Air terjun KM. 16 Kab. Bulungan |
Dan barang siapa berhijrah di jalan Allah,
niscaya mereka akan mendapatkan di bumi ini tempat hijrah yang luas dan
rezeki yang banyak (An-Nisa:100).
Bismillahirrohmanirrohim.
Ketika mengetahui kami akan dipindah ke Kabupaten Tana Tidung (2007), putera terakhir dari Kabupaten Bulungan, yang sebelumnya telah melahirkan Kota Tarakan (1997), Kabupaten Nunukan (1999), Kabupaten Malinau (1999) yang kini bersatu kembali membentuk Propinsi Kalimantan Utara, banyak informasi (konon katanya) yang kami peroleh. Tentang betapa sepinya Tana Tidung, tentang kebiasaan dan adat istiadat penduduk setempat, tentang melambungnya harga-harga, dan banyak lagi. Beberapa sms yang masuk ke handphone saya pun, rata-rata bernada hampir sama,
Bahkan sebelum melepas kepergian kami, atasan kami sempat berpesan pada saya,"Semoga betah disana ya Mbak..."
"sabar ya Rin, dijalani dengan gembira saja"
terus terang sedikit agak membebani pikiran kami, meski beberapa informasi juga cukup menghibur dan tentu saja, kami butuhkan.
Berjalan di ruang gelap, dimana kita tidak pernah benar-benar mengetahui apa yang akan terjadi kelak di kemudian hari, membuahkan buncah perasaan yang beraneka rupa. Ada kalut, bimbang, takut, senang. Sampai-sampai, menjelang hari boyongan, nafsu makan kami menjadi berkurang, tidur tak lagi nyaman. Sayapun, dalam beberapa waktu, tak memiliki gairah 'menulis', buntu. Membiarkan blog ini lama tak berpenghuni. Dan lagi, ditengah-tengah kegalauan saya itu, saya sudah terlanjur menerima permintaan menjadi juri menulis jauh-jauh hari di ajang FISI [Festival Islam ala Statistisi] 1434 H, yang alhamdulillah telah menghasilkan 15 pemenang tulisan yang akan dibukukan. Ternyata selain menjuri, saya juga dimintai membuat tulisan tamu dan sedikit endorsment. Jadilah, tulisan yang saya buat kali itu serasa berdarah-berdarah, karena butuh perjuangan yang berat untuk memulai dan memikirkan ide tulisan yang pas. Sampai-sampai saya membatin, "waduh, kalau tulisan saya serupa ini, tentu kalah jauh dari tulisan-tulisan para peserta", tapi ya, sudahlah, saya tetap berdoa, semoga ada hikmah yang dapat dipetik dan bermanfaat.
Aliran sungai di air terjun KM 16 |
Foto di
atas adalah salah satu tempat di Kabupaten Bulungan yang kami kunjungi
sesaat sebelum pindah. Setelah menerima Surat Keputusan (SK) pindah
tertanggal 1 Januari 2013 yang kami terima tanggal 27 Desember 2012 yang
demikian tiba-tiba itu, banyak hikmah yang pada akhirnya dapat kami
petik.
Hikmah pertamanya: sadar diri. Sebagai seorang abdi negara, alangkah bijaknya jika mampu hidup bersahaja. Sederhana, berkecukupan, dan tidak neko-neko. Sebabnya, karena pindahan itu ternyata repot sekali, apalagi jika harus memindahkan banyak barang. :). Ibu saya sampai harus berpesan, "udah setelah ini, gak usah nambah-nambah isi rumah lagi, pakai saja yang ada, sampai jelek"
Hikmah kedua: Berbagi. Kini kami
dapat merasakan bagaimana rasanya pindah tugas, di jalan Allah, demi
pengabdian kepada negara. Kami bisa merasakan bagaimana rasanya
teman-teman yang telah lebih dahulu merasakan. kami (terutama saya) dapat belajar bagaimana bersikap, memahami,
merasakan dan membantu orang-orang yang pindahan. Sungguh, kami sangat
berterimakasih kepada sahabat-sahabat yang telah merelakan waktunya
untuk datang kerumah kami, bersilaturrohim untuk menguatkan, mengajak
berbincang. Juga, kepada sahabat-sahabat yang mengantar keberangkatan
kami, bahkan turut mengantar sampai di tempat hunian baru.
Selain berbagi perasaan, kami juga belajar untuk berbagi kepemilikan. Membagikan sebagian besar barang kepemilikan dengan harapan sebagai ladang amal yang bisa kami semaikan di tempat terdahulu. Membagikan mimpi, dengan harapan kelak masih ada yang berniat melanjutkan.
Kabupaten Tana Tidung |
Hikmah ketiga, refreshing. Hijrah di tempat baru berarti
juga menambah penyaksian atas bumi Alloh yang luas, bertemu dengan
wajah-wajah baru, beradaptasi dengan hal-hal baru, semuanya akan terasa
seru jika dinikmati dengan gembira dan suka cita.
