Bismillahirrohmanirrohim.
Melanjutkan edisi sebelumnya.
Masih bersama
Tintin. Sebelum saya pulang, Tintin mengajak saya berkunjung ke Swiss. Untuk
kenang-kenangan katanya. Kebetulan di Volkerkunde
Museum (museum rakyat) Universitas Zurich di Kota Zurich Swiss sedang
digelar pameran tentang Kalimantan Timur bertajuk Aufschlussrelches (Napak Tilas) Borneo. Rupanya ia sangat mengenali
saya yang begitu menyukai museum dan sejarah. Dan lagi, ia sengaja mengajak
saya ke pameran Borneo ini sebab saya asli orang Borneo.
Pertama kali
memasuki museum, saya tidak percaya betapa antusiasnya masyarakat Swiss
terhadap pameran ini, meskipun untuk masuk ke pameran ini mereka dipungut
bayaran. Aufschlussrelches (Napak Tilas)
Borneo ini sendiri menceritakan pengalaman Wolfgang Leupold yang pernah
tinggal di Kalimantan Timur pada tahun 1921-1927 (hanya 6 tahun dan bisa
menjadi saksi sejarah seperti ini), saya kemudian berpikir sudah berpuluh-puluh
tahun saya tinggal di Borneo, tapi belum pernah mendokumentasikan apapun
tentang Borneo, bahkan beberapa hal baru saya ketahui saat di pameran ini, di
Swiss, bukan negeri saya.
Wofgang Leupold
sendiri adalah seorang ahli geologi berkebangsaan swiss yang bekerja
untuk perusahaan Hindia Belanda. Pada tahun 1921, ia ditugaskan memimpin
eksplorasi minyak bumi di pulau Bunyu (sekarang pulau Bunyu merupakan salah
satu Kecamatan di Kabupaten Bulungan, tempat tugas saya) dan Tarakan (sekarang
menjadi Kota Tarakan, setelah melepaskan diri dari Kabupaten Bulungan). Namun,
Leupold tak sekedar mencari minyak. Pria kelahiran 1895 dan meninggal dunia di
usia 91 tahun (1986) ini juga merekam banyak sekali
dokumentasi foto, tulisan dan aneka pernik khas Kaltim yang dibawanya pulang ke
Zurich ketika tugasnya selesai. Nah, kehidupan masyarakat Kaltim pada awal abad
20-an inilah yang kemudian dipamerkan di Volkerhunde
Museum. Pameran ini juga mengisahkan pengalaman pasangan Swiss (Leupold dan
istrinya) yang tertarik dengan budaya asing dan apa yang tersisa
dari beberapa tahun fase kehidupan setelah itu.