Beberapa hari lalu, saya lupa tepatnya, dua buah buku tergeletak di atas meja Pak Isya, Kasie saya. Buku berjudul CERDAS ini terdiri dari dua seri, I dan II. Melihat desain cover buku dan kekhususan buku ini yang ternyata hanya dibagikan pada jajaran Pimpinan dan Kasie saja, saya hanya sempat membatin dalam hati barangkali buku ini berisi penjelasan STATCAP-CERDAS, sebuah program yang diusung BPS terkait rencana perubahan dan reformasi birokrasi. Saya juga menyangka buku ini akan penuh dengan penjelasan, definisi ataupun peraturan-peraturan dengan bahasa yang kaku dan formil, lagipula saya tidak mendengar koar-koar dari pimpinan atau teman-teman yang lain untuk membaca buku ini.
"Oh, barangkali buku ini memang hanya untuk kalangan terbatas", fikir saya lagi dalam hati.
Tidak lama, saat saya memiliki sedikit waktu senggang, iseng saya ambil dua buku ini yang sepertinya belum juga bergerak dari tempatnya semula. Terus terang saya cukup penasaran, apa sih isinya. Kesan pertama saat saya membuka-buka buku ini, hmm...ini sih lebih mirip diary, catatan harian, catatan perjalanan atau catatan semacam itulah yang ditulis dengan ringan, renyah dan singkat, judulnya saja singkat-singkat. Saat saya membaca halaman depan, barulah saya tahu jika buku ini adalah kumpulan catatan Pak Subagio DW, mantan Sestama (Sekretaris Utama) BPS yang pernah memberikan sebuah nasihat pada saya dan teman-teman saat magang di BPS Pusat. Nasihat beliau kebetulan waktu itu saya abadikan di buku harian saya,
“Biasakanlah menulis. Apapun
aktivitas yang telah kamu kerjakan, setiap kejadian/peristiwa, ikatlah semua
itu dengan pena. Kalau bisa kamu punya 1 buku khusus untuk kerja, tempat
mencatat setiap pelajaran berharga yang kamu dapat, sehingga nanti kalau kamu
sudah jadi orang Besar catatan perjalananmu tidak hilang. Manfaatnya besar
sekali, karena pengalaman itu sangatlah berharga…”
Kalimat Besar sengaja saya beri Bold, mengingat pak Subagio memang telah menjadi orang Besar dan telah berhasil mencatat setiap peristiwa yang terjadi di BPS, seperti yang dinasihatkannya pada kami.
Buku ini diberi judul CERDAS sesuai dengan nafas perubahan yang ingin diusung BPS yang terimplementasi dalam STATCAP-CERDAS (Statistical Capacity Building: Change and Reform for The Development of Statistics). Mungkin tidak akan terlalu sulit bagi para sarjana untuk sekedar memahami maksud dari Statcap-Cerdas ini, akan tetapi faktanya BPS merupakan sebuah keluarga besar yang tidak hanya diisi oleh para pimpinan, statistisi dan kalangan akademisi. Penjaga kantor, Cleaning Servis, pemegang kunci, atau bahkan mitra, kesemuanya juga termasuk dalam keluarga besar BPS yang harus diajak bersama-sama untuk berubah.
Hal pertama yang harus dilakukan untuk melakukan perubahan adalah membuat keseluruhan orang yang berada dalam lingkaran keluarga BPS ini mengerti apa yang harus dirubah, sebab bagaimana mau berubah jika mengerti arti Statcap-Cerdas saja tidak tahu. Pesan inilah yang nampaknya ingin disampaikan pada buku ini, sehingga dalam buku ini terbagi menjadi tiga bagian rangkaian cerita sesuai dengan nilai-nilai inti (Core Values) BPS yakni: Profesional, Integritas dan Amanah atau yang biasa disingkat PIA.
Pada buku seri I ini, bagian menarik yang saya sukai ada pada bagian Profesional dengan judul cerita 'Q (Queue)', tentang budaya antre di Inggris dan cerita dengan judul 'Etika Perstatistikan'.
