Pagi ini pekat sekali
Dan kita kuyup
Dulu ini menjadi tempat favorit kita
Untuk hanya sekedar duduk-duduk pagi
Dengan segelas susu cokelat hangat
Sembari menikmati kabut
Duduk sore
Menunggui senja
Senja di pinggiran sungai ini indah sekali
Atau saat malam tiba
Demi menghitung bintang-bintang
Sekarang zaman telah berganti
Taman-taman semakin asri
Jalan-jalan tersusun rapi
Tapi lampu taman ini tetap seperti pertama kali
Dan sungainya
Tetap sejuk memberi ketenangan hati
Ah,
Tempat ini layak sekali untuk dirindui
Sesekali
Bismillahirrahmanirrahim.
Bisa meluangkan waktu untuk sampai pada tempat ini (lagi) adalah sebuah kebahagiaan tersendiri. Perjalanan dibiayai negara, sssst 😆. Kadang-kadang kehidupan saya ini seolah hanya menyisakan batas yang teramat tipis antara cinta dua sejoli dengan cinta kepada institusi.
Dulu saya tidak pernah terbersit akan seperti ini. Ke mana-mana seringkali berdua. Sejak bangun tidur, hingga tidur kembali. Kehidupan cinta yang sifatnya pribadi hingga urusan kantor seolah telah melekat menjadi kesatuan yang tak dapat terpisahkan lagi.
Delapan tahun masa kebersamaan. Delapan tahun juga masa pengabdian. 😊
Lihat saja, hubungan kami bahkan berkorelasi dengan sempurna. 😂.
Boleh baca catatan saya tentang ini di sini: Mendedah Rasa Memaknai Cinta.
Dalam perjalanannya, saya harus akui bahwa cinta saya kepada keduanya dimulai dari titik yang cukup mengenaskan (untuk sebuah hubungan). Saya tidak memulainya di garis angka yang bernilai positif, atau bahkan netral bulat seperti angka nol. Saya memulainya dengan angka minus (entah tepatnya berapa).
Saya menjalani masa-masa yang cukup berat di awalnya, dan nyaris tanpa bayangan bahwa hubungan ini bisa dilanjutkan, hingga sejauh ini.
Delapan tahun bagi saya bukan angka yang biasa. Ini semacam angka keramat yang saya tunggu untuk dapat bersabar merenda hubungan. Delapan tahun adalah nasihat yang selalu mampir di telinga saya agar saya mampu menunggunya.
Hingga kemudian tanpa terasa, waktu itu pun terlampaui, dan hubungan cinta saya bertumbuh. Saya kini tidak dapat membedakan lagi apa cinta saya ini hanya karena jalan takdir atau saya dengan tekad bulat memilihnya.
Saya tidak bisa membedakan lagi apakah cinta saya ini bertumbuh karena terbiasa atau karena saya memang memilih untuk tenggelam dan menumbuhkannya.
Yang pasti, diantara keduanya, saya lebih senang menyebutnya dengan, campur tangan.
Untuk kemudian saya sisipkan diantaranya dua buah harta yang kekal, KESABARAN serta KESYUKURAN.
Dulu saya tidak pernah terbersit akan seperti ini. Ke mana-mana seringkali berdua. Sejak bangun tidur, hingga tidur kembali. Kehidupan cinta yang sifatnya pribadi hingga urusan kantor seolah telah melekat menjadi kesatuan yang tak dapat terpisahkan lagi.
Delapan tahun masa kebersamaan. Delapan tahun juga masa pengabdian. 😊
Lihat saja, hubungan kami bahkan berkorelasi dengan sempurna. 😂.
Boleh baca catatan saya tentang ini di sini: Mendedah Rasa Memaknai Cinta.
Dalam perjalanannya, saya harus akui bahwa cinta saya kepada keduanya dimulai dari titik yang cukup mengenaskan (untuk sebuah hubungan). Saya tidak memulainya di garis angka yang bernilai positif, atau bahkan netral bulat seperti angka nol. Saya memulainya dengan angka minus (entah tepatnya berapa).
