Bahwa saya, untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil
akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah;
Bahwa saya, akan senantiasa mentaati
segala peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab;
Bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan Negara,
Pemerintah, dan martabat Pegawai Negeri serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan Negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan;
Bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu
yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan;
Bahwa saya, akan bekerja dengan jujur,
tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan Negara
Saya rasa pembantu yang paling dimuliakan itu Pegawai Negeri Sipil (PNS). Lho, kok bisa?
Ya mari kita resapi:
Pembantu rumah tangga (PRT) dinamakan abdi rumah tangga, tugasnya mengurus segala kebutuhan majikan (tuan rumah) mulai dari membersihkan rumah, memasak dan mencuci. Dalam masyarakat kita, jika dikastakan, pembantu rumah tangga mungkin masuk di kasta terendah. Beban pekerjaannya yang begitu banyak tidak lantas membuatnya dihormati. Pembantu tetap saja babu yang kerjanya disuruh-suruh, dimarahi jika salah, diomeli jika lelet, jadi tertuduh yang paling pertama saat sang majikan kehilangan sesuatu. Jarang sekali ada pembantu rumah tangga yang mendiami kamar tempat tidur paling depan dan paling bagus, kamar pembantu biasanya terletak di belakang, dekat dengan dapur, dengan ukuran yang tidak terlalu luas.
Pembantu sang raja, sang priyayi, sang bangsawan biasa disebut sebagai ‘abdi dalem’. Mereka adalah orang-orang pilihan yang memberikan seluruh tenaga, fikiran dan hidupnya untuk mengabdi pada raja. Abdi dalem bukanlah orang yang mengejar upah ataupun pangkat, meskipun diberi upah, itupun tidaklah seberapa. Mereka adalah abdi-abdi yang ikhlas melaksanakan segala titah, tunduk saat sang raja berbicara, tidak menyela, dan hormat pada raja. Penghormatannya tidak saja ditunjukkan dengan ketundukan dalam hati, tapi juga ketundukan dalam budi.
Pegawai Negeri Sipil (PNS) dinamakan Abdi Negara, abdi yang membantu segala keperluan negara, sedang Negara itu sendiri berkewajiban memenuhi hak-hak rakyatnya. Maka PNS sebagai abdi Negara baik secara langsung maupun tidak langsung bertugas melayani segala kebutuhan dan keperluan rakyat. Sebenarnya saya belum membuka referensi tentang asal muasal ini, abdi berasal dari bahasa arab abdu-abdun-abdul yang artinya hamba. Abdullah dalam bahasa arab bermakna hambanya Alloh, seorang manusia yang menghambakan dirinya, merendahkan dirinya untuk beribadah kepada Alloh. Secara makna, tidak ada yang berbeda antara abdi rumah tangga, abdi raja, ataupun abdi Negara, semuanya sama-sama pembantu, sama-sama di bawah majikan. Jikapun terdapat perbedaan, yang paling mencolok pada pembantu Negara adalah beban pekerjaannya, sebab PNS bekerja pada Negara.
Seorang pembantu seperti pada umumnya seharusnya adalah orang yang paling lelah mengurusi segala kebutuhan majikan, makan setelah majikan kenyang, berpakaian bagus setelah mendapat lungsuran dari majikan, tidur saat majikan sudah tidur, dan bangun saat majikan belum bangun. Tapi PNS tidak sepenuhnya begitu. PNS adalah pekerjaan babu yang paling dibangga-banggakan dan diminati. Kata sebagian orang, jadi PNS itu enak, datang ke kantor absen, baca koran, minum kopi, ngobrol sana ngobrol sini, pulang absen. PNS adalah pembantu yang diberi segala fasilitas terdepan, mulai dari seragam, rumah dinas, motor dinas, mobil dinas, HP dinas, laptop dinas, gaji pokok, tunjangan, uang makan, uang pensiun, asuransi kesehatan dan banyak lagi. Belum lagi ditambah uang dari Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) yang biasanya berlebih, honor pengawasan atau honor lain yang tidak terduga dan menambah pundi tabungan. Di saat majikannya masih ada yang kelaparan dan tidak punya tempat tinggal, PNS setiap tahunnya menerima kenaikan gaji berkala, tidak peduli saat ia rajin ataupun malas bekerja, gaji pokok tetap diterima utuh tanpa pengurangan. Anehnya lagi, PNS adalah pembantu yang dihormati dan disegani oleh sang majikan, yakni rakyat. Banyak rakyat yang begitu takut saat mengurus keperluannya di aparatur pemerintahan, datang dengan merendahkan diri saat bertemu pejabat ataupun dengan malu-malu meminta sumbangan padahal kalau dipikir-pikir dia adalah seorang majikan yang menemui pembantunya. Tidak ada pembantu yang berani bermuka masam ataupun marah-marah pada majikan kecuali pembantu Negara.
Seorang PNS adalah pembantu yang diangkat melalui sumpah, derajatnya dimuliakan dan ditinggikan lantaran beban yang dipanggulnya begitu berat, dunia akhirat. Di dunia, PNS membawa beban untuk melayani Negara, memenuhi kebutuhan rakyat. Jika hari ini engkau berbangga dengan segala fasilitas wah bermerk ‘dinas’, dan bahkan merasa itu hak milik yang paten maka ingatlah jika engkau hanyalah pembantu. Jika engkau merasa berkedudukan tinggi sehingga merendahkan rakyatmu, maka ingatlah jika engkau hanyalah pelayan rakyat.
Pekerjaan sebagai seorang abdi negara menjadi mulia disebabkan tingginya amanah dan beban yang ada di pundak. Ketika di akhirat, ingatlah setiap Qosam, sumpah yang telah diucapkan akan dipertanggungjawabkan. Muliakanlah diri untuk kemuliaan hari akhir yang lebih abadi.
Mengenang hari pengambilan sumpah PNS saya, 20 September 2010.
Terimakasih telah membaca dan meninggalkan jejak komentar sebagai wujud apresiasi. ^_^ Semoga postingan ini dapat memberi manfaat dan mohon maaf komentar berupa spam atau link hidup akan dihapus. Terima kasih.
0 komentar