-Sebagian pihak menduga, tak kurang pula yang mengharap, bahwa data statisik yang dimasyarakatkan adalah data statistik yang didandani (windowdressed). Itu karena ulah beberapa pihak, individu ataupun institusi. Instansi anu bilang data ini menurut instansinya adalah begini, instansi lainnya menuntut data itu berdasarkan laporan anak buahnya di lapangan adalah begitu- ini adalah sebagian kalimat yang saya kutip dari cerita dengan judul 'Etika Perstatistikan'. Bagian ini mengingatkan saya betapa sudah banyak kalangan yang meragukan keshahihan data BPS,
"coba sekali-kali BPS diperiksa, bener gak sih mereka mendata sampai ke pelosok-pelosok, masak data kemiskinan kita tinggi sekali", ini kalimat yang pernah saya dengar sendiri dari pengguna data. Ini kan tantangan untuk BPS, bagaimana membangun data terpercaya untuk semua bisa terwujud. Terkadang, metodologi, kuesioner dan sistem pengolahan sudah baik, tersandung oleh human error, ketidakjujuran petugas dan ada-ada saja masalahnya. Sebaliknya, saat petugas sudah jujur, berdedikasi, terhalang oleh keterbatasan dana, medan yang sulit dan banyak lagi.
Agak sedikit berbeda dengan buku seri I, Pada buku seri II, cerita-cerita yang disampaikan lebih beragam karena penulisnya juga beragam. Ada kisah tentang pengabdian satpam BPS, juru kunci (pemegang kunci kantor BPS), tentang Rinto si Cleaning Service, juga kisah-kisah menarik sekaligus mengharukan tentang perjuangan seorang KSK sebagai ujung tombak perstatistikan memperoleh data. Tapi bagian yang saya suka adalah cerita tentang komunikasi.
Ceritanya diawali kisah seorang ibu rumah tangga dan pembantunya. Saat si ibu sedang menggoreng ikan, tiba-tiba apinya mati, ternyata minyak tanah dalam kompor tersebut habis. Si ibupun menyuruh pembantunya pergi ke warung untuk membeli minyak tanah. Hampir dua jam si ibu menunggu pembantunya tadi kembali, ikan yang tadi terbengkalai di dapur dimakan kucing karena si ibu mengerjakan pekerjaan yang lain. Setelah sang pembantu kembali, kontan si ibu marah. Sang pembantupun memberitahukan bahwa sebenarnya dirigen minyak tanah sedari tadi sudah ditaruhnya di dekat kompor, hanya saja tertutup oleh ember. Bayangkan betapa banyak waktu terbuang untuk menyelesaikan suatu pekerjaan hanya karena masalah komunikasi. Betapa banyak informasi baik yang tidak tersampaikan hanya karena masalah komunikasi. Seperti halnya saya yang awalnya tidak tahu betapa inspiratifnya buku CERDAS ini.
Kisah-kisah yang ada dalam kedua buku ini sangat mudah dipahami karena diambil dari kejadian perilaku sehari-hari ataupun kisah nyata yang pernah terjadi di BPS. Sayangnya, cerita dalam buku ini di dominasi pengalaman dan suasana kerja di BPS Pusat, mungkin ada baiknya muncul kembali buku seri selanjutnya yang menggabungkan cerita dengan rasa 'BPS Daerah'. Meskipun begitu, hasil luar biasa yang saya dapatkan setelah membaca buku ini adalah saya mulai paham tentang perubahan apa yang harus saya lakukan dan apa yang harus saya berikan pada BPS.
Selanjutnya: saya sangat merekomendasikan untuk membaca buku ini, bacalah dan berubah!
Buku ini diberi judul CERDAS sesuai dengan nafas perubahan yang ingin diusung BPS yang terimplementasi dalam STATCAP-CERDAS (Statistical Capacity Building: Change and Reform for The Development of Statistics). Mungkin tidak akan terlalu sulit bagi para sarjana untuk sekedar memahami maksud dari Statcap-Cerdas ini, akan tetapi faktanya BPS merupakan sebuah keluarga besar yang tidak hanya diisi oleh para pimpinan, statistisi dan kalangan akademisi. Penjaga kantor, Cleaning Servis, pemegang kunci, atau bahkan mitra, kesemuanya juga termasuk dalam keluarga besar BPS yang harus diajak bersama-sama untuk berubah.
Hal pertama yang harus dilakukan untuk melakukan perubahan adalah membuat keseluruhan orang yang berada dalam lingkaran keluarga BPS ini mengerti apa yang harus dirubah, sebab bagaimana mau berubah jika mengerti arti Statcap-Cerdas saja tidak tahu. Pesan inilah yang nampaknya ingin disampaikan pada buku ini, sehingga dalam buku ini terbagi menjadi tiga bagian rangkaian cerita sesuai dengan nilai-nilai inti (Core Values) BPS yakni: Profesional, Integritas dan Amanah atau yang biasa disingkat PIA.
