Bismillahirrohmanirrohim,
--Intermezo—[Enam hari lagi, Pilgub Kaltim dilaksanakan. Belum lama berpisah, panggung perpolitikan diributkan dengan selisih faham tentang perlu tidaknya masyarakat Kalimantan Utara (Kaltara) ikut serta dalam pemilihan Gubernur Kaltim kali ini. Sebagian yang apatis mengatakan, “Apa untungnya sih?”, “Apa hubungannya?” “Pasti ada apa-apanya…”. Tetapi, saya bersepakat dengan sebagian lagi yang memandang kesempatan ini sebagai ‘bonus’ atau ‘diskon khusus’ bagi masyarakat Kaltara untuk turut serta menentukan wajah Kaltim lima tahun ke depan –terlepas dari ada tidaknya tunggangan politik di dalamnya-, kebijakan ini sah menurut Undang-undang yang tertuang dalam UU NO.20/2012 Pasal 10 Ayat 1.]Yuk, mari kita gunakan dengan baik, hak pilih kita!
--Intermezo—[Enam hari lagi, Pilgub Kaltim dilaksanakan. Belum lama berpisah, panggung perpolitikan diributkan dengan selisih faham tentang perlu tidaknya masyarakat Kalimantan Utara (Kaltara) ikut serta dalam pemilihan Gubernur Kaltim kali ini. Sebagian yang apatis mengatakan, “Apa untungnya sih?”, “Apa hubungannya?” “Pasti ada apa-apanya…”. Tetapi, saya bersepakat dengan sebagian lagi yang memandang kesempatan ini sebagai ‘bonus’ atau ‘diskon khusus’ bagi masyarakat Kaltara untuk turut serta menentukan wajah Kaltim lima tahun ke depan –terlepas dari ada tidaknya tunggangan politik di dalamnya-, kebijakan ini sah menurut Undang-undang yang tertuang dalam UU NO.20/2012 Pasal 10 Ayat 1.]Yuk, mari kita gunakan dengan baik, hak pilih kita!
Dokumentasi: BPS Tana Tidung |
Perbedaan pendapat, pun
sudut pandang menjadi warna tersendiri dalam pengambilan sebuah kebijakan,
tergantung dari sisi mana melihatnya. Dan tentunya, parameter apa yang akan
digunakan. Seperti itu pula yang terjadi pada pengambilan kebijakan pemerintah
untuk mengurangi angka kemiskinan di negeri ini. Di satu sisi, Bantuan Langsung
–apalagi dalam bentuk uang tunai- dianggap tidak akan mengangkat derajat
kemiskinan masyarakat bawah. Sebagian pesimis program kebijakan ini benar-benar
signifikan membantu Si Miskin. Alih-alih membantu, menyuapi ‘Si Miskin’ bisa
jadi akan terus membuat mereka terbiasa dengan zona nyaman untuk terus
menengadah, mengulurkan tangan. Itu sama halnya, dengan menyuapi anak berumur
15 tahun, tentunya kita patut khawatir dan was-was, “kapankah ia bisa mandiri,
dan makan sendiri?”.
Tetapi, di sisi lain, merumuskan cara untuk menurunkan angka kemiskinan bukanlah perkara mudah, semudah membalik telapak tangan. Terlebih, merumuskan program tepat sasaran, tepat guna dan efisien. Tepat sasaran, adalah bagaimana agar program ini dapat benar-benar ditujukan untuk Si Miskin, bukan Si Kaya atau yang mengaku-ngaku miskin. Tepat guna, adalah bagaimana program ini benar-benar dapat dirasakan oleh Si Miskin, dan benar-benar memberikan dampak signifikan, mendongkrak kehidupan ekonominya, serta menaikkan derajatnya, sedikit demi sedikit keluar dari kemiskinan. Efisien bisa diartikan sebagai program yang ringkas. Ringkas dalam hal waktu pencapaian, ringkas dalam hal pendanaan, dan ringkas dalam hal program-program kegiatan serta pencapaian hasil. Dibandingkan dengan menggelontorkan dana besar untuk proyek-proyek yang tidak jelas siapa penikmatnya dan apa hasilnya, yang barangkali bukan untuk dinikmati, tetapi justru dikorupsi. Program ‘tepat sasaran’ jauh lebih unggul dan efektif. Hanya karena program ini belum terlihat hasilnya, ditambah lagi proses pelaksanaannya yang carut marut disana-sini, seharusnya tidak lantas membuat kita mengenalisir bahwa program ini tidak ada gunanya, menimbulkan masalah sosial baru, dan hanya meresahkan masyarakat.
