-Satu sepatu sebelah kanan saja tidak berarti
Satu sepatu sebelah kiri saja apalagi
Sebab untuk dapat berbagi
Butuh konspirasi-
"Dek, kenapa sih, setiap aku bilang A, kamu selalu saja maunya B...."
"Kenapa kalau aku mau B, mas selalu memaksakan A?"
Sepatu kanan dan sepatu kiri tidak pernah akan sama dalam bentuk, lihatlah masing-masing telah memiliki bentuknya, ciri khasnya serta keelokannya. Adalah sebuah keindahan saat mereka disandingkan untuk senantiasa bersama. Seperti itulah cinta. Cinta memang menyatukan perbedaan, dan bukan sebaliknya. Tidak ada gunanya sepasang sepatu sebelah kanan. Sama tidak bergunanya dengan sepasang sepatu sebelah kiri saja. Itulah alasan mengapa 'si pemarah' selalu cocok hidup dengan 'si sabar', sedangkan 'si pendiam' terlihat sangat romantis bersanding dengan 'si cerewet'.
Apa definisimu tentang kesuksesan?
Sukses untuk saya adalah ketika saya bahagia. Saat saya dapat merasakan suatu perasaan yang berbunga-bunga hingga bisa lupa pada semua, mungkin itulah puncak kesuksesan. Ya, dan itulah yang saya rasakan ketika menulis. Bayangkanlah sebuah dunia dimana hanya ada engkau disana dan engkau bisa berbuat sesuka, bergerak semaunya. Menentukan bentuk, memilih subjek, membentuk imajinasi nyata, subhanallah, hingga engkaupun akan merasa jika Dunia yang Sesungguhnya seolah membungkuk, mengecup hormat dengan salam....
@@@
Pabila para Pahlawan Pemberani Bersumpah. Suatu hari, atas nama Pedang-Pedang mereka Seraya menghunuskannya: Demi keagungan, demi Kemuliaan,
Cukuplah Pena Penulis.
Sebagai Kemuliaan dan ketinggian Sepanjang masa
Karena Allah telah bersumpah:
Demi Kalam!
(Syair Abu Al Fath Al Busti)
Sebagian buku-buku bacaan sebagai referensi |
Kami memang bukan sarjana pendidikan, tapi kami mencintai dunia pendidikan. Inilah passion kami, hidup kami dan mimpi kami. Mimpi kami untuk membangun sekolah. Saat saya bertanya pada Kak,
"Hai, kapan kita bangun sekolah kita?"
"Kita sudah memilikinya."
"Dimana?"
"Disini, di rumah kita, di Bintang Kelas. Bedanya, hari ini statusnya masih informal. Hari ini, kita belajar tentang banyak hal dulu...tentang bagaimana membangun sekolah kita."
Maka kami pun banyak belajar, dari buku, dari bertanya, dari diskusi, dari mengamati, dari melihat. Semuanya, secara otodidak.
Mengawali awal April ini dengan sebuah
senyuman. Berharap dapat menabur remah-remah kebaikan pada setiap menit yang
dilalui, setelah hampir satu bulan menikmati gonjang-ganjing ketidakpastian
akan nasib bangsa ini. Ada harga mahal yang harus ditanggung pemerintah berikut
seluruh jajaran rakyatnya atas issu kenaikan
BBM. Gejolak parpol yang berebut mengambil hati rakyat, imbas kenaikan harga
sayur-mayur dan beberapa bahan pokok di pasar yang pada akhirnya memicu kenaikan
inflasi sejak Maret lalu. Bayangkan saja, di pasar tempat saya dan kawan-kawan
BPS mencatat harga-harga barang setiap bulan, bahan pangan bahkan sudah mulai
naik sejak pertengahan Maret lalu. Bayam yang satu ikat biasanya dua ribu
rupiah mendadak menjadi barang mewah yang naik dua kali lipat menjadi empat
ribu rupiah per ikat. Hal ini akhirnya berimbas pada harga makanan jadi yang
juga menimpa saya saat suatu pagi membeli satu bungkus nasi pecel untuk sarapan
“Mbak,
nasinya sekarang naik seribu ya. Bayam sama kacang panjang sekarang mahal
mbak…”