengan orang tuanya. Tetapi, pengaruh ini hanya menjadi salah satu faktor penentu saja dan bisa jadi tidak mutlak selalu demikian.
Jadi, kali ini saya ingin berbagi sedikit pengalaman sebagai seorang visual dan sedang mengasuh seorang anak visual, tentang bagaimana ciri anak visual dan menggunakan kekuatan visualnya ini dalam pola pendidikan dan pengasuhan. :)
Kekuatan Seorang Visual Learner
Sesuai dengan namanya, Visual. Anak dengan tipe pembelajar visual ini memiliki kekuatan pada indera penglihatannya. Hal yang paling mudah untuk mengenalinya adalah reaksinya saat menonton televisi, menonton pertunjukan, memperhatikan sesuatu. Anak visual biasanya akan sangat berkonsentrasi pada sesuatu yang menarik untuknya, dengan tatapan konsentrasi dan fokus. Saat menonton tayangan kesukaannya di televisi, ia akan duduk diam, fokus dan cenderung tidak memperhatikan dan tidak peduli pada sekitar. Melihat adalah caranya untuk belajar.
Dulu, saat saya masih belum memahami bagaimana cara mengasuh anak visual, saat saya sedang sibuk di dapur, saya seringkali bolak-balik dari ruang tv dan dapur, sambil meminta Fifi menghabiskan makanan. Lalu akhirnya berujung pada omelan, :p. Karena puluhan kali pun saya mengulang perkataan saya "Nak, ayoo cepat dihabiskan makanannya", gak bakalan habis-habis, selama Fifi masih asyik memperhatikan televisi. :D. Padahal yang perlu saya lakukan sangatlah simpel, matikan televisinya, tatap matanya, dan katakan apa yang hendak dikatakan. Beres, masalah selesai.
Begitupun saat sedang mandi, biasanya Fifi akan mandi lamaaaa sekali, dan membuang-buang air. Berapa kali pun saya berteriak dari luar, dan berkata,
"Nak, mandinya jangan buang-buang air, mubazir", dan meski si anak menjawab, "ya Bunda...", tetap saja ia bakal mandi lama dan buang-buang air, :D. Setelah saya tahu caranya, saya hanya cukup membuka pintu kamar mandi, mengajaknya bicara dan fokus memperhatikan saya -eye contact-
"Nak, mandinya cepetan, jangan buang air, mubazir", baru deh si anak ngangguk paham, dan langsung ngerjain.
Ini persis seperti saya, saat saya sedang fokus bekerja di depan komputer, apa pun yang dikatakan teman kantor saya, di sebelah, meskipun saya mengangguk paham, atau ber-hmm ria, selama konsentrasi saya masih di komputer, biasanya informasi apapun yang ia ceritakan pada saya, hanya tersisa sedikit saja, atau pada level yang paling parah, saya tidak mengingat apa pun yang ia sampaikan, :D.
Ini menjelaskan mengapa seorang Visual Learner paling suka duduk di depan kelas, karena mereka membutuhkan penglihatan yang jelas pada papan dan terutama pada apa yang sedang dibicarakan guru. Anak-anak visual butuh melihat bahasa tubuh dan ekspresi guru, agar dapat memahami suatu materi. Pun demikian dengan saya, saat menonton pertunjukan, berada di acara seminar, secara otomatis saya pasti akan memilih tempat di bagian depan, di mana saya bisa melihat dengan jelas seluruh pertunjukannya, pembawa materinya dan apa yang disampaikan. Karena cara itulah yang paling efektif bagi saya dalam proses memahami dan menangkap materi.
Pengalaman lucu sempat terjadi suatu ketika saat saya menjemput Fifi yang sedang mengikuti sosialisasi dari kepolisian. Saya menjemputnya agak cepat, jadi sempat turut menyaksikan apa yang sedang diterima oleh anak-anak. Di situ saya dapat mendengar dengan jelas apa yang disampaikan Pak Polisi berulang kali,
"Jadi gitu ya anak-anak, jangan dekat-dekat dengan Narkoba, karena ber--- baha---yaaaa"
"Apa tadi?", kata-kata narkoba ini diulang-ulang dan dinyanyikan dengan riang gembira.
Baru keluar dari kelas sosialisasi, saya buru-buru bertanya pada Fifi,
"Jadi tadi apa Nak kata Pak Polisi?"
"Itu Bunda, kita itu gak boleh jadi korban"
"Apa Fi?"
"Iya, kita itu gak boleh jadi korban, nanti bisa gila", dengan mimik muka serius. :D :D
Cerita tentang ini sudah pernah saya tuliskan di: Karena Tidak Semua Ibu Bisa Memiliki Anak.
Kejadian serupa seringkali terjadi, dan saya tahu penyebabnya. Biasanya itu terjadi saat Fifi dikumpulkan dalam satu kelas besar, duduk di belakang dan tidak memperhatikan dengan baik.