Tetapi, di sisi lain, merumuskan cara untuk menurunkan angka kemiskinan bukanlah perkara mudah, semudah membalik telapak tangan. Terlebih, merumuskan program tepat sasaran, tepat guna dan efisien. Tepat sasaran, adalah bagaimana agar program ini dapat benar-benar ditujukan untuk Si Miskin, bukan Si Kaya atau yang mengaku-ngaku miskin. Tepat guna, adalah bagaimana program ini benar-benar dapat dirasakan oleh Si Miskin, dan benar-benar memberikan dampak signifikan, mendongkrak kehidupan ekonominya, serta menaikkan derajatnya, sedikit demi sedikit keluar dari kemiskinan. Efisien bisa diartikan sebagai program yang ringkas. Ringkas dalam hal waktu pencapaian, ringkas dalam hal pendanaan, dan ringkas dalam hal program-program kegiatan serta pencapaian hasil. Dibandingkan dengan menggelontorkan dana besar untuk proyek-proyek yang tidak jelas siapa penikmatnya dan apa hasilnya, yang barangkali bukan untuk dinikmati, tetapi justru dikorupsi. Program ‘tepat sasaran’ jauh lebih unggul dan efektif. Hanya karena program ini belum terlihat hasilnya, ditambah lagi proses pelaksanaannya yang carut marut disana-sini, seharusnya tidak lantas membuat kita mengenalisir bahwa program ini tidak ada gunanya, menimbulkan masalah sosial baru, dan hanya meresahkan masyarakat.
Pekan lalu, di hari
rabu, 28 Agustus 2012, saya menghadiri seminar Data Base Kemiskinan yang
diadakan oleh Bappeda&LH Kab Tana Tidung. Kalimat “tolong di hadiri ya, BPS
wajib hadir” via telpon dari pihak panitia, semakin meringankan niat untuk hadir. Selangkah
lebih maju, melalui Bappeda&LH, Pemkab Tana Tidung bekerjasama dengan tim LPPM
UNMUL berupaya membuat sebuah program Data Base by name by address masyarakat miskin. Selaras dengan pernyataan
Bupati dalam pembukaan acara, “apapun yang sudah ada, patut kita syukuri”. Saya
pun menyukuri satu hal, bahwa dalam kegiatan ini, tidak melibatkan BPS secara
langsung. Itu artinya, BPS bisa berlepas diri –sejenak- dari perdebatan hebat
tentang shahih tidaknya data by name by
address hasil PPLS yang dilakukan oleh BPS.
Demo BLSM yang berakhir ricuh di kantor BPS Kab Monokwari |
Dalam paparan seminar, dipampangkan secara jelas, hasil sebuah survey ulang yang diistilahkan sebagai ‘data pembanding’ atau ‘data terkini’ dibandingkan hasil 2011. Menggunakan perangkat kuesioner dengan variabel-variabel pokok seperti yang dilakukan oleh BPS, yang kemudian disempurnakan menggunakan sudut pandang persepsi, dan teknik penskoringan baru, ditemukan fakta bahwa jumlah rumah tangga miskin di Kabupaten Tana Tidung adalah 500 sekian, jauh lebih rendah dibanding data penerima BLSM yang bersumber dari TNP2K yakni 977. Itu artinya, telah terjadi penurunan yang cukup signifikan terhadap jumlah rumah tangga miskin di Kabupaten ini versi Bappeda&LH. Tetapi, seperti dugaan saya, ketika kedua data tersebut diuji coba untuk disandingkan, terjadi ketidakcocokan nama kepala rumah tangga miskin. Meskipun, besar harapan saya, itu hanya gambaran kasar saja –pada saat seminar, hanya diuji coba untuk beberapa desa- sehingga tidak menjadi suatu masalah. Ya, dua data, dua metode berbeda, dua tujuan berbeda, tentu tidak dapat serta merta disandingkan begitu saja.[Perlu diketahui dan dipahami bersama, data awal BDT bersumber dari PPLS 2011 yang kemudian diolah oleh TNP2K, hingga menghasilkan 40% penduduk yang berpenghasilan terendah. Sehingga, tidak menutup kemungkinan masih banyak penduduk dengan karakteristik hampir serupa dengan 40% penduduk yang berpenghasilan terendah ini. Maka wajar, jika kemudian muncul aksi dari mereka yang merasa lebih berhak, atau yang hanya mengaku-ngaku berhak. Diluar dari derajat ketelitian sebuah survey, bisa jadi mereka yang ‘berhak’ di tahun ini seharusnya sudah keluar dari lingkaran ‘berhak’, sementara itu yang sebelumnya tidak berada dalam lingkaran, tahun ini ‘jatuh’ ke dalam lingkaran]
Pertanyaannya kemudian,
data manakah yang benar-benar shahih? Statistik hanya alat, dua-duanya bisa
shahih, bisa juga hanya salah satunya, atau bisa jadi keduanya ternyata tidak
shahih. Saya menyadari, sudah banyak kalangan yang terlanjur apatis dan enggan
menggunakan data BPS, lantaran menganggap data BPS kurang akurat dan cermat.
