Credit |
-Bismillahirrohmanirrohim-
Jangan terlalu stres, having fun menjalani hidup, banyak tersenyum, dan berbahagialah
Sering mendengar nasihat seperti itu? kalimat-kalimat positif -setidaknya- tidak terlalu menggurui bagi yang menerimanya, tapi ternyata menjalaninya seringkali tidak mudah. Saya sempat berpikir, bagaimana caranya agar tidak terlalu stres? simpel, ada yang mengatakan jawabannya mudah, "ya jangan stres, jangan terlalu banyak pikiran, kosongkan pikiran dari hal-hal yang tidak perlu". Lantas bagaimana caranya agar kita terhindar dari terlalu banyak berpikir? sebab, selama kita masih bernafas, kita pasti berpikir, butuh berpikir dan tidak bisa hidup tanpa berpikir.
Saya pernah menjalani istirahat total, selama beberapa hari saya tidak boleh melakukan banyak aktifitas fisik, tidak boleh berkendara, dan melakukan aktifitas berat lainnya. Tidak beraktifitas sama sekali ternyata bukanlah sebuah kesenangan. Untuk seorang perempuan seperti saya yang terbiasa mobile, hal itu menjadi siksaan yang cukup berat. Pikiran rasanya buntu, hidup jadi tidak membahagiakan. Bagaimana bisa bahagia, jika hidup hanya berbaring di atas ranjang saja? :)
lantas bagaimana dengan jangan terlalu banyak berpikir? rasanya pasti menyiksa, seperti halnya anjuran untuk jangan terlalu banyak bergerak.
Beberapa hari ini saya sedang belajar mengelola pikiran. Sedikit mempraktikkan bagaimana cara agar tidak terlalu banyak pikiran. Saya tipe pemikir, lebih ke pemikir mendalam atau pemikir yang perfeksionis ya mungkin. Cucian yang menumpuk saja bisa jadi beban pikiran, haha.... deadline pekerjaan satu bulan lagi bisa jadi sudah saya pikirkan mulai hari ini. Meskipun, saya belum memulainya, tapi rencana-rencana untuk mengerjakannya sudah mulai penuh di pikiran saya. Saat masih remaja dulu, tingkat pikiran saya agaknya berada di level yang lebih tinggi dibanding sekarang. Dulu saya sering mengerjakan sesuatu dengan terburu sebab di pikiran saya sudah banyak pekerjaan lain yang sudah menunggu. Saya termasuk orang yang sangat disiplin dalam waktu, dan seringkali merasa cemas jika segala sesuatu tidak sesuai dengan rencana. Setelah menikah, saya dipertemukan dengan orang yang cukup santai, hidup seperti sedang leyeh-leyeh di pinggir pantai. :). Saya dipertemukan dengan orang yang bisa tidur dengan pulas meskipun pekerjaan rumah belum selesai, "super sekali", hehe. Sementara saya sudah pasti tidak akan bisa tidur sampai semua list pekerjaan dari merapikan kamar, tumpukan cucian, ini, itu sudah beres, selelah apapun itu. Sementara pasangan saya, prinsipnya, ya kalau ngantuk tidur aja, kalau capek istirahat aja, kalau masih sibuk ya tinggal aja dulu itu, tanpa embel-embel dimasukkan ke pikiran. Ya kalau saya mana bisa begitu, tidur tidak bisa pulas karena pikirannya jalan terus, "haduh, cucian piring masih banyak, sampah belum dibuang, rumah belum dirapihin, dan banyak lagi".
Tapi itu dulu, sekarang level keseriusan saya sudah semakin menurun, berbanding lurus dengan penurunan level kesantaian suami saya. Alhamdulillah, itu salah satu nikmat dari pernikahan. Saya jadi lebih bisa menikmati hidup tanpa banyak beban pikiran, sementara suami saya jadi bisa lebih hidup dengan target-target kehidupan.