Lain waktu juga pernah, saat Fifi mengikuti sosialisasi dari Bank BPD tentang tabungan anak. Ada beberapa jam anak-anak dikumpulkan di kelas besar, riuh dan ramai -namanya juga anak-anak ya- di situ mereka menonton, bernyanyi dan macam-macam.
Setelah keluar kelas, saya mencoba mengetes pemahaman Fifi,
"Apa tadi yang di dapat di dalam?"
"Itu Bunda, kita diminta nabung"
"Nabung di mana Nak?"
"Di BRI Bunda..."
"Bukan BPD?"
"Bukan Bunda,,, BRI. Itu lho...yang bank dekat masjid". Udah salah, ngeyel pula, ngejelasinnya sok meyakinkan lagi :D :D.
Begitulah pembelajar visual, :). Lebih mudah menerima informasi secara visual dibandingkan dengan lisan. Apalagi jika dalam kondisi ribut dan konsentrasi penglihatan tidak menuju sumber informasi. Udah deh, bablas infonya. :D :D. Karena itu, anak pembelajar visual dalam proses menangkap informasi selalu terlihat anteng dengan tatapan konsentrasi dan fokus, itulah kelebihan dan kekuatannya.
"Bunda...bunda...anak ayam yang warna hitam itu..."
"Jadi kita kalau ke surga naik apa? naik ojek apa jalan kaki?"
"Allah itu laki-laki atau perempuan? punya telinga gak?"
"Bunda, teman Fifi yang gemuk itu..."
"Aku gak suka temenan sama dia Bunda, dia itu ompong...", yeah, yang terakhir ini agak-agak gak banget ya, :D tapi beneran ini ucapan Fifi di usia TK. Visual learner sangat detil, dan amat memperhatikan penampilan.
Mereka juga sangat mudah mengingat apa yang pernah dilihat,
"Dulu-dulu, kita pernah ke sini kan Bunda?"
Baru keluar dari kelas sosialisasi, saya buru-buru bertanya pada Fifi,
"Jadi tadi apa Nak kata Pak Polisi?"
"Itu Bunda, kita itu gak boleh jadi korban"
"Apa Fi?"
"Iya, kita itu gak boleh jadi korban, nanti bisa gila", dengan mimik muka serius. :D :D
Cerita tentang ini sudah pernah saya tuliskan di: Karena Tidak Semua Ibu Bisa Memiliki Anak.
Kejadian serupa seringkali terjadi, dan saya tahu penyebabnya. Biasanya itu terjadi saat Fifi dikumpulkan dalam satu kelas besar, duduk di belakang dan tidak memperhatikan dengan baik.
Lain waktu juga pernah, saat Fifi mengikuti sosialisasi dari Bank BPD tentang tabungan anak. Ada beberapa jam anak-anak dikumpulkan di kelas besar, riuh dan ramai -namanya juga anak-anak ya- di situ mereka menonton, bernyanyi dan macam-macam.
Setelah keluar kelas, saya mencoba mengetes pemahaman Fifi,
"Apa tadi yang di dapat di dalam?"
"Itu Bunda, kita diminta nabung"
"Nabung di mana Nak?"
"Di BRI Bunda..."
"Bukan BPD?"
"Bukan Bunda,,, BRI. Itu lho...yang bank dekat masjid". Udah salah, ngeyel pula, ngejelasinnya sok meyakinkan lagi :D :D.
Begitulah pembelajar visual, :). Lebih mudah menerima informasi secara visual dibandingkan dengan lisan. Apalagi jika dalam kondisi ribut dan konsentrasi penglihatan tidak menuju sumber informasi. Udah deh, bablas infonya. :D :D. Karena itu, anak pembelajar visual dalam proses menangkap informasi selalu terlihat anteng dengan tatapan konsentrasi dan fokus, itulah kelebihan dan kekuatannya.
Menemukan Ciri Khas Visual Learner Dalam Berbicara
Anak-anak visual akan menyampaikan sebuah informasi atau bertanya dengan cara khas mereka, yakni secara visual."Bunda...bunda...anak ayam yang warna hitam itu..."
"Jadi kita kalau ke surga naik apa? naik ojek apa jalan kaki?"
"Allah itu laki-laki atau perempuan? punya telinga gak?"
"Bunda, teman Fifi yang gemuk itu..."
"Aku gak suka temenan sama dia Bunda, dia itu ompong...", yeah, yang terakhir ini agak-agak gak banget ya, :D tapi beneran ini ucapan Fifi di usia TK. Visual learner sangat detil, dan amat memperhatikan penampilan.
Mereka juga sangat mudah mengingat apa yang pernah dilihat,
"Dulu-dulu, kita pernah ke sini kan Bunda?"