Kabupaten Tana Tidung (KTT) dengan jumlah penduduk yang masih sedikit (tercatat sebanyak 16.356 jiwa di tahun 2011) dengan luas wilayah 4.828,58 km2, yang jika dibandingkan dengan kota padat lain mungkin hanya setara dengan penduduk satu kecamatan atau bahkan satu kelurahan ini, didiami kira-kira sebanyak 60 sampai dengan 70 persen penduduk asli kalimantan, diantaranya yang terbesar adalah suku Tidung dan suku Dayak Berusu. Dalam sebuah kesempatan, saat menyusuri Tideng Pale (baca: Tidung Pala) ibu kota KTT, saya dapat menyaksikan keragaman penduduknya yang kini mulai ramai dengan para pendatang, menyaksikan sebuah perkampungan dayak, dan akhirnya baru mengetahui jika ternyata, di ibu kota kabupaten ini, masjid baru ada tiga. Kalau begitu, beruntung sekali, kami bisa mendapatkan hunian di dekat salah satu masjid di KTT ini.
Rumah hunian baru kami |
Foto rumah ini saya ambil pada pagi hari, sebelum berangkat ke kantor. Setelah saya perhatikan dengan seksama, mungkin karena terkena sinar matahari, hasil jadinya seperti diberi efek bubble. Rumah ini baru beberapa bulan di buat (kayu-kayunya masih berantakan dimana-mana), disini dan di sebagian daerah kalimantan pada umumnya, rumah kayu masih menjadi idola. Biasanya saya agak pilih-pilih tentang rumah hunian. Tetapi, kali ini saya harus rela mempercayakan pencarian rumah pada sahabat-sahabat kami di KTT, karena di saat bersamaan bapak dan ibu kami datang berkunjung.
Begitu saya mendapat telepon dari Bapak,
"Nduk, Bapak dan Ibu sudah beli tiket PP nih, mau jalan-jalan kesitu, sekalian mau nganterin kamu ke tempat yang baru"
luar biasa bahagia rasanya. Ditengah kesibukan ibu dengan berbagai aktivitasnya, Bapak sebagai kepala sekolah SD dan TK, serta amanah yang lain, saya terharu ketika tahu Bapak dan Ibu menyisihkan waktu satu minggu untuk berkunjung, dengan bersemangat menemani kami pindahan, membantu menyusun barang-barang, dan berulangkali berucap,
"Bagus ini rumah kamu yang baru. Listriknya enak, airnya enak (di tempat kami, air berasal dari sumber mata air, jadi sekali buka kran air mengalir deras), dapurnya luas. Udah pokoknya tinggal disini enaklah"
Hikmah keempat, rencana Allah baru rencana kita. Di penghujung tahun 2012 ini, begitu banyak rencana-rencana yang kami buat tidak berjalan dengan semestinya, sebab ternyata di balik itu, ada rencana Allah yang jauh lebih indah. Seperti saat kami telah berencana mendatangi KTT untuk mencari rumah hunian dulu, boyongan rencana satu atau dua bulan lagi. Ternyata, tiba-tiba Bapak menelpon, memberitahukan akan datang. Akhirnya kami meminta bantuan untuk dicarikan, dan akhirnya langsung boyongan. Kalau di flashback kembali, siapakah yang menggerakkan hati orangtua saya untuk datang, siapakah yang menggerakkan hati Bapak Jamhari (pemilik rumah kami) yang baru beberapa bulan ini membangun rumah, seolah sudah disiapkan saja untuk kami. Lalu, siapakah yang menggerakkan sahabat-sahabat kami untuk memilih rumah Bapak Jamhari yang ternyata sangat sesuai dengan selera kami (saya terutama). Semuanya, seperti sudah terencana. Subhanalloh, itulah rencana Allah.
Begitupun, dengan kepindahan kami, meski kelihatannya pengaturan pindah ini dibuat oleh manusia, tetapi, tentu saja inilah rencana Alloh yang telah ditetapkannya untuk kami.
Akan banyak hikmah yang dari hari ke hari bisa dipetik, insyaalloh ...
Seperti janji Allah
Life is begin
Tideng Pale, 25 Januari 2013
Terimakasih telah membaca dan meninggalkan jejak komentar sebagai wujud apresiasi. ^_^ Semoga postingan ini dapat memberi manfaat dan mohon maaf komentar berupa spam atau link hidup akan dihapus. Terima kasih.
2 komentar
Rumahnya kayak rumah penganten baru gitu yak. Atasnya pink. Heheheeee.... Semoga jadi kayak pengenten baru lagi di sana. Di depannya kayaknya enak banget tuh buat nanem kangkung. Ada halaman belakangnya juga gak?
ReplyDelete@Octaviani Nur Hasanah Amin... harapannya begitu, cepet nambah anggota keluarga baru. Begitulah, suka (-duka)nya kontraktor,hehe... halamannya di samping Mbak, di depan udah jalan. Okey, masukan kangkungnya bisa dicoba, :)
ReplyDelete