Tidak terasa ya, bulan penuh kebaikan ini segera berlalu. Tahun ini, adalah Ramadhan yang paling bisa saya nikmati dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tidak pusing, tidak merasa dikejar-kejar pekerjaan yang menumpuk (walaupun kenyataannya pekerjaan di kantor masih banyak menumpuk…. ^^..) dan tidak terburu oleh jadwal pulang kampung. Pelan-pelan, saya belajar menjalankan setiap pekerjaan dengan nikmat, dan tentunya, menjalankan puasa ini juga dengan nikmat. Jika semua sesuai rencana, mungkin di waktu ini saya dan husbiy sudah bersiap-siap terbang ke Balikpapan, menghadiri undangan reuni Pelajar Islam Indonesia (PII) Balikpapan, melanjutkan perjalanan ke Kendari (saya membayangkan bisa jalan-jalan ke Kendari Beach, menikmati jagung bakar enak yang sulit saya dapatkan di bulungan, kota ibadah tercinta ini…^_^), kemudian berkunjung ke Banggai Sulawesi Tengah, pulang lewat Surabaya, menyempatkan silaturrohim dengan keluarga, guru dan teman-teman. Tapi tampaknya, kami lebih memilih konsentrasi menghabiskan 10 malam terakhir disini saja, merasakan lebaran di benuo orang, barangkali lebih asyik….
Setiap ramadhan akan berakhir seperti ini, selalu saya sempatkan untuk menyusun catatan kecil, tentang perubahan untuk tahun selanjutnya, termasuk impian, cita-cita dan harapan. Saya ingat, sewaktu kecil, pernah membongkar lemari buku bapak, saya mendapatkan sebuah buku agenda usang yang ditulis tahun 1980-an. Iseng, saya membacanya sampai habis, ternyata isinya tentang curhatan-curhatan bapak, tentang asal muasal keluarga, catatan belanja bulanan, sampai curahan hati…hi hi lucu sekali. Karena saya masih kecil waktu itu, bagian kosong dari buku tersebut malah saya coret-coret dengan gambar dan tulisan tidak jelas. Bapak memiliki banyak sekali koleksi buku, saya pernah membaca novel “di bawah lindungan ka’bah” karya Buya Hamka dengan sampul edisi jadul, saya sampai menangis dan hebatnya lagi, saya menghabiskan buku tersebut sekali duduk. Bapak juga pengoleksi surat plus perangko. Saya jadi suka filatelli karena pada suatu hari bapak memberikan koleksi perangko miliknya pada saya, lengkap… dari harga 1 rupiah sampai 1500 rupiah, ada juga perangko luar negeri, wah…senangnya...
Menginjak kelas 3 SD, sebelum mengirim saya ke Ponpes masyithoh, Mojokerto, bapak memberikan saya sebuah buku agenda tebal…. “ini lia, buku ini nanti bisa lia pake untuk nulis… apa aja yang mau ditulis….”. Awalnya, belum ngeh juga sih, tapi karena pesannya disuruh nulis apa aja yang mau ditulis, lama-lama buku itu benar-benar di tulisi. Setelah lama, dan saya baca lagi, di buku tersebut tertulis tahun 1996. Ada daftar nama-nama teman, curhatan waktu saya disuruh pidato dan banyak kesalahan, ada cerita anak tentang angsa, ada juga belalang dan pak tua, bebek dan burung bangau, tempelan koleksi gambar dan tak lupa coretan-coretan khas anak-anak. Setelah saya bandingkan, ternyata tulisan saya waktu SD jauh lebih bagus dibanding sekarang…he…he…
Sekali jadi penulis, jangan pernah vakum untuk menulis!!. Ini benar-benar sebuah pesan dari lubuk hati saya yang terdalam. Pesan yang terinspirasi dari pesan ust Arham “sekali hafal, seumur hidup jangan sampai lupa”. Saya mengalami masa vakum menulis yang cukup lama, kira-kira 2 tahunan. Waktu itu, saya berada dalam kondisi benar-benar tidak punya motivasi untuk menulis. Agak mengada-ngada juga, tapi ketika itu alloh menguji cinta saya. Saya kehilangan berlembar-lembar tulisan saya di laptop (terkena virus) dan di handphone (di jambret), saya kehilangan alquran yang penuh dengan coretan ilmu (jatuh entah di mana), saya kehilangan seseorang yang begitu saya cintai, saya kehilangan ini…saya kehilangan itu…. Di waktu bersamaan kehilangan banyak hal, sedih sekali rasanya. Akibat kevakuman yang cukup di buat-buat itu, saat mulai menulis lagi, rasanya begitu kaku, sulit sekali menyusun ide dan kalau tidak kuat iman bisa jadi putus asa (ha ha…agak lebay ya…).
Tidak semua orang yang suka membaca suka menulis, dan saya bersyukur menyukai keduanya. :) . Novel Buya hamka yang saya baca sewaktu kecil itu begitu kuat di ingatan saya. Saya kagum dengan beliau, selain bisa menulis dengan bahasa yang sangat indah dan menyentuh hati, saya dapati sederet buku karyanya yang lain tersimpan rapi di lemari bapak, termasuk tafsir Buya Hamka yang konon di selesaikannya ketika di penjara. Ternyata selain sastrawan, beliau juga ulama’, , pejuang, guru… luar biasa sekali (sahabat-sahabat di zaman rosul dan setelahnya juga banyak yang seperti beliau, namun karena Buya Hamka yang paling pertama saya kenal, maka beliaulah yang lebih dahulu tertanam di ingatan saya). Saya juga kembali mengingat pesan ustadzah Mukhlishoh ketika beliau tidak mengizinkan saya mengikuti pelatihan menulis di Sabili (padahal tempatnya sangat dekat dengan kos saya waktu itu, cukup berjalan kaki), “nanti nak, semua ada waktunya….. anti harus fokus, khatamkan dulu bacaannya….setelah itu, bersungguh-sungguhlah untuk cita-citamu yang lain…”. Barangkali ini sudah waktunya, waktu untuk kembali menancapkan azzam dan semangat untuk senantiasa istiqomah. Membaca itu mudah, menulis itu juga mudah, tapi istiqomah untuk membaca sekaligus menulis itu yang butuh perjuangan dan kerja keras. Dengan begitu, di bulan Ramadhan yang akan segera berlalu ini, saya goreskan sebaris kalimat yang menjadi impian dan cita-cita saya di waktu akan datang…
“Istiqomah bersama Alquran, Istiqomah bersama Pena, Istiqomah bersama dakwah Istiqomah membaca dan menulis… insyaalloh…., bismillah….”
“tulisan ini terinspirasi setelah membaca buku kiriman mbak Etika Aisya Avicenna (ndak gratis lho ya, saya sengaja membelinya…he..he..) Chicken Soup for Writerpreneurs’ Soul .
Syukron jazila mbak, sangat menginspirasi… ayo yang lain pada beli juga…!!!
Tanjung selor kota Ibadah,
20 Ramadhan 1432 H/20 Agustus 2011.
Terimakasih telah membaca dan meninggalkan jejak komentar sebagai wujud apresiasi. ^_^ Semoga postingan ini dapat memberi manfaat dan mohon maaf komentar berupa spam atau link hidup akan dihapus. Terima kasih.
0 komentar