Kembali melanjutkan tulisan yang ini. Hari ini jumat pagi, jam delapan pagi, 16 Desember 2011. Seperti biasa, kami (saya, Erma, Risa dan Ajeng) memulai jumat pagi dengan berjalan kaki ringan mengelilingi kompleks perkantoran. Bedanya, hari ini kru tidak lengkap (mbak Yuni memilih bermain tenis lapangan, kru TU yakni mbak Adis dan Asra terlihat begitu sibuk dengan pekerjaan mereka). Saya baru sadar saat melihat segerombolan anak-anak sekolah berjalan menuju lapangan Agatis, ternyata hari ini hari PGRI, dan mereka semua hendak melaksanakan upacara. Yup, kami pun berjalan menuju tempat upacara, tentu saja bukan untuk ikut upacara, hanya sekedar mejeng, numpang muka, nonton drum band dan makan sosis. Rasanya lezat dan nikmat, makanan ringan khas anak-anak sekolahan ini memang menggiurkan, terlebih saat lapar. Tidak hanya kami, anak-anak yang lain pun ternyata berhambur menuju gerobak jajanan, bahkan guru-guru yang mulai kelaparan pun ikut serta padahal upacara belum lagi di mulai. "Hei, jangan buang disitu,..." saya mengingatkan Erma untuk tidak membuang tusuk sosis di sembarang tempat, "tuh mbak, sebelum aku juga sudah banyak". Memang benar kata Erma, sebelumnya juga sudah banyak sampah berserakan, dan hari ini sampah menjadi semakin banyak. Terlebih di tempat jajanan gerobak makanan, sampah es, sampah pentol, sampah sosis, berserakan dimana-mana. Membiasakan orang dewasa untuk membuang sampah pada tempatnya saja masih sulit, apalagi anak-anak. Budaya Indonesia yang terbiasa membuang disembarang tempat, memang tidak mudah dirubah. Seharusnya setiap penjual gerobak membawa tong sampah dan bertanggung jawab terhadap kebersihan dilingkungan sekitar tempatnya berjualan. Dan seharusnya, setiap pembeli bisa sadar untuk membawa sampahnya di tempat sampah. Kapan ya bisa seperti ini?
Anak-anak di sekolah kecilku, Bintang Kelas |
Bicara soal sebungkus Coffe di hari rabu lalu, saya akhirnya benar-benar meminumnya. Ternyata menjadi guru itu luar biasa, padahal selasa malamnya saya hanya mengajar sampai jam 9 malam tapi rasanya pikiran dan tenaga saya terkuras begitu banyak. Kalau mengajar anak-anak seperti Afda dan Yuli yang memiliki kecepatan dan ketangkasan menyerap pelajaran, seringkali saya yang kewalahan mengikuti kecepatan mereka. Seperti saat saya lupa 1 rim itu berapa lembar, lalu dengan asal menyebut seratus lembar, Yuli yang duduk di kelas lima langsung menyambar dengan mengatakan "lho, bukannya 1 rim itu 500 lembar kak?". He he, jadi malu sendiri.
Tapi bagi saya, yang paling sulit adalah saat mengajar anak-anak yang memiliki keterbatasan dalam menyerap pelajaran. Seperti Lina, saya harus super ekstra saat bersamanya. Lina, anak kelas 5 Sekolah Dasar tapi masih tidak paham pembagian, bahkan hanya untuk sepuluh dibagi dua. Saat saya menjelaskan proses fotosintesis saya harus mengulangi pembahasan sampai empat kali sampai Lina akhirnya mengerti bahwa tumbuhan yang dapat berfotosintesis adalah tumbuhan yang memiliki klorofil. Tapi terkadang Lina juga bisa menjadi hiburan buat saya seusai mengajar, saat saya kembali mengingat Lina menjawab pertanyaan: zat apa yang memberi warna pada sel darah merah? dan Lina menulis jawabannya dengan polos, -Minuman-.
Awan lain lagi, anak kelas tiga Sekolah Dasar ini tidak terbiasa berbahasa indonesia dengan baik dan benar. Hal ini membuatnya agak kebingungan ketika saya mendikte soal matematika untuknya, misalnya saat saya mengatakan 56 (saya eja dengan lima puluh enam), Awan menulis 506. Saat saya mengatakan 23 (saya eja dengan dua puluh tiga), Awan menulis 203. Akhirnya saya pun meminta Awan untuk berhitung. Coba simak bagaimana cara Awan berhitung: tu, wa, ga, pat, ma, nam, juh, pan, lan, luh.
Irna yang duduk di kelas empat dengan sangat polosnya memasuki kelas malam saat itu dengan berteriak, "good morning....good morning....", sementara saat itu sudah jam tujuh malam. Kebetulan besok, Irna UAS bahasa inggris, dan saya pun mereview pelajarannya dari Lesson 1. Ternyata Irna belum mengerti sama sekali, bahkan dari Lesson 1 yang membahas greeting Irna belum dapat membedakan ucapan pagi, siang, sore atau malam. Simak bagaimana Irna mengucapkan kata dalam bahasa inggris:
1. Good evening, Irna membacanya dengan God Eve-ning
2. Good night, Irna membacanya dengan God Nik
3. Thank You, Irna membacanya dengan Tang Yow.
setiap kata dalam bahasa inggris dibaca seperti membaca kata dalam bahasa indonesia.
Saat malam tiba, seringkali saya dan kak tertawa mengingat kejadian-kejadian lucu dari anak-anak. Subhanalloh, kalau tidak saya coba, saya memang tidak akan pernah tahu bagaimana menghadapi anak-anak seperti Lina, Awan dan Irna. Yang pasti, mereka semua begitu banyak mengajarkan kesabaran. :)
Terimakasih telah membaca dan meninggalkan jejak komentar sebagai wujud apresiasi. ^_^ Semoga postingan ini dapat memberi manfaat dan mohon maaf komentar berupa spam atau link hidup akan dihapus. Terima kasih.
4 komentar
Andai tadi pagi pekerjaan tidak banyak yang menunggu, pengen juga aku rasanya menikmati jajanan sossis bersama anak-anak sekolah, pengen mereveiw masa2 sekolh dulu,,,, ibu guru Nurin memang hebat,,,, aku kasih Jempol 3 ya.. karena 1 jempolku lagi sakit kata SULE,,, OVJ itu loh mbak... pokoknya mbak Nurin U a t best.........
ReplyDeletemurid2 mb hiperaktif smua...heheh
ReplyDeleteya kah dek Asra? jadi terharu...^^
ReplyDeleteTapi bu gurunya juga narsis. nanti tak upload foto bu guru Erma dengan murid-murid ya... hehe
ReplyDelete