Suku Dayak Belusu, dengan pakaian adat dan tarian adatnya. Suku ini adalah salah satu suku asli (selain suku Tidung) yang mendiami Kab Tana Tidung, Kalimantan Utara.
Bismillahirrohmanirrohim.
Pertengahan Romadhon lalu, kami pindahan
rumah (lagi). Perpindahan ke tujuh kalinya dalam kurun waktu empat tahun
terakhir ini. Oh yeah!, empat kota, tiga propinsi, satu Negara. Memang bukan
sebuah rekor yang pantas masuk nominasi MURI, apalagi sebuah prestasi yang
patut mendapatkan medali. Tentu saja bukan! Kalau dihitung, berarti setidaknya,
satu tahun dua kali kami pindah. Rasanya? Bayangkan saja sendiri bagaimana
repotnya. Pindah itu (apapun jenisnya) sungguh menguras banyak tenaga, pikiran,
juga biaya. Saya masih bisa mengingat, seorang ibu paruh baya, yang tinggal
persis di depan rumah kami, di pagi buta, berjalan tergopoh demi melihat
kesibukan kami mengeluarkan sisa isi rumah.
“Mau kemana Dek?”
“Berangkat Bu, kami pindah tugas”
“Pagi ini juga?”, lantas ia memegangi
tangan saya, erat. Memeluk saya, sembari menangis, sesenggukan.
“Padahal saya sudah merasa begitu dekat
dengan Adek”.
Saya diam, mematung. Bagaimana mungkin? Bagaimana
mungkin saya tidak bisa merasakannya?. Aih, Ibu yang hanya sempat saya sapa, di
pagi hari menjelang berangkat kerja itu, yang bahkan saya belum sempat
mengunjungi rumahnya, mengajaknya berbincang atau sekedar bercengkerama. Rumahnya
yang dikelilingi pagar itu, sudah tutup saat senja, justru di saat kami baru
kembali ke rumah. Di detik-detik terakhir itulah, saya baru sempat berkenalan,
berbincang seakan baru kenal, lima belas menit-sepuluh menit, ah tidak sampai
selama itu, mungkin hanya lima menit. Mengingat mentari akan semakin meninggi,
dan kami harus segera bergegas mengejar jadwal penerbangan yang tinggal dua jam
lagi. Itu salah satu kenangan yang benar-benar tidak terlupakan, juga termasuk
waktu tinggal tersingkat, satu bulan. Kenangan, adalah salah satu hal terberat saat
hendak melangkah ke tempat yang baru, selain tentu saja, hal terberat lainnya
adalah memulai segalanya dari nol kembali.
Karena itu, entah mengapa, acap kali mendekati
detik-detik pindah, perasaan saya menjadi agak sedikit ‘kacau’, sedikit
‘galau’, sedikit ‘risau’, semua perasaan sedikit yang bercampur menjadi satu. Ditambah
lagi, momen pindah kali ini bertepatan dengan Ramadhan. Aduhai, benar-benar membuat ibadah Ramadhan tahun ini ikut-ikutan
berantakan. Lupakan tentang ledekan beberapa teman, “harusnya gembira dong, kan mau menempati rumah
baru”, saya justru baru bisa merasakannya setelah semuanya berakhir. Saya akhirnya memilih untuk berdamai. Berdamai dengan keadaan, berdamai dengan
kenangan. Meski (lagi-lagi) saya tidak dapat menghentikan pikiran saya tentang,
gelapnya hari esok. Yah, saya tidak pernah tahu sampai berapa lama nanti akan
menempati hunian yang baru ini. Pada saat yang sama, saya pun tahu, saya tidak
mungkin, tinggal disini, selamanya. Persis seperti hidup, kita semua tahu bahwa
kita tidak akan pernah hidup di dunia, selamanya. Di saat yang sama, kita tidak
pernah tahu, kapan batasan hidup, kapan kita akan pindah ke alam yang lain itu. Jadi, yang saya lakukan, persis seperti 'hidup' itu sendiri. Berkarya saja sebanyak-banyaknya, bermimpi setinggi-tingginya, seolah saya akan tinggal disini, selamanya. Di saat yang sama, saya juga mempersiapkan diri, seolah besok akan pindah lagi.
Seperti hidup, yang memiliki batas,
bulan dan hari pun memiliki penghabisan
Ramadhan berakhir, semoga amal yang kita upayakan di bulan ini senantiasa tak pernah putus, nyala semangatnya tak pernah padam, hingga ke bulan-bulan berikutnya, sehingga Allah menetapkan kita agar pantas bertemu kembali dengan bulan suci ini, di tahun yang akan datang. Semoga, Ramadhan membawa perubahan kebaikan, bukan hanya rutinitas semu yang dijalankan, melainkan amalan yang mengantarkan keberkahan. Amin ya Rabbal alamin.
Taqobbalahhu Minna Wa Minkum
Taqobbal ya karim.
Mohon maaf lahir batin atas khilaf ucapan maupun tulisan.
Eid Mubarak 1434 H.
Selamat Hari Raya Idul Fitri ya... :)
Seperti hidup, yang memiliki batas,
bulan dan hari pun memiliki penghabisan
Ramadhan berakhir, semoga amal yang kita upayakan di bulan ini senantiasa tak pernah putus, nyala semangatnya tak pernah padam, hingga ke bulan-bulan berikutnya, sehingga Allah menetapkan kita agar pantas bertemu kembali dengan bulan suci ini, di tahun yang akan datang. Semoga, Ramadhan membawa perubahan kebaikan, bukan hanya rutinitas semu yang dijalankan, melainkan amalan yang mengantarkan keberkahan. Amin ya Rabbal alamin.
Taqobbalahhu Minna Wa Minkum
Taqobbal ya karim.
Mohon maaf lahir batin atas khilaf ucapan maupun tulisan.
Eid Mubarak 1434 H.
Selamat Hari Raya Idul Fitri ya... :)
Terimakasih telah membaca dan meninggalkan jejak komentar sebagai wujud apresiasi. ^_^ Semoga postingan ini dapat memberi manfaat dan mohon maaf komentar berupa spam atau link hidup akan dihapus. Terima kasih.
6 komentar
selamat hari raya idul fitri Mak. ikut sedih bacanya. semoga dimanapun kita tinggal, kita bisa memeberi manfaat untuk orang lain ya, Mak. tetap semangat! :)
ReplyDeletetaqobbalallohu minna wa minkum.. maafkan salah2 kami sekeluarga ya mba... salam maaf jg bt suami mba, n sayang buat si kecil :)
ReplyDeleteKami sekeluarga mengucapkan
ReplyDelete“Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1434 H”.
Mohon maaf lahir dan bathin
Taqabbalallahu minna waminkum
@ernie irawaty Maysarah ya Er, sama-sama,,, salamnya disampaikan,..:)
ReplyDelete@Insan Robbani sama-sama...:)
ReplyDelete@catatanmamanisam Iya Mak,,, amin... makasih udah mampir ya Mak...:)
ReplyDelete