Saya menjalani masa-masa yang cukup berat di awalnya, dan nyaris tanpa bayangan bahwa hubungan ini bisa dilanjutkan, hingga sejauh ini.
Delapan tahun bagi saya bukan angka yang biasa. Ini semacam angka keramat yang saya tunggu untuk dapat bersabar merenda hubungan. Delapan tahun adalah nasihat yang selalu mampir di telinga saya agar saya mampu menunggunya.
Hingga kemudian tanpa terasa, waktu itu pun terlampaui, dan hubungan cinta saya bertumbuh. Saya kini tidak dapat membedakan lagi apa cinta saya ini hanya karena jalan takdir atau saya dengan tekad bulat memilihnya.
Saya tidak bisa membedakan lagi apakah cinta saya ini bertumbuh karena terbiasa atau karena saya memang memilih untuk tenggelam dan menumbuhkannya.
Yang pasti, diantara keduanya, saya lebih senang menyebutnya dengan, campur tangan.
Untuk kemudian saya sisipkan diantaranya dua buah harta yang kekal, KESABARAN serta KESYUKURAN.
Hidup ini adalah pilihan (koma) Dan dipilihkan (titik) Hidup ini bukan hanya tentang kebebasan Tetapi juga soal campur tangan |
Perjalanan kali ini, tidak hanya tentang saya, atau hanya kami (saya dan dia). Separuh dari perjalanan diisi dengan kontemplasi, separuhnya lagi diisi dengan silaturrahim.
Saya mencoret bucket list perjalanan untuk mandi-mandi di bawah guyuran air terjun yang tentu saja amat saya sukai untuk kemudian menggantinya dengan berkeliling silaturahim. Dalam perjalanannya, saya menyadari bahwa kehidupan ini tidak bisa hanya tentang diri sendiri, saya perlu menyeimbangkan dengan mulai sibuk memikirkan orang lain, berfikir tentang kemanfaatan dan berbagi kebahagiaan.
Seperti semalam, saya mendapat kabar mengejutkan sekali, saya sempat hendak marah mengapa saya tidak jauh-jauh hari dikabari, tapi kemudian saya sadar dan menginsyafi "oh ya, selama ini saya cukup sibuk dengan masalah saya sendiri, dan sudah amat jarang bertanya kabar atau sekedar bercakap telepon dengan kawan dan keluarga sendiri".
Sibuk dengan masalah sendiri. Ini menjadi catatan kontemplasi yang saya garis bawahi. Karena kesibukan ini menjadikan kehidupan terasa sempit, sesak dan menyedihkan.
Saya juga baru memulai kembali belajar untuk seimbang dengan mulai memikirkan orang lain, bertanya kabar, mengirimi hadiah, menyempatkan menyapa dan berkomentar -jika di dunia maya-, memberi perhatian, membangun hubungan yang positif serta berusaha memberikan pengaruh dan kata-kata yang positif.
Di usia saya yang menginjak kepala tiga, sebentar lagi, rasanya sudah tidak layak bermenye-menye dan menjadi manja terhadap kehidupan. 😅. Bertumbuh dan mendewasa, ialah semestinya. 😊
Senja di pinggiran Sungai Kayan |
Yang menarik dari perjalanan kali ini adalah tentang Sungai Kayan, mitos menyebutkan bahwa selama pernah minum air Sungai Kayan, maka suatu saat akan kembali lagi ke sini. Saya ubah sedikit redaksinya menjadi: Sekali minum air Kayan selamanya akan tetap sayang. 😍. Ini mitos yang sepertinya selalu melekat di sungai mana pun di Indonesia. 😀.
Yang pasti, ungkapan-ungkapan demikian hanya sebagai wujud bahwa akan ada jejak kenangan yang tertinggal, yang suatu ketika akan muncul mengetuk dan dirindukan.