Tetapi, banyak hal yang mungkin masih bisa diperdebatkan, dan yang tidak banyak
diketahui khalayak umum adalah tentang beberapa kelebihan yang
dimiliki BPS untuk mendukung keshahihan data. Diantaranya, adalah ketersediaan Master Frame, peta wilayah yang lengkap,
konsep definisi yang jelas dan merujuk pada kondef internasional, desain penelitian yang mumpuni. Master Frame atau kerangka sampel adalah
acuan yang kemudian dapat digunakan untuk menentukan teknik pengambilan sampel
yang digunakan. Dalam statistik, metode pengambilan sampel sama pentingnya
dengan metode penghitungan. Dan lagi, keshahihan data tidak akan pernah mungkin
bernilai 100%, selalu ada sampling error
dan non sampling error yang
menyertainya. Dengan demikian, saya masih yakin dengan data penerima BLSM hasil
PPLS 2011 ini, sedikit salahnya, data ini digunakan pada dua tahun setelahnya,
tanpa mempertimbangkan perputaran roda ekonomi, gejolak sosial, karakteristik
masing-masing wilayah dan perubahan penduduk akibat kelahiran, kematian&migrasi.
Dengan keunggulan perangkat-perangkat sebuah survey, dalam benak saya, tentu akan menjadi sederhana dan ‘murah’,
jika data TNP2K ini saja yang digunakan sebagai dasar untuk memperbaiki serta
memperbaharui data kemiskinan. Cara tersebut juga dapat menjadi ‘jalan pintas’
yang cukup efektif dan efisien tanpa harus mengulang kembali –dari awal- sebuah
survey yang sudah pernah diadakan.
Gbr.1. Persentase Pengeluaran
Rata-rata Perkapita Sebulan Untuk
Kelompok Makanan Menurut
Jenisnya, 2012.
Hasil Survei
Sosial Ekonomi Nasional (Susenas 2012) Kab Tana Tidung, BPS.
Jangan-jangan,
lembaran uang yang sejatinya digunakan untuk menaikkan taraf hidup, hangus
begitu saja menjadi abu.
Pemerintah Daerah KTT
sendiri telah menurunkan berbagai program dalam rangka menurunkan angka
kemiskinan. Salah satunya melalui program PNPM Mandiri, dibarengi dengan program dari
‘pusat’ seharusnya sudah lebih dari cukup untuk menekan angka kemiskinan untuk
semakin terus turun. Benturan perubahan sosial, perilaku, juga ‘mental’
sebagian besar masyarakat kita yang rata-rata masih bermental ‘miskin’, yakni
lebih senang menerima, menengadahkan tangan adalah masalah tersendiri yang
nampaknya butuh waktu dan kerja ‘ekstra’ untuk dapat merubahnya.
Tetapi, diluar dari
pada itu, harapan untuk terus memperbaiki dan memiliki Basis Data Terpadu yang
shahih, terprogram dengan baik, ter-update
menjadi harapan semua pihak, terutama oleh pemerintah daerah yang menjadi
pelaksana terdepan dalam program penanggulangan kemiskinan ini. Tentunya dengan
tetap memperhatikan metode yang tepat, akurat, apa adanya, tanpa rekayasa, dan
tanpa manipulasi. Dan atas hasil yang diseminarkan ini, saya pribadi sangat
menyambut baik, dan berharap akan di peroleh tindak lanjut yang paling tepat
bagi program penanggulangan kemiskinan di daerah ini.
Terimakasih telah membaca dan meninggalkan jejak komentar sebagai wujud apresiasi. ^_^ Semoga postingan ini dapat memberi manfaat dan mohon maaf komentar berupa spam atau link hidup akan dihapus. Terima kasih.
0 komentar