Ah ya, setelah saya belajar untuk benar-benar menyantaikan perasaan dan pikiran, saya menemukan kesimpulan bahwa manusia itu memang tidak bisa terlepas dari berpikir. Uniknya, seringkali dominasi pikiran yang memenuhi ruang pikir kita adalah pikiran-pikiran negatif. Lebih banyak mana kita merasa menjadi manusia yang paling sengsara di dunia dengan himpitan masalah-masalah yang sedang menerpa kita atau kita bersyukur dengan level kesyukuran yang paling kecil saja, bersyukur atas nikmat hidup? kalau saya, jujur saja, saya masih sering merasa menjadi manusia paling sengsara, haha. Saya masih sering berfokus pada apa yang belum saya miliki, dan itu artinya saya sedang memupuk kesedihan. Kesedihan yang terpupuk itu lantas membuahkan kesuraman, dan kesuraman itu lantas terpancar dari wajah yang kuyu, layu dan seolah tak ada pengharapan. Dan, untuk sebuah kehidupan yang panjang, itu sama sekali tidak indah. Keindahan ataupun kesengsaraan hidup bukan semata-mata karena takdir, pemberian, tapi juga sangat dipengaruhi oleh bagaimana kita, sebagai manusia, mengelola pikiran dan menjalaninya dengan baik. Manusia memang tidak pernah merasa puas, selama manusia itu masih hidup, oke, itu adalah hal yang lumrah. Karenanya, kita semua mengenal apa yang dinamakan cita-cita, ambisi, keinginan, harapan, impian. Semua hal itu menjadikan hidup ini menjadi lebih bersemangat. Tetapi di sisi yang sama, manusia juga seringkali merasa kurang, membanding-bandingkan, menganggap dirinya tak berharga, dan melupakan apa yang sudah ada pada dirinya. Seperti seorang perempuan yang merasa dirinya buruk rupa hanya karena satu dua jerawat di wajahnya. Setiap hari, ia hanya berfokus memperhatikan jerawatnya yang semakin menjadi. Kepercayaan dirinya menurun, prestasi hidupnya menurun, keinginan bersosialisasinya menurun, sampai pada level kesengsaraan yang parah, ia merasa ialah satu-satunya manusia terburuk di dunia. Hidupnya hanya untuk memikirkan bagaimana caranya agar paras ayunya kembali. Saat bercermin, ia hanya melihat kesialan dan keburukan dari dirinya, sebab ia hanya berfokus pada apa yang belum ia miliki. Cermin itu tidak pernah memantulkan kecantikan bagian tubuhnya yang lain. Perut yang rata, kaki yang jenjang, badan yang sehat, dan yang paling penting nikmat sebuah kehidupan hanya karena ia tidak pernah memalingkan wajahnya kecuali kepada banyaknya jerawat. Begitulah kira-kira gambaran dari pikiran-pikiran yang tidak bisa terkelola dengan baik.
Kalau kata dokter, pasutri tidak boleh stres, kalau stres kemungkinan berhasil hanya dua persen menurut medis.
Semalam saya chatting dengan seorang kawan yang sedang menjalani program bayi tabung, kawan saya yang baik itu men-share semua yang sedang ia lakukan, termasuk pesan-pesan dari dokter. Satu pesan yang sangat bermakna ya pesan di atas yang kira-kira jika saya bahasakan menjadi, "jangan stres, kalau stres cuma dua persen lho prosentase suksesnya", tuhkan, betapa dahsyatnya dampak stres?
Memaknai 'jangan stres' itu menurut saya bukan dengan mendietkan pikiran, hasilnya bisa jadi pikiran kita malah melantur kemana-mana. Hasil uji coba diet pikiran saya kemarin berujung dengan konsentrasi penuh sok ngepo-ngepoin orang. Jadi saking tidak ada yang benar-benar ingin dipikirkan saya jadi mencari kesibukan dengan membuka portal berita. Jatuhlah pada berita tentang seorang gubernur yang sedang terjerat masalah hukum bersama isteri mudanya, yang kemudian saking penasarannya saya jadi mengubek-ubek informasi terkait kehidupannya, sebelumnya, dan malah berpikir yang tidak-tidak. Lalu jadi parno sendiri pada tahta dan harta, khawatir tahta dan harta yang berada di pundak laki-laki yang tidak amanah bisa jadi menjeratnya pada masalah wanita. Halah, benar-benar melantur tidak jelas, :).
Memaknai 'jangan stres' itu menurut saya bukan dengan mendietkan pikiran, hasilnya bisa jadi pikiran kita malah melantur kemana-mana. Hasil uji coba diet pikiran saya kemarin berujung dengan konsentrasi penuh sok ngepo-ngepoin orang. Jadi saking tidak ada yang benar-benar ingin dipikirkan saya jadi mencari kesibukan dengan membuka portal berita. Jatuhlah pada berita tentang seorang gubernur yang sedang terjerat masalah hukum bersama isteri mudanya, yang kemudian saking penasarannya saya jadi mengubek-ubek informasi terkait kehidupannya, sebelumnya, dan malah berpikir yang tidak-tidak. Lalu jadi parno sendiri pada tahta dan harta, khawatir tahta dan harta yang berada di pundak laki-laki yang tidak amanah bisa jadi menjeratnya pada masalah wanita. Halah, benar-benar melantur tidak jelas, :).
