"Lagi cari apa sih?"
"Batik kuningku..."
Siang itu kami harus terburu-buru kembali ke kantor dan Kak masih sibuk mencari batik kuningnya.
"Pakai saja yang sudah saya setrika di gantungan baju. Batik hijau juga bagus, atau yang ini saja, aku suka lihat Kakak pakai batik yang ini"
"Gak ah, aku gak mau. Aku mau cari batik kuningku"
Heran, sudah berulangkali saya katakan saya tidak suka melihatnya berpakaian dengan batik kuningnya. Warna kuning terang menurut saya tidak begitu cocok dengan kulit gelapnya, sangat kontras. Atau mungkin bawaan saya saja yang memang bukan penyuka warna kuning dan hampir tidak memiliki pakaian, aksesoris, hiasan atau apapun yang berwarna kuning. Herannya lagi, setiap bepergian jauh untuk mengikuti pelatihan, perjalanan dinas atau apapun Kak selalu dipastikan membawa batik kuning ini.
"Kan aku sudah bilang aku gak suka sama batik kuning itu", saya hampir saja memaksanya melepas kancing baju batik kuningnya sampai Kak berucap,
"Kamu kenapa sih? batik ini punya banyak kenangan, ini baju yang kupakai waktu awal kita bertemu dulu..."
"Kamu kenapa sih? batik ini punya banyak kenangan, ini baju yang kupakai waktu awal kita bertemu dulu..."
Selalu begitu. Cinta selalu
membutuhkan kata, begitu kata Anis Matta dalam tulisan Serial Cintanya yang tertuang dalam judul "Cinta Terkembang Jadi Kata". Tidak seperti perasaan-perasaan lain, lanjutnya. Cinta lebih
membutuhkan kata lebih dari apapun. Maka ketika cinta terkembang dalam
jiwa, tiba-tiba kita merasakan sebuah dorongan yang tak terbendung untuk
menyatakannya. Sorot mata takkan sanggup menyatakan semuanya.
Tiba-tiba saya bisa tersenyum sendiri dengan manis sambil menuliskan ini dan merasakan dorongan dahsyat yang tak mampu terbendung untuk menyatakannya. Selalu begitu, Cinta selalu membutuhkan kata. Banyak kenangan berarti lebih dari satu. Tapi kalimatnya secara spontan disaat desakan penolakan saya yang begitu kuat atas batik kuningnya seketika melemaskan jari-jemari saya yang pada akhirnya kalah lalu membiarkannya menyelesaikan mengait satu demi satu kancing bajunya.
Kini saya membiarkannya dengan batik kuningnya. Saya bahkan kini bisa tersenyum dengan ikhlas saat ia mulai sibuk mencari batik kuningnya. Entah atas sebab apa, mungkin karena saya mulai menyadari, bahwa di samping saya kini, telah ada seseorang yang akan setia dengan janjinya...
Gambar dipinjam dari: http://www.writerscafe.org/writing/Suns/780703/
Terimakasih telah membaca dan meninggalkan jejak komentar sebagai wujud apresiasi. ^_^ Semoga postingan ini dapat memberi manfaat dan mohon maaf komentar berupa spam atau link hidup akan dihapus. Terima kasih.
0 komentar