Lalu kalian akan datang, bukan hanya sekedar karena sebuah keperluan, tetapi karena besarnya kerinduan. ☺
Rerindang pohon di area taman |
Sungai Kayan sendiri tercatat sebagai sungai terpanjang kedua setelah Sungai Mahakam saat masih bersatu dengan Wilayah Kalimantan Timur. Karena sudah terpisah, bisa jadi sungai ini kemudian menjadi sungai terpanjang dengan panjang 650 km di Kalimantan Utara. Sungai Kayan sendiri melintasi puluhan desa, dengan dua suku terbesar yang mendiaminya: suku Dayak dan suku Bulungan.
Ah ya, karena kali ini saya berbicara tentang Sungai Kayan, lebih tepatnya pada Tepian Sungai Kayan yang berada di ibu kota Kalimantan Utara, Kabupaten Bulungan.
Untuk penggemar wisata sejarah di Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan, saya pernah mengulasnya di sini: Bulungan, Dalam Reruntuhan Puing yang Terserak
Untuk wisata budaya, pernah saya tuliskan juga di sini:
Pesona Indonesia: Pekan Budaya Birau
Pesona Indonesia: Suku Dayak di Pedalaman Bumi Tenguyun
Wisata alam: Muharrom, di Puncak Gunung Putih
Spot tulisan Tanjung Selor |
Tepian Sungai Kayan ini bisa menjadi destinasi wajib saat kalian berkunjung ke Provinsi termuda ini. Tempat ini menawarkan ketenangan, saat memandangi sungainya yang tenang dan pemandangan di seberang. Sekaligus menawarkan keramaian. Taman-taman yang tersusun dengan rapi, teratur dan bersih ini juga menyediakan beberapa spot menarik untuk wisatawan, ada tempat jogging track, arena olahraga sepanjang tepian ini juga bisa digunakan sebagai tempat bermain sepeda untuk anak, arena permainan anak, taman, dan sentuhan kuliner.
KULINER. Bagi pencinta kuliner, tenang saja. Ada arena khusus di tepian sungai ini yang diberi nama KULTEKA (KULINER TEPIAN KAYAN) menawarkan puluhan menu pilihan bagi pencinta kuliner dengan sudut view sungai. Kulteka ini akan mulai terlihat ramai menjelang sore dan meruah pada malam hari. Penataan area makan ini terbilang rapi, tidak terlihat rusuh dan cukup nyaman menjadi pilihan tempat untuk makan malam. Hawa malam hari tentu akan menambah syahdu suasana, ditambah gemerlap rembulan dan bintang-bintang. Romantis sekali. Makan, berbincang sekaligus menikmati pemandangan.
Ini foto empat tahun lalu, cikal bakal Kulteka. Di tempat seindah inilah Kulteka sekarang berada 😊 |
P E M A N D A N G A N.
Buat saya, yang paling menarik dan menjadi daya tarik dari Tepian Sungai Kayan ini adalah saat pagi hari dan menjelang senja. Pagi hari area di seberang sungai akan terlihat berkabut dan tertutup awan, saat senja, saga di langit memerah dengan sempurna. 😊 Ini pesona yang memanjakan dan menawan, dan tentu taman-taman yang cantik dengan pepohonan rindang menambah hanyut suasana. Saya memang suka sekali dengan tawaran indah dari alam, tidak ada yang dapat menandingi keindahan ciptaan Tuhan, Allah Sang Pencipta. Seperti halnya sungai.
Hampir empat tahun saya meninggalkan kota ini, dan Tepian ini semakin cantik dan bertambah ramai dari jauh-jauh tahun sebelumnya.
Dan saya, nampaknya tetap terbius dengan Kayan. Sungai yang membawa pesan ketenangan, juga kedamaian.
Salah satu sudut tepian |
Ah ya, di sini juga terdapat Tugu Cinta Damai yang telah menjadi landmark Kabupaten Bulungan. Pada malam hari Tugu ini akan terlihat lebih cantik dengan kerlip lampu dari bahagian batang tugu. Di atas tugu ialah burung Enggang, burung khas Kalimantan. Ia tampak gagah menghadap ke kota Tanjung Selor yang dimaknai sebagai simbol kedamaian antar etnis dan golongan.