Kalimat jangan stres lebih cocok jika dimaknai dengan jangan berpikir negatif, banyaklah berpikir positif dan lihat betapa banyak hal yang sudah kita miliki. Selain berpikir positif, memperbanyak melakukan hal-hal yang kita sukai terbukti mengurangi stres dan beban pikiran. Saya menulis saat saya merasa tertekan atau terlalu banyak hal yang mulai saya pikirkan. Saya mencintai kegiatan menulis dan itu sangat membantu bagi saya, manusia dengan tipe pemikir ini, hihihi. Paling tidak, semua hal yang ada di pikiran saya bisa tersalurkan dalam tulisan. Berpikir positif ini perlu pelatihan. Saya mencobanya dengan berlatih untuk mengingat semua apa yang telah saya miliki dan mensyukurinya dalam doa pagi hari. Hal itu terbukti menjadikan aktivitas seharian menjadi terlihat lebih menggembirakan. Latihan berikutnya bisa juga dengan mencoba mengambil hal positif dalam setiap kejadian yang menimpa. Misalnya, saat kita terjatuh, jangan lihat sialnya, syukuri bahwa ternyata jatuh itu hanya menanggalkan lecet saja dan bukan luka parah. Saat sakit, jangan ingat rasa sakitnya, syukuri bahwa dengan sakit itu, kita diberi waktu untuk beristirahat beberapa saat. Latihan berikutnya untuk membiasakan diri berpikir positif adalah dengan jalan-jalan, silaturrohim. Dengan bersosialisasi, bertemu banyak orang, melihat tempat lain selain tempat itu-itu saja yang biasa kita datangi, membuat pikiran kita jadi lebih terbuka. Bisa jadi, dalam kesempatan itu kita menemukan sisi-sisi lain kehidupan, dan menemukan masih banyak orang-orang yang belum diberi kesempatan sebaik seperti yang kita dapatkan. Nah, dari sana, akan kita temukan kesyukuran. Kesimpulannya, selalu petik hal baik dari hal-hal yang tidak baik sekalipun. Ini jurus jitu yang sangat membantu agar kita tidak pernah lagi merasa menjadi manusia yang paling sengsara di dunia, :)
Berpikir positif, banyak tersenyum dan jadilah manusia yang paling berbahagia
Terimakasih telah membaca dan meninggalkan jejak komentar sebagai wujud apresiasi. ^_^ Semoga postingan ini dapat memberi manfaat dan mohon maaf komentar berupa spam atau link hidup akan dihapus. Terima kasih.
10 komentar
Yaa ampun, mb ini mirip aku bgt, selain sensian aku juga apa2 fipikir, makanya aku gampang stress...
ReplyDeleteDulu waktu kerja jauh banyakmpikiran
Seksrang jadi ibu rumah tangga baru 2 hari...,mulai mikir gimana biar bisa tetep enjoy n menghadilkan karya...gitu terus ya mb fenomena hidup hehee
Dari tulisan ini aku belajar untuk tidak stress..biasanya aku stress ketika aku salah jalanin giro hahaha
ReplyDeleteGustyanita Pratiwi: haha... iya banget Mbak, tapi sekarang saya gak seekstrim dulu, sekarang lebih santai.. tapi saya masih suka latihan... termasuk latihan memperbanyak senyuman...:)
ReplyDeleteTitis Ayuningsih: iya Mbak, moga bermanfaat ya. Ayok jangan stres...^^
ReplyDeleteWaaah tulisan bagus nih mbak. bagaimana memenage tidak stress. Salam kenal
ReplyDeletewahh kalo ini mah terbalik mbak.. saya justru yang tipe santai, kalo belum sempet nyuci ya biarin aja.. kalo ga ada waktu nyapu, ya minimal dipel aja dulu biar ga debuan.. kalo ngantuk ya tidur, kalo males ya nonton tipi... hihihihihi.. sementara suwami malah yang lebih heboh, dari mulai bangun tidur udah ngerancang hari ini mesti ngapain aja :P
ReplyDeletetapi teuteup yahhh stres sih ada, terutama kalo load kerjaan di kantor lagi gila-gilaan.. maunya sih gak gampang stres..
Kalo saya kayaknya setipe sama suaminya mbak deh... santaiii kayak di pantai :D
ReplyDeletetapi terlalu santai mmg bikin hidup jd kurang tertata. semoga nanti saya dapet pasangan yg menyeimbangkan saya :)
Nunung Yuni Anggraeni: salam kenal kembali Mbak Nunung...:)
ReplyDeletePipit: haha... begitu ya Mbak... hidup ini warna-warni ternyata, pernikahan itu mempertemukan sepasang sendal, kan gak seru kalau kanan semua atau kiri semua...:)
ReplyDeleteRosa Al-Rosyid:iya Mbak, amiin.. semoga dapat yang dapat menyeimbangkan...:)
ReplyDelete