“Bang udahan Bang, Pilpres sudah lewat!”
“Damai Bang, Damai!”
Eaaa… hari gini masih bikin status Pilpres,,:)
Yah, daripada-daripada saya bikin rusuh di Fan Page orang, (pasti
adminnya juga bakalan ngomong, “yah suka-suka guwe dong, rumah-rumah
guwe”) yang mana itu FP makin kesini kenapa jadi FP yang isinya pilpres
mulu, adu domba, dan penuh komentar caci-maki. Sayanya juga sih, bukannya unfollow, masih aja setia nungguin status barunya, plus kadang masih suka baca-baca komentarnya #kepo.
Mau bagaimana lagi, mulanya saya follow FP itu untuk mendapatkan
ilmu-ilmu kepenulisan (salah satu alasan tidak unfollow juga karena saya
menunggu perubahan status, eh makin kesini kok makin panas saja,
tanggal berapa sih sekarang? Putusan MK masih lama ya…).
Kalau mau dikembalikan ke zaman penjajahan dulu (eh, sekarang pun masih zaman penjajahan, #savePalestine),
ibarat kata, tidak perlu repot-repot melakukan taktik politik devide et
empera, ini Negara sudah pecah duluan. Ibarat kaca, ini kaca yang
retak-retak. Tunggu satu sentuhan saja, berkeping-keping sudah.
Baiklah, mari kita sepakati bahwa sistem pemilu kita memiliki banyak
celah kekurangan. Pemilu (lagi-lagi) selalu menyisakan masalah berulang,
kecurangan, TPS bermasalah, ketidaknetralan petugas, dan ketidakjelasan
hasil.
Lebih atas lagi, sistem demokrasi ternyata belum mampu
menjadi sistem terbaik untuk negeri. Subtansi berdemokrasi yang
bermakna kedaulatan di tangan rakyat masih terlalu kabur dan jauh dari
realisasi. Kita masih menyaksikan banyak celah kecurangan, konflik
kepentingan, perebutan kekuasaan yang akhirnya melahirkan korupsi,
kolusi, nepotisme, salah satu penyakit kronis yang menjangkiti negeri.
Kita juga ‘agaknya’ masih sulit menemukan wadah (dalam hal ini parpol)
yang benar-benar bebas kepentingan sepihak, dan membawa maslahat. Ada,
beberapa, tapi tidak semua. Kita semua juga tahu, tidak ada persahabatan
abadi dalam politik, semua lawan bebas menjadi kawan, tergantung
kepentingan dan peta perpolitikan selama lima tahun.
Sudahlah,
kita sudah sama-sama tahu itu, jadi jangan semakin memperkeruh keadaan,
dan terlalu berlebihan membangga-banggakan pilihan politik. Setiap
calon presiden (belum ada pelantikan presiden kan?) memiliki kekurangan
dan kelebihan. Jika anda termasuk salah satu pendukung fanatik salah
satu calon, tulislah berita-berita yang lebih mendamaikan. Tulis tentang
kelebihan-kelebihannya, kiprahnya untuk negeri, prestasi-prestasinya.
Harapan rakyat dan hal-hal positif lainnya. Bukan dengan cara
menjelek-jelekkan dan mencerca calon yang satu lagi. Share link-link
yang memuat informasi secara profesional, jujur, independen, bebas
rekayasa. Jangan terlalu berlebihan sampai-sampai berniat pindah
kewarganegaraan #cumaGegara Pilpres?
Tentang share link-link berita, sebaiknya juga hati-hati. Saya termasuk yang pelit berbagi link. Alasannya:
1. Jika saya tidak terlalu familiar dengan sumber berita, saya lebih memilih untuk tidak men-sharenya.
2. Bahasanya amburadul, narasumber tidak jelas (ex: sumber berita: dari
Fb, sumber berita: dari web lain), penulisnya abal-abal (no name),
tatacara penulisan serampangan, berita tidak masuk akal, sumber foto
rekayasa.
3. Isi muatan berita penuh dugaan, caci-maki dan benci.
Alhamdulillah, beberapa waktu yang lalu terdapat pencerahan, ternyata
banyak web abal-abal dengan ciri alamat url news.com (sebentar,
ubek-ubek file dulu…)
Ini beberapa contoh portal yang perlu diwaspadai:
(seolah-olah kompas.com)
(seolah-olah www.viva.co.id)
(seolah-olah tempo.co)
(seolah-olah detik.com)
(seolah-olah www.republika.co.id)
Baca berita, juga kudu hati-hati. Kalau mau jujur-jujuran. Baiklah,
saya mau buka sedikit. Dengan sistem pemilu kita yang masih banyak
kekurangan itu, berita-berita provokatif dengan penulis bayaran itu
benar adanya. Itu sudah menjadi rahasia umum penulis #hussh..rahasia. Bukan berarti semua berita buruk itu ditulis oleh penulis bayaran, bukan begitu. Tapi ya begitu.. kebanyakan begitu.
Sudahlah, sudah!, jangan mau terus di adu domba dan propaganda. Jadilah
penulis dan pembaca cerdas! Perluas pengetahuan jangan hanya dari
membaca status, membaca blog atau website. Baca sejarah, baca buku!,
Sudahlah, sudah! Tugas kita masih banyak. Jika sekiranya kita belum
mampu menjadi bagian dari sistem dan memperbaikinya. Jangan terus bikin
rusuh, nyinyir dan menebar benih kebencian. Belajar untuk terus
berkarya, berbuat untuk negeri, bermanfaat untuk banyak orang, terus
kawal negeri ini menjadi negeri yang satu. Indonesia yang kuat, bersatu,
dan berdaulat. Itu! #nunjuk pake gaya Om Mario.
Terimakasih telah membaca dan meninggalkan jejak komentar sebagai wujud apresiasi. ^_^ Semoga postingan ini dapat memberi manfaat dan mohon maaf komentar berupa spam atau link hidup akan dihapus. Terima kasih.
4 komentar
di TL ku juga beberapa yg masih nyinyir hehe...
ReplyDelete@HM Zwan:ganggu banget kan Mbak?
ReplyDeleteYeeeeeay~! Selama gak punya FB, aku udah gak pernah liat lagi yang nyinyir-nyinyir. Di twitter masih ada sih, tapi kan kalo di twitter mah gampang, tinggal unfollow. Di FB, kita nge-unfriend orang, bisa dipertanyakan. .______.
ReplyDeleteOctaNH
(Kayaknya komen sebelum ini gak keliatan namanya, jadi sekarang ditulis nama.)
@Catatan Ingatan:siip dah :)
ReplyDelete