Mengingat yang Dilihat, Bukan yang Didengar
Anak-anak tipe visual paling menonjol dalam hal ingatan secara visual, secara penggambaran, dibandingkan dengan apa yang ia dengar.
Contoh yang paling mudah ialah melihat reaksinya saat dibacakan buku cerita. Saat saya membacakan Fifi buku cerita bergambar, Fifi tidak terlalu menangkap informasi dari apa yang saya ceritakan -ia tidak mendengarkan saya dengan seksama- ia akan fokus melihat gambar di buku dan bertanya bagaimana ceritanya.
Contohnya pada cuplikan buku cerita Muhammad di bawah ini, ini buku favorit kesukaannya, terdiri dari 12 jilid dan sudah pengulangan yang kedua kalinya. Seingat saya, pertama kali saya bacakan saat usia 5 tahun. Sekarang, di usianya yang ke tujuh tahun, ia masih saja bertanya,
"Fifi bingung deh, jadi sebenarnya Nabi Muhammad itu manusia atau bukan sih?"
"Manusia Nak, sama seperti kita"
"Tapi kenapa dia bulat? kok gak ada tangannya? kakinya mana?", padahal sudah saya jelaskan alasan mengapa Nabi hanya digambarkan demikian -bukan hanya sekali lho ya, tapi tetap saja- :)
Lalu saat saya bercerita mengenai Ayah Abdullah yang meninggal saat Bunda Aminah mengandung Nabi Muhammad kecil. Fifi fokus pada gambarnya,
"Jadi ini ibunya Nabi Muhammad?"
"Iya.."
"Hamil berapa bulan dia Bunda pas ini?" -sambil nunjuk gambar-, bingung deh tuh ngejawabnya. :p
"Dia bilang apa sama suaminya? kenapa dadah-dadah?"
"Ini ngomong apa dia Bunda, kenapa dia lihatin yang ini"
"Ini kenapa untanya? mau ngapain dia?" ---alamaaak, mana Mamak tahu, itu kan cuma ilustrasi, gak ada di tulisan ceritanya.... mati gayaaa sayaa, :D---
Karena saya tahu, ia akan fokus pada gambar, maka saya bercerita menurut ilustrasinya, bukan membaca tulisannya. Tapi, semenjak Fifi tahu membaca, ia suka protes kalau yang saya baca tidak sesuai tulisan. Jadi ya, dua kali bercerita.
Untuk contoh ilustrasi di atas, di tengah-tengah saya membaca tulisan, Fifi pasti sudah ribut bertanya,
"Ini kenapa batu-batu?",
"Malaikat itu begini kah ya bentuknya?"
"Kenapa Nabi bisa melihat dan bicara sama malaikat?" :D.
Jadi begitulah, untuk mengoptimalkan anak-anak visual, kita harus memuaskan indera penglihatannya. Gunakan media buku bergambar, video menarik, film-film yang sesuai dengan usia anak, hiasan-hiasan dinding untuk membuatnya tertarik, dekorasi ruangan penuh warna dan tempelan-tempelan unik. Yang pasti informasi atau sesuatu yang ingin kita tanamkan padanya paling efektif adalah dengan cara memvisualisasikan.
Tidak Begitu Tertarik Pada Aktivitas Fisik
Anak-anak visual tidak begitu tertarik pada permainan aktivitas fisik, berkaca pada Fifi-- Mereka bukan jenis anak yang suka berlarian ke sana ke mari, panjat-panjatan atau loncat-loncatan.
Meski demikian, aktivitas fisik tetap penting bagi tumbuh kembang anak, sehingga stimulus-stimulus kegiatan fisik tetap harus diupayakan oleh ayah dan bunda. Berikan waktu outdoor yang cukup untuk anak dan libatkan dalam permainan-permainan yang melibatkan motorik halus dan kasarnya.
Meski demikian, aktivitas fisik tetap penting bagi tumbuh kembang anak, sehingga stimulus-stimulus kegiatan fisik tetap harus diupayakan oleh ayah dan bunda. Berikan waktu outdoor yang cukup untuk anak dan libatkan dalam permainan-permainan yang melibatkan motorik halus dan kasarnya.
Rapi, Jeli dan Pemerhati Penampilan
Fifi sering berkomentar saat memperhatikan orang lain,"Sepatu tante cantik sekali", dan memang cantik sih, model sepatunya feminim dan cantik.
"Wah, tante cocok sekali pakai baju ini, kelihatan cantik", ini komentar-komentarnya saat balita yang mana kadang kami sendiri tidak menyangka sekecil itu sudah punya semacam 'selera'.
Komentar lain yang sering diucapkan juga adalah,
"Ayah, baju ayah gak cocok tuh, atas-bawah gak nyambung" :D
Sering protes kalau saya pilihkan baju yang gombrong,
"Fifi gak suka Bunda, kalau pake baju besar kelihatan gemuk", yeah, dia juga gak suka terlihat gemuk.