Pada buku seri I ini, bagian menarik yang saya sukai ada pada bagian Profesional dengan judul cerita 'Q (Queue)', tentang budaya antre di Inggris dan cerita dengan judul 'Etika Perstatistikan'.
-Sebagian pihak menduga, tak kurang pula yang mengharap, bahwa data statisik yang dimasyarakatkan adalah data statistik yang didandani (windowdressed). Itu karena ulah beberapa pihak, individu ataupun institusi. Instansi anu bilang data ini menurut instansinya adalah begini, instansi lainnya menuntut data itu berdasarkan laporan anak buahnya di lapangan adalah begitu- ini adalah sebagian kalimat yang saya kutip dari cerita dengan judul 'Etika Perstatistikan'. Bagian ini mengingatkan saya betapa sudah banyak kalangan yang meragukan keshahihan data BPS,
"coba sekali-kali BPS diperiksa, bener gak sih mereka mendata sampai ke pelosok-pelosok, masak data kemiskinan kita tinggi sekali", ini kalimat yang pernah saya dengar sendiri dari pengguna data. Ini kan tantangan untuk BPS, bagaimana membangun data terpercaya untuk semua bisa terwujud. Terkadang, metodologi, kuesioner dan sistem pengolahan sudah baik, tersandung oleh human error, ketidakjujuran petugas dan ada-ada saja masalahnya. Sebaliknya, saat petugas sudah jujur, berdedikasi, terhalang oleh keterbatasan dana, medan yang sulit dan banyak lagi.
Agak sedikit berbeda dengan buku seri I, Pada buku seri II, cerita-cerita yang disampaikan lebih beragam karena penulisnya juga beragam. Ada kisah tentang pengabdian satpam BPS, juru kunci (pemegang kunci kantor BPS), tentang Rinto si Cleaning Service, juga kisah-kisah menarik sekaligus mengharukan tentang perjuangan seorang KSK sebagai ujung tombak perstatistikan memperoleh data. Tapi bagian yang saya suka adalah cerita tentang komunikasi.
Ceritanya diawali kisah seorang ibu rumah tangga dan pembantunya. Saat si ibu sedang menggoreng ikan, tiba-tiba apinya mati, ternyata minyak tanah dalam kompor tersebut habis. Si ibupun menyuruh pembantunya pergi ke warung untuk membeli minyak tanah. Hampir dua jam si ibu menunggu pembantunya tadi kembali, ikan yang tadi terbengkalai di dapur dimakan kucing karena si ibu mengerjakan pekerjaan yang lain. Setelah sang pembantu kembali, kontan si ibu marah. Sang pembantupun memberitahukan bahwa sebenarnya dirigen minyak tanah sedari tadi sudah ditaruhnya di dekat kompor, hanya saja tertutup oleh ember. Bayangkan betapa banyak waktu terbuang untuk menyelesaikan suatu pekerjaan hanya karena masalah komunikasi. Betapa banyak informasi baik yang tidak tersampaikan hanya karena masalah komunikasi. Seperti halnya saya yang awalnya tidak tahu betapa inspiratifnya buku CERDAS ini.
Kisah-kisah yang ada dalam kedua buku ini sangat mudah dipahami karena diambil dari kejadian perilaku sehari-hari ataupun kisah nyata yang pernah terjadi di BPS. Sayangnya, cerita dalam buku ini di dominasi pengalaman dan suasana kerja di BPS Pusat, mungkin ada baiknya muncul kembali buku seri selanjutnya yang menggabungkan cerita dengan rasa 'BPS Daerah'. Meskipun begitu, hasil luar biasa yang saya dapatkan setelah membaca buku ini adalah saya mulai paham tentang perubahan apa yang harus saya lakukan dan apa yang harus saya berikan pada BPS.
Selanjutnya: saya sangat merekomendasikan untuk membaca buku ini, bacalah dan berubah!
Terimakasih telah membaca dan meninggalkan jejak komentar sebagai wujud apresiasi. ^_^ Semoga postingan ini dapat memberi manfaat dan mohon maaf komentar berupa spam atau link hidup akan dihapus. Terima kasih.
0 komentar