Bayi lelaki itu merangkak mendekatiku.
Dia berhenti di beberapa langkah dari tempatku berdiri. Pandangan kami
beradu. Kurasakan kedua matanya seperti sebilah pedang yang
mengoyak-ngoyak pikiranku dan meminta pertanggungjawaban atas apa yang
telah kulakukan.
"Ah, biar sajalah, peduli amat, sekali-kali ini", batinku dalam hati.
Aku kembali sibuk menyibak tempat penggantungan pakaian, mencari celah diantara belasan jenis blazer dan pakaian khusus kerja. Setelah memasukkan satu buah blazer merah marun yang baru saja ku setrika, pandanganku tiba-tiba tertuju kepada si blazer hitam dengan padanan rok panjang yang anggun.