Aku duduk di tepian sungai Kayan, Tanjung Selor Kota Ibadah. Senja,
warnanya merah saga, indah nian bercampur dengan aroma sungai yang khas.
Beberapa pemancing terlihat gelisah karena tak kunjung mendapatkan
tangkapan, tiga pasang muda-mudi asyik bercengkerama sambil menatap
barisan bukit di seberang, tepat di sekitar Gunung Putih. Seorang ibu
seperti juga aku, begitu awas menatap kedua anaknya yang berlarian
bermain layang-layang, takut kalau-kalau mereka berlari terlalu jauh.
Aisyah,
putriku yang baru sembilan bulan ku lahirkan, akhirnya bisa tertidur
pulas. Kasihan, sudah dua hari ini tidurnya seringkali tak nyenyak, aku
mengikuti saran Yazmin dan Adi, kakaknya untuk mengajak mereka bertiga
jalan-jalan menikmati senja.
“Bunda, Yazmin pengen beli
bakso sama abang yang disana…bunda… ayo bun..”, Yazmin menarik-narik
bajuku, hingga hampir saja membangunkan Aisyah. Bakso, aku seperti
pesakitan jika melihat penjual bakso, alergi atau lebih tepatnya trauma.
Rasanya yang kenyal dan enak itu hanya sesaat, hanya di awal, tidak
akan lama dan abadi … bakso mengingatkanku pada mas Priambudi, pada
pertemuan pertama kali dulu.
“Baksonya satu ya bang, kasih bonus pentolnya dua ya…. Cinta kan pelanggan setia…”,