Pernah, kedapatan sama saya, sedang asyik pakai lotion punya saya. Pas saya tanya,
"Fifi tuh gak pengen kelihatan item, ini pake ini supaya putih Bunda kulitnya -kemakan iklan lotion nih anak- Fifi gak suka, hitam itu gak cantik". Masih balitaaa ini padahal, setelah itu saya beliin lotion khusus anak dah buat dia.
Semenjak Fifi suka protes masalah baju, yang mana saya mulai tahu kalau tampilan feminim adalah kesukaannya, saya mulai membiarkannya memilih sendiri pakaian dan gaya tampilan. #suka protes mulu kalau saya yang pilihkan. :).
Anak-anak visual biasanya memang anak yang rapian dan memperhatikan tampilan. Buat mereka, tampilan itu seperti 'segalanya'. Nanti saat mendapatkan tugas/proyek di sekolah, mereka ini biasanya akan sangat memperhatikan visual dari tugas yang mereka kerjakan.
Sebaliknya, anak-anak visual juga sangat mudah teralihkan oleh tampilan visual seseorang yang dianggap mengganggu.
Bijak Memberi Gadget
Anak-anak visual ini menurut saya adalah anak-anak yang paling mudah diatur dan diajak tenang. Cukup dengan memberikan tontonan visual yang mereka sukai, anak-anak visual akan anteng, duduk diam, dan hening tanpa suara. Kalau sudah pada posisi konsentrasi tinggi, meski dipanggil pun bakalan sulit menyahut dan menoleh :)
Tetapi, sebagai orang tua, mesti berhati-hati, karena kelebihannya ini -bisa anteng saat menonton- bisa menjadi masalah tersendiri jika tidak terkontrol, apalagi jika sudah sampai pada level kecanduan. Maka, orang tua perlu bijak dalam hal pemberian gadget pada anak. Perlu difikirkan bagaimana nanti pengaruhnya terhadap anak. Sebab anak-anak visual tidak begitu tertarik pada kegiatan fisik, sehingga berpeluang lebih besar untuk candu terhadap tontonan dan permainan gadget.
Saya sendiri belum mengenalkan gadget pada anak, karena saya merasa ia belum cukup umur untuk dapat bertanggung jawab terhadap waktu. Saya juga memberikannya aturan dalam hal menonton. Fifi ini sebenarnya paling tahan di minta diam menonton, apalagi saat sedang tidak bersama saya, betah sekali seharian nonton, karena itulah saya memberinya aturan waktu berapa lama boleh menonton, dan saya juga yang memilihkan tontonan untuknya -jika itu televisi- dan menyiapkan video film-film menarik untuknya.
Pengalaman yang tidak mengenakkan pada saya, ialah saat sedang bermain di rumah teman, Fifi menonton bersama temannya -film hantu- entah seseram apa filmnya, yang pasti setelah itu -dan masih menjadi peer saya sampai sekarang- ia menjadi anak yang penakut sekali, ke mana-mana meski hanya di dalam rumah, maunya ditemani. Demikianlah pengaruh hebat tontonan pada anak visual. Sebaliknya, jika yang ditonton adalah hal yang baik, tentunya juga akan benar-benar sangat membekas dalam sekali.
###
Nah, setiap anak memiliki kecerdasannya masing-masing. Setiap anak punya potensi untuk dikembangkan dan digali lebih dalam. Setiap mereka unik dan khas. Dominasi salah satu indera yang dimiliki hanyalah salah satu dari jenis kecerdasan. Dan, semoga tulisan kali ini bisa membantu mengenali tipikal anak-anak dengan basic kecerdasan indera penglihatan. Anak tipe pembelajar visual dengan kekhasannya biasanya akan tumbuh lebih peka terhadap seni, mereka menyukai seni, dapat menangkap lebih cepat informasi yang diterima dari penglihatan, dan memiliki ketertarikan lebih besar terhadap gambar, lukisan, simbol-simbol. Stimulus yang dapat diberikan untuk mengembangkan kelebihannya adalah dengan memberikannya buku cerita bergambar, video menarik, bercerita dengan gambar, dan membiasakannya berbicara dengan tatapan agar pesan yang kita sampaikan dapat ia terima dengan baik.
Terakhir, ayah dan bunda dapat menjadi pemberi contoh yang baik untuk anak-anak visual. Mereka adalah peniru ulung, bahkan dalam hal yang paling sederhana, cara berpakaian!. :)
Semoga bermanfaat.
Terakhir, ayah dan bunda dapat menjadi pemberi contoh yang baik untuk anak-anak visual. Mereka adalah peniru ulung, bahkan dalam hal yang paling sederhana, cara berpakaian!. :)
Semoga bermanfaat.