Judul
Buku : Berpikir & Berjiwa Besar
Judul
Asli : The Magic of Thinking Big
Penulis : David J. Schwartz Ph.D
Cetakan
pertama : 1992
“Manusia
sesungguhnya adalah apa yang ia pikirkan di dalam hatinya.”
-Nabi Daud-
“Manusia
yang agung adalah mereka yang mengetahui bahwa pikiran menguasai dunia”.
–Emerson-
Siapa yang tidak mengetahui
tentang besarnya kekuatan pikiran? Bahkan tokoh yang amat perspektif seperti
Shakespeare berpendapat, “Tidak ada yang baik atau buruk kecuali bahwa pikiran
membuatnya demikian”. Tokoh seperti Milton dalam Paradise Lost menuliskan, “Pikiran adalah tempatnya sendiri dan
pikiran ini saja dapat membuat surga dari neraka atau neraka dari surga. Allah
juga telah mengindikasikan mengenai hebatnya pikiran ini yang diriwayatkan berdasarkan sebuah hadits,
"Sesungguhnya Allah berfirman: "Aku sebagaimana prasangka hambaku kepada-Ku. Aku bersamanya jika ia berdoa kepada-Ku."[HR.Turmudzi]
Tetapi, bagaimana kita dapat
membuktikan teori dan pendapat tersebut? Sebuah pertanyaan wajar yang mungkin
akan muncul, ya, pertanyaan yang hanya dapat dijawab melalui sebuah pembuktian.
Bukti-bukti tersebut datang dari kehidupan orang-orang pilihan di sekeliling
kita yang, melalui keberhasilan, prestasi dan kebahagiaan, membuktikan bahwa
berpikir besar benar-benar mendatangkan mukjizat.
Saya ingat, bagaimana kehidupan
saya, di tahun-tahun awal Sekolah Menengah Atas. Saya mengalamai tingkat
kepercayaan diri yang sangat buruk, rapuh, dan pikiran yang penuh dengan
prasangka. Lalu saya menemukan buku ini, seorang sepupu saya memberikannya
kepada saya. Katanya, buku ini sangat bagus, bacalah. Buku ini, sedikit banyak
membawa perubahan pada diri saya, terutama perubahan bagaimana mengelola
pikiran, jiwa sekaligus meningkatkan rasa percaya diri. Sebelumnya, saya
termasuk siswa yang tidak di kenal, tidak pernah mendapatkan rangking, tidak
pernah mengikuti ekstrakurikuler, cukup introvert dan sangat pemalu. Kemudian,
buku ini datang membimbing saya, memaksa saya melakukan banyak gebrakan baru
yang mungkin terlihat biasa seperti: berjalan membelah lapangan menuju ke
kantin, -sebelumnya saya lebih memilih jalan memutar demi menghindari tatapan
mata orang-orang, saya selalu merasa risih diperhatikan, meski orang-orang
belum tentu memperhatikan-. Saya mendaftar untuk mengikuti beberapa
ekstrakurikuler, mencoba bergabung dengan komunitas, dan berusaha sekeras
mungkin mendapatkan rangking, agar dapat terpilih dalam Majelis Permusyawaratan
Kelas (MPK). Saya berlatih untuk mengisi pikiran dengan hal-hal yang lebih
positif, dan kekuatan pikiran itu telah membawa saya kepada sebuah perubahan
besar, yang tentunya jauh lebih baik. Saya beberapa kali mendapatkan rangking
terbaik untuk satu angkatan, sisanya tidak pernah lebih rendah dari rangking 3.
Saya masuk di jajaran kepengurusan OSIS, sempat menjadi calon ketua, memaparkan
visi-misi di hadapan banyak muka, bergerilya mempromosikan diri –dimana hal
demikian ini sangat jauh dari bayangan saya tentang kemampuan diri saya
sendiri-, beberapa kali mewakili sekolah untuk perlombaan, juga mewakili dalam
pertemuan-pertemuan pengurus OSIS antar sekolah. Dari itu, saya kemudian
benar-benar memercayai tentang kekuatan pikiran ini. Dan saya tidak dapat
memungkiri, sebagian besar karena terpengaruh buku ini.
Jadi, buku ini sudah pernah saya
baca, 13 tahun yang lalu. Tahun 2014, saya mencanangkan untuk membacanya
kembali, karena saya membutuhkannya. Buku ini, semacam terapi jiwa dan pikiran
yang lebih dari sekedar motivasi. Buku ini tidak hanya menyajikan teori atau
opini semata, tetapi memberikan pendekatan yang sudah terbukti terhadap situasi
kehidupan yang nyata, dan merupakan langkah-langkah yang dapat diterapkan
secara universal. Meski, kebanyakan contoh yang diberikan di buku ini lebih
banyak mengacu ke kehidupan wiraniaga, pebisnis dan semacam itu. Untuk kalangan
di luar itu, seperti saya, membacanya terkadang agak membosankan, tetapi hal
itu tidak terlalu mengganggu.