Tugu Cinta Damai |
Saya belum membaca banyak mengenai filosofi dan pemilihan ukiran di Tugu Cinta Damai ini. Yang pasti ukiran-ukirannya khas dengan ukiran Kalimantan.
Nampaknya ini menjadi perjalanan yang memberi kesan mendalam buat saya.
Saya menyusuri Tepian Sungai Kayan ini seolah dengan sekotak kenangan. Kenangan tawa, kebahagiaan, persahabatan dan cinta.
Ah, bagaimana jika, saya ubah lagi redaksinya menjadi:
Sekali menatap Sungai Kayan, selamanya akan tetap sayang.
Jadi, kapan kalian akan merasai tempat ini?
Lalu membawa pulang
Sekotak kenangan baru,
ceritakan, ceritakan, ceritakan kepada saya tentang itu 😊
Senja dengan merah saga sempurna di Tepian Sungai Kayan. ☺ |
Terimakasih telah membaca dan meninggalkan jejak komentar sebagai wujud apresiasi. ^_^ Semoga postingan ini dapat memberi manfaat dan mohon maaf komentar berupa spam atau link hidup akan dihapus. Terima kasih.
18 komentar
MasyaAllah cantik sekali pemandangannya
ReplyDeleteiya Mbak, cantiiiik ciptaanNya. Hayuk kapan explore Kaltara? :)
DeleteCantiknya :) semoga aku bisa kesana y mba merasakan pesonanya Sungai Kayang.
ReplyDeleteAlhamdulilah ternyata mba Nurin sedang plesir kesini jadi ga update2 xixixi semoga sehat2 sll dan lancar segala urusannya aamiin
iya Mbak Herva, cantik :). Saya gak update-update karena sedang belajar menata hati dan jiwa. Socmed juga sedang rusuh sekali. :)
DeleteMemang Cantik, sunggu cantik dan mempesona "Sungai Kayan".
ReplyDeleteKenangan di sungai Kayanpun sungguh sangat banyak, dan itu yang membuat saya bertekad semoga suatu saat nanti Allah memberi kesempatan untuk berkunjung mengenang kenangan yang pernah ada.
amin. Hayuk kapan ke sini lagi? :)
DeleteRomantiiis, n saya irii. ��
ReplyDeleteTempatnya keren2 pulaa, semoga diberi Allah kesana brg suami n keluarga. Aamiinnn
Amin. Semoga suatu saat sampai ya Mbak. 😊
DeleteMembaca artikel ini bikin saya terlena, fokus tidak lagi ke sungainya tapi tata bahasanya yang indah ��
ReplyDeleteAmin. Suatu saat semoga bisa ke sini main main dan lihat ya Mbak Amy. ☺
DeleteWah, dari dulu selalu penasaran dengan Tanjung Selor karena ada senior kesayangan yang asli orang sana. Baca tulisan mbak jadi semakin pengen silaturahim kesana...^_*
ReplyDeleteSiapakah itu senior kesayangannya Mbak Sinta? 😀 sini saya salamin. 😘
DeleteMba Nurin suka sajak yaaa, sajaknya bagus banget. Diksinya juga keren2! Tulisannya inspiring mba! Makasih, ya. 😉
ReplyDeleteYa Mbak. Saya suka sajak. Penikmat sajak.
DeleteTerimakasih kembali Mbak Sri. 😊
Artikel yg panjang, awalnya saya pikir ini fiksi lho hehehe... Artikel ini bisa dibuat jd dua post sebenernya. Cakep :-)
ReplyDeleteYa Uni. Nah ini saya masih rada sulit nulis dengan nafas pendek. 😊. Mohon bimbingannya Uni. 🙏
DeleteHidup ini adalah pilihan (koma) Dan dipilihkan (titik). Sukaaak n setujuu.. btw tuker template y mb? cakeeep..
ReplyDeleteMonggoh 😍😊
Delete