Buku ini dibagi menjadi 14 bab,
dengan disertai ringkasan di setiap akhir bab, yang akan sangat membantu, jika
kita tidak menginginkan membaca kalimat panjang, dan uraian yang bertele-tele.
Masing-masing bab, memiliki pokok bahasan tersendiri, yang sebaiknya dibaca
dengan perlahan, dan akan lebih baik jika segera dipraktekkan, sebelum
melangkah menuju bab berikutnya. Pembaca buku ini akan terlihat seperti peserta
program yang sedang mendengarkan motivator yang berbicara dalam beberapa
episode. Dimana buku ini telah disusun dengan sangat baik, memenuhi tiga unsur
dalam sebuah program pelatihan, yakni:
1. Memberikan isi, apa yang harus
dilakukan
2. Menyediakan metode, bagaimana
mengerjakannya
3. Memenuhi tes pembuktian, yaitu
mendatangkan hasil
Bab pertama pada
buku ini menyajikan tentang bagaimana mengembangkan kekuatan kepercayaan.
Mungkin, ini masalah umum yang seringkali menyerang. Kita seringkali merasa kalah
sebelum bertanding, merasa tidak mampu sebelum mencoba, pesimistis sebelum
berjuang. Sementara, disadari atau tidak, dalih kepercayaan bisa menebas itu
semua. Jika kita benar-benar percaya dapat melakukannya, maka kita benar-benar
akan dapat melakukannya.
Berpikir
sukses, jangan berpikir gagal. Sewaktu menghadapi situasi yang sulit,
berpikirlah, “saya akan menang”, bukan “saya akan kalah”. Ketika anda bersaing
dengan orang lain, berpikirlah, “saya sama dengan yang terbaik” bukan “saya
tidak masuk hitungan”. Jika peluang muncul, berpikirlah “saya dapat
melakukannya” jangan pernah berpikir “saya tidak dapat”. Biarkan pikiran utama
“saya-akan-berhasil” mendominasi proses berpikir anda. Berpikir sukses
mengkondisikan pikiran anda untuk rencana yang menghasilkan keberhasilan.
Berpikir gagal mengerjakan yang persis berlawanan. Berpikir gagal
mengkondisikan pikiran memikirkan pikiran-pikiran lain yang menghasilkan
kegagalan. Hal: 12.
Seringkali kita menilai rendah diri kita. Dan buku ini mengajak
agar kita merubah pola-pola perendahan diri, ketidakpercayaan diri, pesimistis
menjadi sikap optimistis yang dimulai dengan mengisi pemikiran-pemikiran
positif. Orang yang sukses bukanlah orang yang super. Sukses tidak mensyaratkan
super-intelek. Juga tidak ada yang mistis mengenai sukses. Sukses tidak
didasarkan pada nasib. Orang yang sukses hanyalah orang biasa yang telah
mengembangkan kepercayaan kepada diri sendiri dan apa yang mereka kerjakan.
Yang penting
sebenarnya bukanlah berapa banyak intelegensi yang anda miliki, tetapi
bagaimana anda menggunakan apa yang benar-benar anda punyai. Pikiran yang
memandu intelegensi anda jauh lebih penting daripada kuantitas kekuatan otak
anda. Biarlah saya ulangi sekali lagi, karena ini sangat penting –pikiran yang
memandu intelegensi anda jauh lebih penting daripada berapa banyak intelegensi yang
mungkin anda punyai-. Hal: 24.
Mengapa beberapa orang yang brilian gagal?
Disini Schwartz memberikan contoh tentang seorang pria yang ia kenal memenuhi
syarat sebagai seorang genius, yang mempunyai intelegensi abstrak yang tinggi.
Walaupun intelegensinya sangat tinggi, ia adalah salah satu dari orang paling
tidak berhasil yang saya kenal. Ia mempunyai pekerjaan tingkat menengah (ia
takut akan tanggung jawab). Ia tidak pernah menikah (ia dibuat takut oleh angka
perceraian yang tinggi), ia hanya
mempunyai sedikit teman (orang bosan dengannya), ia tidak pernah menaruh
investasi dalam bidang property jenis apapun (ia takut kehilangan uangnya).
Orang ini menggunakan kekuatan otaknya yang hebat untuk membuktikan mengapa
segalanya tidak akan berhasil, bukannya mengarahkan kekuatan mentalnya dalam
mencari cara-cara untuk berhasil. Karena cara berpikir negatif yang memandu
otaknya yang hebat, orang ini sedikit sekali memberikan sumbangan dan tidak
menghasilkan apapun. Dengan sikap yang berubah, ia sebenarnya dapat mengerjakan
hal-hal besar. Ia mempunyai otak yang cerdas yang dapat menjadi dasar bagi
keberhasilan yang luar biasa, tetapi sayangnya, ia tidak mempunyai kekuatan
pikiran.
Permasalahan
pikiran yang agaknya juga cukup menganggu adalah ketakutan. Saya sering
mendapati orang-orang yang begitu takut untuk tampil padahal ia layak untuk
tampil. Ketakutan adalah musuh sukses nomor satu. Ketakutan menghentikan orang
memanfaatkan peluang; ketakutan meletihkan vitalitas fisik; ketakutan
benar-benar membuat orang sakit, menyebabkan gangguang organik, memendekkan
umur; ketakutan menutup mulut anda ketika anda sebenarnya ingin berbicara.
Ketakutan akan orang lain adalah ketakutan terbesar.
Sewaktu
menghadapi masalah sulit, kita tinggal di dalam lumpur hingga kita mengambil
tindakan. Harapan adalah suatu awal. Akan tetapi harapan memerlukan tindakan
untuk mendapat kemenangan. Hal.43.
Bagian yang menarik di buku ini –sesuai judulnya- adalah bagaimana
berpikir besar? Schwartz menuliskannya dalam sebuah kalimat inti yang ringkas,
Pemikir
besar adalah ahli dalam menciptakan gambar yang positif, memandang ke depan,
optimistis baik di dalam pikiran mereka sendiri maupun pikiran orang lain.
untuk berpikir besar kita harus menggunakan kata dan frase yang menghasilkan
citra atau gambar mental yang positif dan besar.
Percaya bahwa sesuatu dapat dilakukan. Inilah prinsipnya: untuk
melakukan apapun, kita harus lebih dahulu percaya bahwa hal itu dapat dilakukan.
Percaya sesuatu dapat dilakukan membuat pikiran bergerak mencari cara untuk
melaksanakannya. Jika anda percaya sesuatu itu tidak mungkin, , pikiran anda
akan bekerja bagi anda dan membantu anda mencari jalan untuk melaksanakannya.
Hapuskan kata “tidak mungkin”, “tidak akan berhasil”, “tidak dapat dikerjakan", “tidak ada gunanya mencoba”
pikiran anda akan bekerja bagi anda untuk membuktikan mengapa hal itu tidak
mungkin. Akan tetapi, jika anda percaya, sesuatu dapat dilakukan, benar-benar
percaya, sesuatu dapat dilakukan, dari pikiran dan
kosakata pembicaraan anda.
Akhir dari resume ini,
saya tentu saja merekomendasikan buku ini, sebagai bacaan wajib demi
memperbaiki kualitas pikiran dan jiwa. Buku ini dengan segenap kelebihannya,
benar-benar memberikan motivasi yang begitu mendalam dan mengena, seolah ingin
melengkapi, buku ini juga penuh dengan contoh-contoh keseharian dari
orang-orang yang memang dikenal oleh penulis sendiri. Tentu saja saya yakin,
buku ini hadir setelah riset bertahun-tahun dan berdasar pada pengalaman
penulis. Jikapun, kita malas membaca penjelasan yang terlalu bertele-tele,
selalu ada ringkasan di setiap akhir bab, yang dapat dilahap dengan cepat. Kekurangan
buku ini –dari perspektif saya pribadi- adalah bahwa sayang sekali buku ini
tidak dapat dibaca dengan cepat dan sambil lalu, jika benar-benar ingin
mendapatkan pengaruhnya, sebaiknya buku ini memang dikunyah perlahan dan segera
dipraktekkan.
Selamat membaca!
Terimakasih telah membaca dan meninggalkan jejak komentar sebagai wujud apresiasi. ^_^ Semoga postingan ini dapat memberi manfaat dan mohon maaf komentar berupa spam atau link hidup akan dihapus. Terima kasih.
12 komentar
buku yang berbobot ya.. resensinya jg berbobot bangeet.. lengkap dan detill.. hihi saya paling susah resensi buku nonfiksi gini.. salut :)
ReplyDeletebuku yang berbobot ya.. resensinya jg berbobot bangeet.. lengkap dan detill.. hihi saya paling susah resensi buku nonfiksi gini.. salut :)
ReplyDelete@Binta Almamba: Bangeeeet Mbak, meski tergolong buku lama, buku-buku lama suka bagus-bagus ya memang,
ReplyDeleteaku membacanya waktu masih SMA tahun 80-an...makasih mengingatkan lagi...
ReplyDeleteeh salah tahun 90-an... wong belinya di shoping udah jaman kuliah
ReplyDelete@Ida Nur Laila: dan saya membacanya di tahun 2000-an, berarti kira2 10 tahunan setelah generasi Ibu, hihi,,, masih ngena juga ni buku ya rupanya, :)
ReplyDeletepengen bisa ngeresensiiii kaya gini
ReplyDelete@Icha:Ayuuuuk ikutan,,,
ReplyDeletekayaknya buku bagus nih ya, tp masuk waiting list dulu deh
ReplyDeleteini bukunya bisa diorder di toko buku gak ya mak?
ReplyDelete@marwiah hamid: Iya Mbak, recomended nih bukunya, :)
ReplyDelete@Titis Ayuningsih: kurang tahu saya juga Mbak tentang itu, coba di googling dan hunting ya Mak Titis. Semangkaaaaa!! :)
ReplyDelete